"Aku rasa inilah saatnya kita menggunakan senjata pamungkas itu untuk menyingkirkan semua musuh kita, termasuk Kedasih," ujar Daksin pada sang kakak.
"Tapi, jika senjata itu digunakan di saat yang tidak tepat, itu bisa mendatangkan bencana. Aku tidak mau jatuh banyak korban. Kita berdua tahu kalau senjata itu dilepaskan, dia akan menghancurkan siapa pun yang telah menyakiti kita. Kau pikir saja, sudah berapa banyak orang yang menyakiti kita," Chandrika belum setuju untuk menggunakan senjata pamungkas yang mereka ambil dari Gua Manasa.
"Apa susahnya, kita 'kan tinggal memberikan perintah saja pada senjata tersebut?"
"Kau pikir itu akan mudah? Perintah awalnya adalah untuk menghabisi semua yang telah menyakiti dan melukai hati, perintah itu sudah terpatri ratusan tahun lebih. Akan sulit merubah perintahnya jika tidak dilakukan oleh si penciptanya sendiri, dalam hal ini adalah Manasa." Penuturan Chandrika membuat Daksin jadi berpikir dua kali untuk menggunakan senjata tersebut.
Kemudian muncul gagasan gila dari kepala Daksin. "Kenapa kita tidak membangkitkan Manasa saja untuk mengatur ulang perintah pada senjata itu."
"Kau sudah gila, ya?" mata Chandrika langsung melotot. "Membangkitkan yang mati bukan berarti kau membangkitkan orang yang sama. Mungkin kau akan membangkitkan Manasa yang sama sekali berbeda dengan Manasa yang kita kenal. Tidak, kita tidak akan melakukan itu meskipun itu adalah pilihan terakhir di dunia ini."
Sebuah ketukan pintu sebanyak tiga kali terdengar di antara perbincangan. Daksin dan Chandrika mulai bertanya-tanya siapa gerangan itu. Daksin berdiri dan berjalan menuju pintu untuk membuka pintu. Sejurus kemudian, dia dibuat terpukau dengan sosok yang saat ini berdiri di depan pintu. Daksin membawa tamu itu masuk dan dia persilakan untuk duduk di ruang tamu. Daksin lantas memanggil Chandrika yang berada di ruang keluarga untuk menemui si tamu, karena sejatinya tamu itu datang untuk menemui Chandrika. Sama seperti Daksin, Chandrika pun kaget saat melihat siapa adanya tamu itu.
"Bhawani?" Chandrika merasa matanya salah melihat.
"Iya, Chandrika, ini aku," jawab Bhawani. "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Ini penting."
"Sepenting apa sampai kamu harus menyambangi rumahku?" Chandrika masih belum percaya kalau tamunya adalah Bhawani. Pasalnya, wredhavadika dari Keluarga Padmavati itu kabarnya sudah pergi ke kuil Kanyagraha dan tinggal di sana untuk mengabdikan diri kepada Dewi Kanyanirmala, sebagai seorang dyahwipra—pendeta wanita. Dan, dia tidak pernah terlihat selama kurang lebih satu dekade. Kedatangannya ini pasti berhubungan dengan sesuatu yang sangat penting.
"Sejak kapan kamu kembali?" sela Daksin.
"Sudah beberapa bulan aku di sini. Awalnya, aku kembali karena mendengar kasus bunuh diri di SMA Padmavati. Kemudian aku putuskan tinggal lebih lama, karena ada sesuatu yang harus kuselesaikan. Dan, hari ini aku akan menyelesaikannya," Bhawani menjawab dua pertanyaan kakak beradik itu.
"Baiklah, jangan bertele-tele. Kami tambah penasaran," ujar Chandrika.
"Ini tentang cucumu, Nilam," Bhawani memulai. Chandrika dan Daksin langsung mengerutkan kening. "Aku yakin dia tidak menceritakan ini pada kalian, bahkan pada orang tuanya. Pitaloka tahu hal ini, tapi dia menyembunyikannya dari kalian atas permintaan Nilam."
"Tentang apa ini?" Daksin geram.
"Kalian pasti ingat Caladanawa yang dulu meresahkan kita?" Bhawani coba mengingatkan. Chandrika dan Daksin mengangguk. "Pertama, aku akan memberitahukan siapa yang sudah memanggil Caladanawa itu ke dunia kita ...,"
"Katriyani," Chandrika dan Daksin kompak.
"Kalian tahu?" Bhawani agak terkejut.
"Lanjutkan saja," tegas Chandrika.
