Rahasia Diungkap

109 13 1
                                    

"Apa yang terjadi Nilam? Ceritakan pada kami dengan detail," ujar Chandrika.

Di atas sofa, sambil duduk berbalutkan selimut Nilam berkisah. "Awalnya, aku dan Pitaloka terlibat cekcok. Pitaloka masuk ke dalam rumah, tapi aku tetap di halaman. Kemudian aku mendapat pesan dari nomor tak dikenal. Dia bilang kalau dia menemukan Sasa, karena sebelumnya aku menyebarkan pamflet, jadi aku menemuinya. Dia memintaku untuk bertemu di Jalan Cendekia. Lalu datang orang misterius, memakai pakaian aneh serba hitam. Dia menghampiriku, aku takut dan lari ...,"

"Lalu?" sela Erawati.

"Anehnya, tiba-tiba dia ada di hadapanku. Aku berhenti berlari, kemudian ada yang memukul tengkukku dari belakang. Semuanya kemudian gelap. Aku tidak ingat lagi. Memangnya apa yang terjadi selanjutnya?"

"Dengan ponselmu, orang itu mengatakan kalau dia meninggalkan hadiah untukku. Dan ternyata itu adalah Sasa yang mati tergantung di pohon. Tubuh Sasa masih hangat, kejadiannya pasti baru. Kemudian kami mencarimu. Tapi, kamu pun bernasib sama dengan Sasa. Kamu mati tergantung. Aku rasa pelakunya adalah orang yang sama," Pitaloka mengisahkan kejadian yang Nilam lewatkan.

"Aku mati?" Nilam mengerutkan kening.

"Iya, tapi kemudian nenek Daksin—entah bagaimana—menghidupkanmu kembali," jawab Pitaloka.

"Apa? Bagaimana bisa? Kau pasti bercanda," Nilam sama sekali tak percaya.

"Kakak, aku rasa ini saatnya mengatakan semuanya pada mereka," Erawati berkata pada Arima.

"Mengatakan apa?" sela Nilam.

"Kebenaran tentang kalian berdua," jawab Chandrika, matanya mengedar lalu berkata, "Tentang keluarga kita."

"Kami mendengarkan," timpal Pitaloka.

"Keluarga kita bukanlah keluarga biasa. Kita semua terlahir dengan siddhi dan sihir yang mengalir dalam darah kita melalui leluhur kita ...,"

"Sihir?" Nilam tergelak, begitu pula Pitaloka.

"Kita semua adalah vadika," lanjut Chandrika.

"Vadika?" tanya Pitaloka setengah tergelak. "Apa itu semacam dukun?"

"Anggap saja begitu," ujar Chandrika, matanya menajam. Pitaloka sontak senyap. "Keluarga Mandraguna adalah satu-satunya keluarga vadika yang memiliki garis darah langsung dari Manasa yang merupakan vadika pertama dalam sejarah. Dialah vadika paling kuat sepanjang sejarah. Dia begitu disegani dan juga ditakuti hingga orang-orang memberinya gelar Mahavadika Dyahdhatu Karmaneshwari," lanjut Chandrika.

"Apa kita punya semacam pohon keluarga atau daftar silsilah keluarga?" tanya Nilam, dia penuh rasa penasaran.

"Tunggu sebentar," pinta wanita itu. Lantas dia pergi ke kamarnya dan mengambil sebuah peti kayu tua. Dia membuka peti itu dan mengeluarkan sebuah gulungan yang sudah termakan usia. "Lihat ini," ujar Chandrika. "Dialah leluhur Keluarga Mandraguna, nenek buyut kalian. Namanya Mandraguna atau biasa dipanggil Dyah Mandraguna. Dia wanita yang sangat kuat, cantik, anggun, penuh karisma, dan juga bijaksana. Dia ibuku dan juga Daksin," Chandrika menunjukkan sebuah lukisan pada Nilam dan Pitaloka.

"Astaga, wajahnya mirip denganku," Pitaloka terperangah.

"Ya, Pitaloka. Wajahmu memang sangat mirip dengan nenek buyutmu. Ini bukanlah sebuah kebetulan. Pada tahun 1166 Masehi atau 1088 Saka, untuk menjaga keutuhan Keluarga Mandraguna, nenek buyut menciptakan Lingkaran Kebangkitan, Punarutthana Cakra, untuk dia dan semua keturunannya. Dengan Lingkaran Kebangkitan itu, setiap ada satu Mandraguna yang mati, maka dia akan terlahir kembali melalui Mandraguna yang lain. Pendek kata, kau adalah Mandraguna kedua ...,"

MANDRAGUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang