Ananta dihakimi. Dia dicecar berbagai pertanyaan. Dia dikelilingi oleh wanita-wanita Keluarga Mandraguna. Dia dipaksa mengakui segalanya yang sayangnya segala hal itu sama sekali tidak dia lakukan. Nilam, satu-satunya orang yang tahu kalau Ananta adalah orang baik, mencoba membela dengan meyakinkan Daksin, Arima, Erawati, dan Pitaloka. Akan tetapi, Daksin tampaknya telah menutup telinga. Dia tak menganggap penjelasan Nilam itu hal yang benar. Arima sependapat dengan Daksin, ini dilandasi oleh pengalamannya dengan Gaja. Di sisi lain, Erawati memilih sependapat dengan putrinya. Karena jujur saja, dia sama sekali tidak melihat niat jahat di mata pemuda ini. Pitaloka sendiri memilih netral. Dia tak memihak Daksin dan Arima ataupun Erawati dan Nilam.
Pitaloka tidak bisa memihak keduanya, ini dia lakukan karena dia haruslah bijaksana menanggapi masalah ini. Karena belum tentu yang dikatakan Ananta adalah kebohongan dan belum tentu juga yang dikhawatirkan Daksin benar adanya. Inilah awal kehancuran Keluarga Mandraguna yang ditakutkan oleh Chandrika. Dia telah melihat hal ini akan terjadi di mana terjadi perselisihan di antara semua Mandraguna hingga terpecah menjadi dua kubu. Dalam penglihatan Chandrika kala itu, dia berada di pihak Daksin dan Arima. Itu karena dia ingin melindungi Keluarga Mandraguna dari kehancuran yang disebabkan oleh Jabang Mayanara. Di pihak kedua ada Pitaloka dan Erawati yang memilih melindungi Ananta, karena mereka melihat ketulusan dalam pancaran mata pemuda itu.
Dalam pertapaannya, Chandrika dimakan dilema. Dia tak tahu harus bagaimana. Nanti Keluarga Mandraguna akan lolos dari maut yang dibawa Gaja dan Katriyani, namun akan masuk ke dalam kehancuran babak kedua yang dibawa oleh Ananta. Kemudian, Chandrika pun mendapatkan pencerahan dari sang ibu, Mandraguna dan sanga nenek, Manasa, yang memerintah dia untuk menurunkan segala kesaktian dan keabadiannya kepada Pitaloka yang notabene sudah sangat siap untuk mengemban tugas sebagai mahavadika. Untuk meyakinkan Chandrika, mahavadika terdahulu menunjukkan kepadanya apa yang akan terjadi jika Pitaloka menjadi mahavadika menggantikan dirinya. Chandrika masih melihat Keluarga Mandraguna terpecah menjadi dua, akan tetapi Pitaloka memilih tidak memihak ke salah satu pihak.
Ananta terus mengatakan, bahwa dirinya sama sekali tidak bermaksud menghancurkan Keluarga Mandraguna. Demi membuat Ananta mengakui niat jahatnya, Daksin mencekik leher pemuda itu sembari menampakkan mata ularnya. Arima lantas mengancam, kalau Ananta tidak mengakui niat jahatanya, maka racun Daksinlah yang akan mengakhirinya. Ananta jadi merasa serba salah. Dia tak ingin mengakui apa yang tidak dia lakukan, tapi di sisi lain kalau dia tidak mengakuinya maka matanya akan terbakar. Erawati dan Nilam menganggap Daksin dan Arima sudah sangat keterlaluan, karena sejatinya masalah ini bisa dibicarakan secara kekeluargaan.
Ananta tetap bungkam. Arima geram dan langsung meminta Daksin untuk menancapkan taringnya yang penuh racun di leher pemuda itu. Pitaloka segera menghentikan. Dia mengatakan kalau Daksin sama sekali tidak berhak menyakiti orang lain yang belum terbukti menyakiti salah satu dari Keluarga Mandraguna. Daksin melepaskan cekikannya, dia menjauh dan menenangkan diri. Taringnya hilang bersama mata ular dan sisik-sisik yang tadi tampak di sekujur tubuh.
Selain mengkritik tindakan semena-mena Daksin, Pitaloka juga mengkritik Nilam dan Erawati yang terlampau memercayai orang dari luar Keluarga Mandraguna, bahkan sampai rela untuk terpecah belah. Kedua kubu kemudian tersadar. Daksin kembali mendesak Ananta untuk mengakui niat jahatnya, namun kali ini dengan cara yang lebih manusiawi. Erawati dan Nilam yang sedari tadi membela Ananta juga menyarankan agar Ananta mengatakan apa saja yang sekirannya itu dapat menghilangkan kecurigaan Daksin dan Arima.
Ananta tak punya pilihan lain. Dia pun membuat pengakuan. Sebenarnya dia ingin menutupi hal ini hingga saat yang tepat. Mungkin inilah saat yang tepat itu. "Ya, benar. Aku memang Jabang Mayanara. Tapi aku sama sekali berbeda dengan Jabang Mayanara lain yang kalian kenal. Sudah lama sekali aku mencari ibu kandungku yang sama sekali belum pernah kutemui dari aku kecil. Aku sudah menemukannya. Dan ibuku adalah ...," suasana senyap, semua menyimak dengan saksama, "Nilam," semua terbelalak. Di sinilah, Nilam baru yakin kalau yang dia dengar sebelumnya bukan halusinasi yang muncul di penghujung ajal.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."