Song Lelayungan

48 2 0
                                    

Satu minggu setelah makan malam itu, Chandrika mengajak Arima dan Gaja untuk menemui seorang jyotisa bernama Saraswati untuk menanyakan masalah perbintangan, kecocokan weton, dan juga hari pernikahan dua calon mempelai itu. Setelah beberapa hari bermeditasi, akhirnya Saraswati siap untuk melakukan penghitungan. Dia mengundang Chandrika dan dua mempelai ke rumahnya lagi. Di hadapan mereka bertiga, Saraswati mulai menghitung perbintangan Arima dan Gaja yang ternyata keduanya sama-sama besar dan kuat. Kemudian, jyotisa itu mulai menghitung kecocokan weton Arima dan Gaja, hasilnya menyatakan kalau weton keduanya justru tidak cocok alis berseberangan. Kesimpulannya, perbintangan dan weton Arima dan Gaja sama sekali tidak cocok.

Perbintangan mereka berdua sama-sama kuat yang nantinya dapat membawa pernikahan kepada perselisihan yang masing-masing akan keras memertahankan ego, sedangkan weton mereka yang berseberangan akan membawa kepada kesengsaraan dan dukacita. Intinya, pernikahan mereka berdua tidak boleh terjadi, karena keduanya dipayungi dengan Song Lelayungan 'payung kematian'. Dan, jika rencana pernikahan ini berlanjut maka Song Lelayungan ini tidak akan hanya memayungi mereka berdua, tapi juga kedua pihak keluarga. Sontak Chandrika teringat kata-kata Daksin, tapi dia diam saja dan berusaha tenang. Untuk sejenak, Chandrika merasa yakin untuk menghentikan rencana pernikahan putrinya. Namun, dia kemudian merasa tidak tega untuk menghancurkan kebahagiaan putrinya hanya karena kutukan yang belum pasti terjadi.

Mereka tidak mengatakan apa-apa pada Saraswati, namun mereka mengucapkan terima kasih atas waktu yang Saraswati luangkan. Kemudian mereka pergi dari kediaman sang jyotisa. Dalam perjalanan pulang, Arima yang duduk disamping Gaja yang sedang menyetir berkata pada Chandrika kalau mereka tetap akan menikah, dia sama sekali tidak peduli dengan hitungan yang dibuat oleh Saraswati. Arima kemudian melanjutkan, dia mengatakan bahwa jodoh, nasib, dan maut adalah rahasia Yang Mahakuasa. Ketiganya juga ada dalam kendali-Nya. Sebagai manusia, yang harus dilakukan hanyalah berusaha dan berdoa, begitu kata Arima.

Selama perjalanan itu, yang bicara untuk meyakinkan Chandrika hanyalah Arima saja, sedangkan Gaja fokus menyetir tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Sudah cukup Arima bicara, Chandrika kemudian angkat bicara. Dia menyarankan agar Arima dan Gaja memikirkan masak-masak keputusan yang akan mereka ambil, karena ini tidak hanya berkaitan dengan mereka berdua saja tapi juga dua keluarga. Lantas Chandrika menambahkan bahwa sedikit sekali pasangan yang bisa bertahan dalam pernikahan jika perbintangan dan weton mereka tidak cocok. Dengan sinis Arima menyela dengan mengatakan bahwa semua itu pasti ada jalan keluarnya dan bukannya mereka sebagai vadika diberikan kuasa untuk mengatasi yang tidak bisa menjadi bisa terjadi, begitu kata Arima. Chandrika tidak bisa lagi berkata-kata, hati Arima sudah keras dan cinta telah membutakannya.

Hari-hari berikutnya, Chandrika sebagai orang tua terus mengingatkan Arima akan datangnya petaka jika pernikahan mereka berlanjut. Arima tetap bersikeras, dia sama sekali tidak mendengarkan. Dia dan Gaja masih saja sibuk mengurusi persiapan pernikahan. Pitaloka dan Erawati merasa heran kenapa tiba-tiba Chandrika bersikeras agar Arima dan Gaja menghentikan rencana pernikahan mereka. Chandrika langsung mengatakan intinya yang mana perbintangan dan weton mereka tidaklah cocok, jika pernikahan dilanjutkan akan datang banyak petaka. Chandrika tidak sendirian, ada Daksin yang sependapat dengannya. Di lain sisi, Nilam berdiri sebagai pihak yang netral.

Akan tetapi, Pitaloka dan Erawati sepertinya sependapat dengan Arima yang beranggapan bahwa hitungan perbintangan dan weton yang dilakukan oleh jyotisa bukanlah satu-satunya faktor penyebab kehancuran suatu rumah tangga atau kematian seseorang, karena semuanya itu adalah rahasia dan berada dalam kendali Yang Mahakuasa. Dengan sinis Daksin mengatakan kepada semuanya yang ada di ruang keluarga, bahwa ada perbedaan tipis antara orang yang tolol dengan orang yang mencoba berpikir positif. Erawati dan Pitaloka yang sepaham dengan Arima, meskipun begitu tidak berani mendebat Daksin. Arima justru berbeda, dengan lantang dia melarang Daksin untuk berhenti mengurusi urusannya, karena ini adalah hidupnya.

MANDRAGUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang