Chandrika dan wanita Mandraguna yang lain saat ini tengah mengintai pondok di tengah hutan Gandamayu. Malam ini juga, mereka akan menghabisi Kedasih sekali untuk selamanya. Untuk memastikan ada tidaknya Kedasih di pondok itu, Daksin berubah wujud menjadi seekor ular dan pergi ke pondok untuk mengintai. Lama sekali Daksin tak kembali. Tiba-tiba mereka dikejutkan suara pintu pondok yang dibuka dengan kasar. Kedasih keluar dari pondok dengan seekor ular dalam genggamannya. Dia ternyata sudah tahu kalau sedang diintai, jadi dia sudah menyiapkan jebakan. Kedasih berseru pada Chandrika untuk muncul, kalau tidak dia akan mematahkan kepala Daksin.
Chandrika, Erawati, Nilam, dan Pitaloka keluar dari persembunyian. Bersamaan dengan keluarnya mereka dari persembunyian, Daksin kembali dalam wujud manusia—tanpa busana tentunya—dan dia masih dalam cengkraman Kedasih. Tanpa peringatan apa-apa, Kedasih langsung menghunjamkan belati ke perut Daksin. Wanita itu menjerit tertahan. Chandrika dan yang lainnya melotot. Tidak hanya menghunjamkan belati satu kali saja, Kedasih tiga kali menusukkan belatinya di perut wanita dalam cengkramannya. Setelah puas menghunjamkan belati di perut Daksin, wanita keji itu menggorok leher adik Chandrika hingga darah segar muncrat dari lehernya yang terpotong.
"Daksin!!!" seru Chandrika. Matanya menatap nanar. "Kuhabisi kau Kedasih!" tubuh Chandrika bergetar. Aura merah memancar dari tubuhnya. Rambutnyayang putih berkibar-kibar bagaikan api yang menjilat-jilat. Matanya menyala merah bak batu delima terpapar sinar matahari. Kuku-kuku tangannya memanjang bagaikan belati tajam. Kulitnya berubah menghitam. Dari balik bibirnya muncul sepasang taring panjang. Wajah Chandrika mengeras. Dia sudah tidak seperti manusia, melainkan raksasa. Inilah wujud murka seorang wredha yang disebut dengan dakini. Melihat wujud ini untuk pertama kalinya membuat Nilam, Pitaloka, dan Erawati ketakutan. "Kedasih!!!" Chandrika, dengan suara yang begitu besar dan dalam, memanggil orang yang sudah membunuh Daksin. "Lihatlah wajahku baik-baik, akulah wajah kematianmu." Chandrika terbang sambil melengking nyaring, dia hendak menerkam Kedasih.
Kedasih berada dalam cengkraman Chandrika yang ada dalam wujud dakini. Kematian Kedasih sudah di depan hidungnya, dia tak lagi dapat menghilang. Siapa pun yang ada di hadapan seorang wredhavadika yang berubah menjadi dakini, maka kematiannya adalah kepastian. Kedasih saat ini berbaring tak berdaya di atas tanah, dakini Chandrika duduk mengangkanginya dengan mulut terbuka menampakkan taring yang panjang. Mata Kedasih tak bisa berpaling dari mata merah yang penuh amarah milik dakini. Ketika hendak menghabisi Kedasih, mendadak terdengar jeritan Erawati, Nilam, dan Pitaloka yang kesakitan.
Dakini Chandrika menoleh dan melihat sebuah lingkaran api hitam sudah mengelilingi mereka. Selain itu, ada empat orang dengan jubah hitam berdiri di empat penjuru dengan belati di tangan mereka masing-masing. Kedasih langsung menendang Chandrika ketika dia yang lengah. Tampaknya, Kedasih tidak hanya menyiapkan perangkap kecil yang sudah mengenai Daksin tadi, tapi juga perangkap besar untuk melenyapkan Chandrika, anak, dan cucunya. Dalam hal ini, Kedasih tidak melakukan rencananya seorang diri. Dia berkomplot dengan para lampus untuk mengalahkan Chandrika dan seluruh anggota keluarganya.
Sehari sebelumnya ...
Kedasih sudah mendapat bisikan gaib bahwa Keluarga Mandraguna akan menuntut balas atas apa yang telah dia lakukan pada hari pernikahan Arima dan Gaja. Sebagai tindakan pencegahan, mau tak mau dia harus mencari sekutu untuk melawan Chandrika dan keluarganya. Muncul ide gila dalam kepada Kedasih, dia berniat meminta bantuan sekte Pralayadipati untuk mengalahkan Chandrika dan keluarganya. Meskipun dia tahu kalau memasuki daerah kekuasaan para lampus akan membahayakan nyawanya, Kedasih tetap nekat, sebab tekadnya sudah bulat total. Benar saja, baru memasuki daerah kekuasaan para lampus, Kedasih langsung dikepung oleh mereka yang bersenjatakan belati perak, keris, dan kujang. Sebelum dia dihabisi, Kedasih mengatakan maksud dan tujuannya.
"Aku datang untuk membuat kesepakatan dengan pemimpin kalian," seru Kedasih, dia berusaha setenang mungkin. "Ini tentang Keluarga Mandraguna," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANDRAGUNA
Fantasy"Saat purnama mengembang di langit malam, datanglah ke tanah lapang. Tanggalkan ketakutan dan keraguan dalam hatimu. Jangan takut pada kegelapan, sebab ada Sang Dewi di sana."