Sepotong Kebenaran

39 3 0
                                    

Akhirnya!

Erlangga, setelah hilang tanpa kabar, kini dia kembali kepada Keluarga Mandraguna. Dia menghilang bukan karena kabur, melainkan mengemban misi dari Chandrika dan Daksin. Misinya adalah mencari seekor ayam putih mulus yang menyangga dunia di atas kepalanya. Itu adalah ayam yang dimaksud oleh Sona tepat sebelum kepergiannya. Semula, Chandrika dan Daksin tidak tahu apa yang dimaksud dengan ayam penyangga dunia, jadi mereka mengirim Erlangga untuk pergi ke Keluarga Aranyani dan bertanya seperti apakah ayam yang menyangga dunia di atas kepalanya. Karena Aranyani adalah keluar vadika yang mengerti betul tentang alam, tumbuhan, dan binatang, jadi Chandrika menaruh harapan besar kalau sahabatnya akan memberikan sedikit pencerahan.

Dilandasi oleh keinginan untuk melepaskan Arima dari ikatan dengan Gaja, Erlangga berangkat ke Kediaman Aranyani. Sesampainya di sana, Erlangga langsung saja mengutarakan maksud dan tujuannya. Wredhavadika Keluarga Aranyani, Shima, mengatakan, bahwa ayam yang menyangga dunia di kepalanya sebenarnya tidaklah sungguh-sungguh menyangga sebuah dunia, melainkan ayam jantan putih mulus yang jenggernya dijadikan rumah bagi serangga berjenis tawon klanceng. Ayam yang demikian disebut sebagai Ayam Sangga Bhuwana yang secara harfiah diartikan sebagai ayam yang menyangga dunia di atas kepalanya. Ayam seperti ini sangat langka dan tidak mesti ada. Kalaupun ada, pasti si empunya ayam tidak akan menjual dengan harga yang murah.

Berhubung Erlangga adalah utusan Chandrika yang notabene adalah mahavadika, Shima pun menawarkan bantuan lainnya. Dia memberikan sebuah guci kayu berisi kawanan tawon klanceng, dan tawon-tawon itu akan menjadi penunjuk jalan bagi Erlangga untuk menemukan ayam yang dia cari. Singkat cerita, berkat mengikuti kawanan tawon klanceng pinjaman Shima, Erlangga bisa menemukan seseorang yang memiliki Ayam Sangga Bhuwana. Tepat seperti yang Shima prediksi, si empunya ayam sungguh susah diajak kompromi. Awalnya wanita tua pemilik ayam itu enggan menjual ayam yang sudah dia sayanggi bagai anaknya sendiri. Dia sebatang kara, ayam itu satu-satunya yang menemani hari tuanya. Erlangga tak ingin menyerah, dia harus mendapatkan ayam itu bagaimanapun caranya. Sedikit egois memang, tapi mau bagaimana lagi, begitu pikir Erlangga.

Untunya Erlangga cukup persuasif sehingga wanita tua sebatang kara itu bersedia menyeerahkan ayamnya. Tapi anehnya, si wanita tua tidak bersedia untuk dibayar. Dia bersedia menyerahkan ayamnya asalkan Erlangga memerlakukan ayam tersebut layaknya si wanita tua memerlakukan ayam itu. Si wanita tidak tahu kalau ayam itu akan digunakan untuk menghabisi Jabang Mayanara, karena Erlangga memang tidak mengatakannya. Yang Erlangga katakan adalah, dia seorang kolektor ayam unik dan ingin menambah koleksinya. Ketika menyerahkan ayam kesayangannya kepada Erlangga, si wanita tua atau lebih tepatnya seorang nenek, menangis bak ditinggal mati anaknnya. Normal saja itu terjadi, ayam itu satu-satunya "keluarga" yang dia miliki.

Sepulang dari rumah nenek itu, hati kecil Erlangga sedikit bergolak. Dia merasa dirinya begitu kejam, egois, dan tidak berperasaan. Akan tetapi, dia menyadari bahwa tidak ada jalan lain selain melakukan semua ini dan mengorbankan perasaan si nenek yang begitu menyayangi ayam putih mulus yang tampak begitu gagah ini. Sudah pasti nenek itu akan bersedih, mungkin dia tidak akan sanggup makan dengan kenyang ataupun tidur dengan nyenyak. Dan, pasti akan bertambah sedih kalau tahu ayam kesayangannya tidak akan dipelihara dan disayangi, melainkan dipotong dan diambil darahnya untuk membunuh Jabang Mayanara.

***

Semua berkumpul di mandir untuk melakukan upacara agnisuci. Sebuah tungku dengan api berkobar-kobar sudah disipkan, lengkap dengan bunga tujuh rupa, minyak lemak ayam, lemak kambing, dan minyak lemak sapi; abu suci, kemenyan bubuk, madu, beras, kacang hijau, kacang merah, dan daun salam.

Chandrika, Arima, Erwati, Daksin, dan Erlangga duduk melingkari api suci. Sebelum memulai upacara suci, Chandrika sebagai pemimpin upacara ini, terlebih dahulu memberikan salam dan sembah bakti kepada Sang Hyang Ibu Bumi dan Sang Hyang Bapa Angkasa. Kemudian dilanjut dengan memberikan salam dan sembah bakti kepada empat penjaga penjuru: Tirtanata, Sinotobrata, Purbangkara, dan Warudijaya. Yang ketiga, dia menghaturkan salam dan sembah bakti kepada junjungan mereka Ibu Dewi Chandramawa, Sang Pencerah; dan Ratu semua vadika, Manasa.

MANDRAGUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang