bagian 35

451 86 33
                                    

Taehyung pov

Ini tidak benar, mereka penipu. Dita mati? Tidak, kalian lah yang mati, brengsek!. Berani-beraninya mereka memuntahkan omong kosong padaku.

"Dita-ku masih hidup. . . Dita-ku masih hidup." Aku terus mengucapkannya sepanjang jalan. Setiap langkah, setiap tarikan nafas, aku terus mengucapkannya.

Ku injak pedal gas mobilku, kubawa ke jalan besar menuju rumah sakit S, yang aku yakini disanalah keberadaan Dita sekarang, seperti Vereon sebelumnya.

Klakson terus berbunyi dari mobil-mobil disekitaranku. Persetan, hanya itu yang bisa ku keluarkan. Aku bahkan tidak perduli jika sesuatu benar-benar menghantam ku saat ini. Karena hanya Dita, Dita dan Dita.

Kuparkir mobilku tepat didepan pintu lobby rumah sakit, dan kulemparkan begitu saja kunci-ku tanpa melihat siapa yang menerimanya. Terlalu memakan waktu, itulah yang kupikirkan. Jadi kuputuskan melakukan apa yang akan kulakukan tanpa berfikir terlebih dahulu.

Eoh tuhan aku melihat siluet yang ku kenal dari kejauhan. Lea Noona! Itu adalah Lea Noona. Dokter Vereon sebelumnya, atau mungkin juga dokter dari Dita. Tapi ini tidak benar, kenapa dia menangis meraung didalam dekapan Namjoon Hyung? Dan Denise. Ada apa? Apa yang sudah terjadi?!. . . .  Kumohon tuhan, Tolong jangan lagi terjadi. Jangan ambil dita-ku. Kau sudah mengambil anakku, mohon jangan juga kau ambil istriku.

Aku tidak bisa merasakan kakiku. Seolah mereka tidak memiliki tulang untuk menyangga beban tubuhku. Aku bersandar di dinding, menopang beratku disatu sisi dengan  tangan. Aku melangkah pelan, satu, dua, tiga, terus pelan. Semakin mendekat, kurasakan udara semakin menipis, aku berusaha meraup yang ku bisa. Memasukannya memenuhi ruang paru-paruku.

Ini tidak benar-benar terjadi. Dita istriku masih hidup di suatu tempat. Dan aku masih tertidur di ranjang paviliun kakek ku. Aku membodohi diriku sendiri dengan terus menanamkan aroma alkohol menguar dari tubuhku, namun kenyataannya tidak ada apapun selain aroma sabun dan parfume yang ku semprotkan sebelumnya.

Aku ingin memejamkan mataku dan berharap aku berada disana saat aku membuka mata. "Dita-ku masih hidup, dita-ku masih hidup, dita-ku masih hidup. . . ." Eoh tuhan ingin rasanya aku menusuk sendiri dadaku dengan pisau, ini sangat menyakitkan. Aku sesak. Aku sesak nafas. Perasaan ini begitu mencekik ku.

"Kim Taehyung!" Aku mendengar seseorang memanggil namaku dengan suara parau. "Tae. . . Dita. . . Dita. . Dia. . ."

"Jangan katakan! Dita-ku masih hidup. Aku bisa membuktikannya padamu. Dita-ku masih hidup." Aku yakin itu, dita-ku pasti masih hidup.

Aku tidak ingin. Berbicara dengan keparat siapapun yang berani mengatakan dita-ku sudah mati. Aku tidak akan berbicara dengan mereka bahkan jika itu orang tuaku. Aku tidak akan perna berbicara lagi pada mereka.

Dari luar ruangan aku bisa mendengar retakan suara tangisan Jinny. Dia terus meraung seperti sebelumnya, saat ibu Park pergi.

Tidak. . . Ini tidak nyata, istriku tidak akan mati secepat itu. Istriku wanita yang baik, tuhan akan mencintainya. Aku berjalan mendekat ke tempat istriku direbahkan tubuhnya. Dia begitu tenang, sudut bibirnya tertarik dia begitu cantik dan cantik. Aku bisa melihatnya tertidur begitu pulas. Aku tarik sudut bibirku. Istriku sedang tertidur. Kurasa dia tidak cukup istirahat karena beberapa hari ini aku tidak berada di sampingnya. Dita-ku kesulitan tidur tanpa aku.

"Hei, Park Jinny! Apa yang kau tangis huh? Hentikan. . . Hentikan. . . Kau. . . Kau hanya akan mengganggu istrlirahat kakak mu. Dia sedang kelelahan. Di butuh tidur sedikit lebih lama. Jadi . . . Huuussstttt. . . Jangan. . . Jangan berisik." Adik Dita memang benar-benar berisik. Dia terus membuat kegaduhan.

"Taehyung. Kumohon sadarlah, terimalah kenyataan nak. Dita sudah pergi. Dia pergi. Kau harus merelakannya."

Cih! Pria tua ini benar-benar menyebalkan. Apa dia buta? Jelas-jelas istriku sedang tidur pulas. "Pak tua. Kutuk saja istrimu, jangan sekali-kali kau coba untuk mengutuk istriku.  Dia sedang tidur, pak tua. Istriku sedang tidur."

