Hari ini adalah hari besar bagi Arima dan Gaja, tapi hari nahas bagi Chandrika dan Daksin. Sebab mereka tahu kalau hari ini Keluarga Mandraguna akan benar-benar hancur. Hujan yang mereka panggil sama sekali tidak berguna, karena ternyata Gaja mampu memindahkan hujan di sekitaran Distrik Wibikisma ke distrik lain. Alhasil, Distrik Wibikisma di mana Keluarga Mandraguna tinggal menjadi cerah.
Daksin terus saja melihat tanda-tanda kalau hari ini Keluarga Mandraguna akan berakhir. Mulai dari menemukan induk ayam yang mati bersama anak-anaknya di dalam kandang yang ada di belakang rumah sampai melihat enam ekor ngengat hitam yang terbang masuk ke kamarnya dan dua di antaranya mati. Chandrika pun sama. Hanya bedanya, dia melihat tiang pancang lengkap dengan kayu bakar yang terbakar api dalam mimpi. Selain itu, dia juga bermimpi melihat dunia orang mati yang mana di sana ada Pitaloka sedang berdiri di dekat kolam arwah.
Pukul sembilan pagi semua tamu dari pihak Gaja dan Arima sudah datang di Kediaman Mandraguna, karena berdasarkan tradisi pernikahan memang dilakukan di rumah mempelai wanita. Arima tampil mengenakan kebaya berwarna hijau yang dipadukan dengan batik motif barong lengkap dengan selendang hijau muda yang panjang menjuntai. Rambunya digelung rapi dan dihiasi roncean melati. Sungguh anggun.
Chandrika dan Daksin kompakan mengenakan kebaya hitam, tanda bahwa mereka berkabung. Mereka berdua terkejut saat melihat Pitaloka juga mengenakan kebaya hitam dengan batik motif mega mendung warna hitam dan putih. Rambutnya dibuat setengah tergerai dan setengah digelung. Ada tusuk rambut berbentuk naga menancap di gelung rambut Pitaloka. Chandrika menjadi was-was, takut kalau mimpinya itu menjadi nyata. Sedangkan Daksin terus mengerutkan dahi, memerhatikan Pitaloka dari kejauhan yang sedang berbincang dengan Nilam. Kemudian dia teringat seseorang yang sangat dekat dengannya dan Chandrika tahu benar siapa orang itu.
Daksin langsung berbisik, "Ini hanya aku saja atau Pitaloka tampak seperti dia."
"Siapa maksudmu?" Chandrika masih belum ngeuh.
"Apa harus aku jabarkan siapa dia? Toh, kamu juga sangat mengenalnya. Dulu kita bertiga mengembara bersama, sampai akhirnya dia meninggalkan kita untuk selamanya," tutur Daksin. "Aku tidak bisa melupakannya. Selama kalung ini masih kupakai dan aku masih hidup, nama dan wajahnya akan terus terkenang."
Chandrika memerhatikan dengan saksama, dia mengerutkan kening. "Iya, kau benar. Pitaloka hari ini mirip sekali dengannya. Gaya berpakaian itu persis seperti dia." Entah menyadari kalau sedang dibicarakan atau bagaimana, Pitaloka dari kejauhan melambaikan tangan pada Daksin dan Chandrika dan itu membuat mereka berdua salah tingkah.
Perhatian Pitaloka kemudian berpindah ke sisi lain, dia melihat ayahnya datang mengenakan setelan jas dan tampak sangat rapi. Pitaloka dan Nilam menyambut Erlangga dan memersilakannya untuk masuk. Lalu, tiba-tiba Nilam mengajak Pitaloka dan Erlangga untuk berswafoto bersama. Awalnya, Pitaloka agak enggan tapi akhirnya mau juga. Mereka bertiga tiga kali mengambil gambar. Dan, saat Erawati lewat sambil membawa rangkaian bunga, Nilam langsung menariknya dan mengajak ibunya itu untuk berswafoto bersama. Setelah foto itu, Nilam kena marah sama ibunya karena bukannya membantu malah asyik-asyikan berswafoto. Nilam pun meninggalkan Pitaloka bersama Erlangga, karena dia harus membantu ibunya memasang rangkaian bunga.
Dari kejauhan terlihat mobil berarak-arakan. Itu adalah rombongan dari keluarga mempelaia pria. Dari sebauh mobil yang berada di barisan paling depan, keluar seorang lelaki yang digandeng oleh seorang wanita tua dengan tongkat yang membantu dia berjalan. Chandrika dan Daksin sebagai anggota Keluarga Mandraguna yang paling tua, mereka datang memberikan sambutan. Daksin membawa sebuah baki kuningan dengan beberapa benda di atasnya, seperti: beras putih, beras kuning, bunga melati, bunga kantil, daun salam, daun padmanaba, daun sirih yang digulung dan diikat benang putih, serutan kayu cendana, dan juga kemenyan yang dibakar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasía"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."