"Banyak korban waktu itu. Lalu aku menyegelnya. Tapi celakanya, Sawitri, adikku membebaskannya. Dia merasa tidak adil karena aku menyerahkan takhta SMA Padmavati dan mustika Padmani kepada Danu. Ada dua korban jiwa, namun ada satu korban lainnya. dia adalah Nilam ...,"
"Kami pikir waktu itu dia hanya kerasukan biasa," sela Daksin.
"Aku yakin kalian akan terkejut dengan yang satu ini. Caladanawa telah menanamkan benih terkutuknya di dalam rahim Nilam, cucumu, Chandrika," benar saja, mulut Chandrika dan Daksin menganga.
"Apa maksudmu? Nilam sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda hamil," Chandrika meminta kejelasan.
"Itu karena aku membawanya ke seorang pengiwa kenalanku, namanya Saroya. Dia satu dari sangat sedikit orang yang mengerti cara mengatasi Jabang Mayanara. Jadi, sebelum janin itu tumbuh semakin besar, Saroya mencabut janin yang masih berupa bintik cahaya dari rahim Nilam. Tapi, masalah tidak selesai di situ. Setelah Pitaloka dan Nilam meninggalkan rumah Saroya, aku mendapati pengiwa itu menyimpan benih Jabang Mayanara dan berencana untuk membesarkannya ...,"
"Apa?" Daksin dan Chandrika kompak ternganga.
"Ini adalah berita buruk bagi kalian. Ada dua Jabang Mayanara yang sangat berpotensi akan menjadi penyebab kehancuran keluarga kalian," lanjut Bhawani.
"Astaga, satu saja belum sempat kita urus. Sekarang ada dua," Daksin geram. "Kenapa kau baru muncul sekarang?"
"Aku harus mengurus Sawitri, itu pertama. Kedua, aku tidak optimis kalau Saroya akan berhasil melahirkan bayi itu. Dia sudah sangat tua. Tapi ternyata, dia tidak seperti yang aku pikirkan. Dia membawa benih Jabang Mayanara itu ke Laut Selatan dan memohon agar benih itu didadah langsung oleh Dewi Daksineshwari, sehingga dia bisa tumbuh menjadi remaja dalam waktu yang sangat singkat. Yang lebih buruk lagi ...,"
"Ada yang lebih buruk?"
"Yang lebih buruk, Saroya juga memiliki ambisi untuk menguasai Nusantara. Aku sudah mencoba menghentikannya, tapi Jabang Mayanara-nya itu telah membuatnya jauh lebih kuat dariku. Aku kalah, dia mengancam akan menghabisiku jika berani mengusiknya. Aku tidak bisa tinggal diam dan membiarkan ambisinya terjadi, jadi aku rasa kalian harus tahu masalah ini. Sudah pasti sasarannya adalah kamu, Chandrika. Pertama dia akan mengambil semua anugerah yang kau miliki, lalu memulai era baru di mana pengiwa yang akan berkuasa." Semua penuturan Bhawani ini membuat dada Chandrika serasa sesak, beban hidupnya semakin bertambah dengan adanya kabar buruk ini. "Omong-omong, apa kalian sudah punya rencana terhadap Gaja dan Katriyani?"
"Nah, itu dia masalahnya kami masih belum menemukan cara yang tepat. Pasalnya, kami masih harus mengurus Kedasih. Wanita itu sangat berbahaya dan harus segera disingkirkan," Daksin yang menjawab pertanyaan Bhawani tadi, karena dia melihat Chandrika begitu terpukul.
"Kau tidak bisa menghadapi ini seorang diri, Chandrika. Aku di sini untuk membantumu." Bhawani menyarankan agar Chandrika mengumpulkan para wredha, namun orang yang diberi saran terlalu syok untuk mendengarkan saran tersebut. "Katriyani masih menjadi urusanku, karena dia dulu adalah muridku. Kau urus saja Kedasih dan Saroya," satu saran lagi dari Bhawani. "Kau harus tegas! Ini menyangkut nyawa banyak orang. Jika Katriyani atau Saroya berhasil membunuhmu, maka besar kemungkinan mereka akan membunuh wredha yang lain. Dan, jika wredhavadika mati, maka para madyavadika dan kumarivadika juga akan mati. Tidak akan ada lagi yang meneruskan ilmu dan tradisi para vadika."
"Kau benar," akhirnyaChandrika merespon. "Aku akan mengurus ini semua. Akan kuselesaikan sekaliuntuk selamanya."
![](https://img.wattpad.com/cover/289125558-288-k867518.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasía"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."