"Eoh ya tuhan, Taehyung tolong sadarlah nak. Dita sudah mati, dia sudah pergi jadi. . ."

"JANGAN PERBAH KATAKAN DITAKU MATI. AKU TIDAK MENGIJINKANMU.!" Dia lancang. . . Dia sangat lancang.

"Dita. . Sayang. . . Kau. . Kau dengar itu, huh?!  Apa Pria tua ini, menganggap ku gila, huh?! Dita bangunlah sebentar, katakan padanya kau baik-baik saja, kau-kau hanya butuh istirahat. . . Kau akan bangun saat sudah lebih baik. . Ka-katakan padanya, ku mohon. Ditaaaaaa. . . Hei. . . Kau akan bangun, bukan?! Dita. . . Dita. . ."

Adakah seseorang yang dapat menjelaskan padaku. Aku melihat ayahku disana. Ayah Park, Jinny, Suga Hyung. . . Mereka semua disana. "Ayah, kenapa Dita tidak bangun?" Ada apa dengan mereka? Kenapa mereka terus diam? Ibu. . Ibuku wanita yang baik. " Ibu, kenapa Dita tidak bangun. . .?"

"Taeeeeee. . . . Dita sudah pergi, sayang."

Apa? Apa yang baru saja ibuku katakan,

"Kim Taehyung. . ."

Itu suara ayah mertua, aku harus bertanya padanya. Aku berjalan kearahnya. "Ayah, Dita. . ."

"Maafkan aku nak, seharusnya aku tidak menyembunyikan apapun padamu. . ."

Apa yang kau sembunyikan?! Tentang apa?!

"Ibu mertuamu pergi menemui mu hanya untuk memberitahumu kondisi Dita yang sebenarnya, namun Somi melukainya. Inilah kenyataan yang harus kau terima, putriku sudah pergi. Untuk selama-lamanya. Terima atau tidak, inilah kenyataannya Tae. Inilah kenyataannya. Ditamu telah pergi bersama anakmu. Belajarlah untuk menerimanya."

Tidak ini tidak benar. Kenapa dia melakukan ini padaku. Kenapa dia menyembunyikan hal ini dariku. Dita membenciku bukan? Kau membenciku, bukan, Dita! Kau menyiksaku sejauh ini karena kau membenciku, bukan?! Lakukan, lakukan apapun tapi jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa hidup di dunia dimana kau tidak ada di dalamnya.

Wajah Dita begitu pucat, tubuhnya terasa dingin, tidak ada jejak kehangatan disana. Mataku tertuju pada wajahnya yang begitu damai. Ada luka cakaran di pipinya. Luka saat aku menamparnya terakhir kali dia membuatnya semakin buruk.

Hatiku benar-benar hambar. Aku tidak dapat merasakan apapun.  Bagaimana aku harus mengatasi hal ini? 

"Ayah. . . . " Justin. . Justin anak ku. Pria kecil ku berada disini.

"Justin. . . Kau. ."

"Apa ayah baik-baik saja?" Baik-baik saja adalah hal yang sulit untuk ku lakukan saat ini, anak ku.

"Tidak. . . . Aku buruk. . . Aku sangat buruk. . .ibu mu J-ya. Ibumu. . ."

"Ibuku mencintaimu., Dan akan tetap seperti itu. ."

Benarkah? Lalu kenapa dia melakukan semua ini padaku. Aku diperlakukan seperti orang idiot. Terus menerus dia memberiku kehangatan tanpa tau ada bilah pisau yang sudah dihunuskan padaku.

"Apa ayah mencintai ibuku?"

Omong kosong apa yang kau tanyakan. . "Tentu aku mencintai ibumu lebih dari hidupku. . ."

"Relakan kepergian ibu, ayah. Dan hiduplah lebih baik. Hiduplah dengan bahagia. Itulah yang selalu diinginkannya. Teruslah tersenyum, hanya itu yang diinginkannya sepanjang hidup bersamamu. Ibu begitu mencintaimu. Dan jika ayah mencintainya, kau harus membiarkannya pergi. Dunia ini terlalu menyakitkan untuknya. Hidupnya hanya akan Penuh kesakitan. Ini yang terbaik. Tidak akan ada lagi rasa sakit. Ibu tidak perlu lagi bersembunyi saat darah keluar dari hidungnya. Ibu tidak perlu lagi bersembunyi saat sakit teramat sangat mulai menyerangnya selama ini. Ibu tidak akan kesakitan lagi."

Eoh tuhan. Begitu banyak kesakitan yang diterima Dita. Kesakitan yang kuberikan. Kesakitan yang kau berikan. . Ini terlalu banyak untuk wanita sebaik Dita. Hatiku hancur mendengar penuturan anak ku. Dita bersembunyi disudut yang sunyi. Menahan kesakitan seorang diri. Sedangkan aku terus menyiksanya tanpa ampun. Aku bodoh! Aku sangat bodoh. Seharusnya aku tau, perubahan sifat Dita yang terlalu jauh. Seharusnya aku menyadari segalanya. Ini konyol. Sampai di akhir aku tetap bajingan yang sesungguhnya. Aku meninggalkannya dalam penyiksaan.
.
.
.
.
.
.

terimakasih untuk waktumu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang