bagian 29

344 77 61
                                    

"kau berhutang penjelasan padaku, sayang." Lea kaget mendengar suara rendah dan berat dari balik punggung. Lea merutuki kelalaian-nya, yang melupakan keberadaan Namjoon dibalik pintu ruangan pribadinya.

"Eoh shit! Kenapa aku bisa melupakan keberadaan mu, eoh?!" Monolog nya pada diri sendiri.

Namjoon masih setia menunggu kejelasan dari Lea dengan melipat kedua lengannya didepan dada dan bersandar di daun pintu. Ada ketegangan diraut wajah Namjoon yang membuat Lea bergidik ketakutan.

"Kau mendengar semuanya?" Tanyanya kalut.

Namjoon tidak membuka suara, dia hanya mengangguk dengan tegas.

Desah pasrah hanya bisa Lea lakukan. Tidak ada gunanya mengelak lagi, disaat Namjoon sudah jelas-jelas mendengar segalanya. Meski berat pada akhirnya dia tetap menjelaskan dari titik awal hingga akhir.

Mata Namjoon terpejam dengan wajah menghadap ke langit-langit ruangan Lea. Dia tidak percaya dengan apa yang telah dia dengar dari Lea. Dita, istri dari sahabatnya begitu menderita. Sekeras apapun seorang Namjoon, dia tetaplah seorang manusia. Ada titik lemah yang mudah tersentuh oleh sesuatu hal yang menyedihkan.

"Ini tidak adil. Terlalu banyak kesakitan yang ditanggungnya. Aku harus memberitahu Taehyung." Putus Namjoon bersiap meninggalkan Lea sebelum akhirnya tangan Lea meraih lengan Namjoon.

"Kau tidak boleh melakukannya. Mati-matian Dita menyembunyikan hal ini. Dan kau akan menghancurkan kepercayaannya terhadapku, hmm?! Aku tau ini sangat menyakitkan namun semua ini adalah pilihannya sendiri."jelas Lea meyakinkan namjoon agar mengurungkan niatnya.

Ada kemarahan didalam hati Namjoon. Rasa tidak terima dan dia turut merasakan kesakitan Dita. "Ini sudah sangat keterlaluan. Apa yang coba untuk dia lakukan. Hal semacam ini hanya akan semakin buruk saat Dita benar- benar pergi. Apa kau pikir Taehyung bisa menerima semua ini, huh?! Taehyung begitu mencintai Dita hingga kadar gila. Demi Dita, dia rela menggantikan posisi Dita yang telah menabrak kedua orang tua Somi hingga mati. Dan sekarang kalian ingin menghukum Taehyung atas kesalahan yang tidak pernah diperbuatnya, huh?!"

"Apa yang baru saja kau katakan, oppa?!" Suara bergetar dan parau mengejutkan Namjoon. "Siapa yang sudah ku bunuh?" Dita menuntut penjelasan dari namjoon.

"Dita! Apa yang kau lakukan disini? Bukankah kau sudah pergi?" Tanya Lea kalut.

"Katakan padaku oppa! Apakah semua yang ku dengar benar adanya, huh?! Aku. . . . Aku membunuh orang tua Somi? Benarkah itu?" Dita mengabaikan Lea dan fokus pada Namjoon yang terlihat pucat menerima rentetan pertanyaan darinya.

"Kau salah mendengarnya. . . ."

"Apa kau menganggap ku tuli, oppa? Aku memang cacat tapi tidak dengan pendengaranku dan kewarasanku!" Bentak Dita penuh emosi. "Sejauh mana kalian akan memperlakukan ku seperti orang idiot? Apa kalian sudah puas melihatku seperti orang tidak waras. Bertingkah seolah aku paling menderita namun faktanya Taehyung tidak jauh berbeda denganku. Untuk apa semua ini. . . . . ." Dita tidak melanjutkan ucapannya. Dia mengambil kunci mobil yang tertinggal dan meninggalkan ruangan Lea begitu saja.

"Dita. . . Dita. . . Kemana kau akan pergi, huh?!" Tanya Lea mengejar Dita.

"Dimana aku seharusnya berada." Jawabnya singkat dan mempercepat langkahnya.

Lea begitu frustasi. " Apa yang harus kita lakukan, namjoon-ah?!" Tanya Lea semakin kalut dan Air mata sudah turun deras dari pelupuknya.

"Aku akan memberitahu Taehyung." Putus Namjoon.

"Ya! Beritahu dia. . . . Ya tuhan aku bisa gila sekarang." Keluhnya frustasi.

Beberapa kali Namjoon mencoba untuk menghubungi Taehyung namun semua tidak membuahkan hasil apapun.

"Dia tidak menjawabnya. . . . Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Lea?" Tanya Namjoon semakin kalut dan khawatir.

Lea memijit celah diantara kedua alisnya. "Ini buruk. . . Sebaiknya kita mengikuti Dita. Taehyung akan kita pikirkan kembali, begitu semua sudah terkendali." Putus Lea pada akhirnya.

Tanpa menunggu lebih lama, Lea mengambil langkah meninggalkan Namjoon yang masih larut dalam kekalutan.

.
.
.
.
.

Wajah pucat, dengan tampilan mata merah yang sembab. Tubuh terasa begitu lemah, tidak memiliki begiyu cukup tenaga untuk sekedar mengangkat jarinya.

Aroma alkohol yang begitu pekat menguar kuat memenuhi setiap sudut ruangan gelap tanpa satu garis cahaya mengintip dari celah-celah lubang.

Bibirnya bergetar, terdengar suara rancauan yang begitu mencekik. "Kau kejam! Kau wanita terkejam yang pernah ku kenal, Dita. Dan sialnya Aku begitu mencintaimu hingga kadar gila. Apa kau tau, kau telah menyakitiku." Suara parau, berat dan dalam terus terdengar begitu menyedihkan.

"Aku bisa menyerahkan jiwaku untukmu, tapi dengan begitu mudahnya kau melukai ku. Aku membencimu, Dita. Aku juga mencintaimu. . . Apa yang harus kulakukan. . . . ."






terimakasih untuk waktumu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang