Tepat setelah kepergian Erlangga dan Daksin untuk menjemput Arima dan Erawati, sesuatu atau tepatnya seseorang datang menuju mandir di mana Pitaloka sedang samadi dan dijaga oleh Nilam seorang. Pitaloka sama sekali tidak menyadari hal itu, hanya Nilam yang merasakan aura mengerikan yang tengah datang menuju mereka. Semenjak tadi bersamadi, Pitaloka hanya baru membuka mata sekali saja, yaitu saat melihat Chandrika memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Pitaloka ingin menghentikan samadinya, namun dia diingatkan oleh Daksin bahwa apa pun yang terjadi samadi Pitaloka tidak boleh berhenti di tengah jalan. Maka, mau tak mau Pitaloka harus kembali bersamadi, masuk ke dalam kesadaran Semesta. Dengan kata lain, dia memasuki kekosongan.
Nilam mengumpulkan seluruh keberaniannya. Dia berdiri di gerbang mandir untuk menyambut musuh yang datang. Apa pun yang terjadi, dia harus menjaga Pitaloka. Itu tekad Nilam. Musuh-musuh ini datang mungkin dikarenakan mereka telah mendengar kabar kalau Chandrika telah mati dan menurunkan kesaktiannya pada Pitaloka yang notabene masih belum bisa menguasai kekuatan tersebut.
Nilam dapat merasakan kalau ini bukan aura vadika atau apa, aura yang dia rasakan cenderung seperti aura ashura tapi ada juga aura manusianya. Sebenarnya Nilam sendiri tidak yakin bisa menghadapi musuh seorang diri tetapi, dia akan mencoba sebaik yang dia bisa. Aura itu semakin dekat. Dan benar saja, jauh di depan Nilam ada empat sosok berjubah hitam mengambang di udara dan bergerak perlahan menuju Nilam. Dari aura yang mereka pancarkan, Nilam dapat memerkirakan kalau mereka berempat adalah orang-orang yang sangat kuat. Untuk pencegahan, Nilam memasang dinnding api untuk menghalangi mereka masuk. Akan tetapi, salah satu dari mereka mampu memasuki inding api itu bagaikan api itu adalah sebuah tirai sutra yang dingin dan lembut. Dinding api ciptaan Nilam padam seketika.
"Siapa kalian?!" Nilam memeringatkan.
Empat orang itu saling pandang, lalu bersama-sama membuka tudung kepala mereka. Dan, di situlah hati Nilam langsung remuk redam. Salah satu dari empat orang itu adalah Anggara—itu sudah tidak mengejutkan lagi setelah cerita Pitaloka waktu itu. Akan tetapi, tiga orang lainnya itu sungguh menghancurkan perasaan Nilam. Mereka adalah Lalita, Dalu, dan Sarah.
"Kalian? Bagaimana mungkin?" Nilam merasa dikhianati. "Sejak kapan kalian berempat menjadi seperti ini?"
"Jauh sebelum kita bertemu," jawab Sarah.
"Oh ya, teman-teman. Apa perlu kita beritahu dia kebenaran tentang kita?" Sarah mencoba mengulik sesuatu. Anggara, Dalu, dan Lalita hanya tersenyum. Itu tanda kalau mereka setuju kalau Sarah mengungkit masalah itu.
"Apa yang kalian bicarakan?" Nilam tak kuasa menahan rasa penasaran.
"Dengarkan ini baik-baik, karena siapa tahu setelah ini kamu tidak bisa mendengar lagi," ujar Sarah dengan nada sarkastik. "Faktanya, kami bersekolah di SMA Padmavati karena kami sudah menduga kalau kalian bertiga pasti bersekolah di sana. Kau tahu 'kan, pepatah yang mengatakan: untuk menghabisi musuhmu, maka jadilah sahabatnya ...,"
Dalu menyela, "Kami masuk sekolah itu untuk mendekati kalian agar lebih mudah mendapatkan apa yang kami inginkan. Oh ya, satu hal ini kau harus tahu. Meskipun kami bisa dibilang tokoh antagonis dalam kisah ini, tapi kami sama sekali tidak menyakiti siapa pun di sekolah itu. Karena kami tidak mau terlena dengan mangsa lain sehingga tidak fokus pada kalian."
"Kurasa inilah fakta yang paling ingin kau ketahui. Akulah yang menyusun rencana untuk memecah belah kau dan Pitaloka dengan membuat kalian berdua jatuh cinta dengan Anggara. Aku juga yang memerintahkan Sarah untuk menculik kucing Pitaloka, mengahabisi kucing manis itu, dan menggantungnya di pohon saat ulang tahun kalian." Lalita berhasil meningkatkan kemarahan Nilam hingga level teratas. "Selanjutnya, Dalulah yang menggiringmu ke hutan dan menggantungmu di pohon. Dia juga yang memancing Pitaloka dan keluargamu agar mencarimu ke hutan. Semua itu adalah bagian dari rencana yang kususun. Kami tahu kalian punya potensi kekuatan yang besar, karena Ketua kami merasakan itu. Hanya saja kekuatan itu belum bangkit, karena tersegel. Jadi, semua rencana itu semata-mata untuk menyakinkan Arima dan Erawati, ibu kalian, untuk membuka segel kekuatan kalian. Rencana berjalan sesuai yang kami harapkan."

KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."