"Dita!" Sapaku padanya yang sedang duduk berkutat dibalik meja kerja di Mension Park.
Dia terlihat terkejut dengan kemunculanku. " Apa yang sedang kau lakukan. Boleh aku masuk?"
Sejenak dia mengerucutkan bibirnya yang . . . Ya tuhan dia terlihat seperti gadis yang ku kenal belasan tahun lalu. Begitu menggemaskan.
Dita menghela nafas panjang sebelum akhirnya dia berdiri merapikan berkas- berkas dihadapannya.
"Hanya beberapa berkas yang harus kutangani. . . Kim Taehyung. . . Kenapa kau turun dari tempat tidurmu? Kau belum sepenuhnya pulih, seharusnya kau banyak beristirahat agar kondisimu cepat membaik." Dia terdengar seperti seorang ibu yang memarahi anaknya dan aku menyukai hal itu.
"Aku merasa bosan. Tempat ini sedikit asing denganku meski beberapa hal tampak familiar." Dia menatapku dengan sedikit ketidak sukaan. Dita berdiri bersandar di meja kerjanya dengan lengan yang terlipat. Aku berjalan mendekat meskipun tidak benar- benar dekat. Ada jarak yang cukup untuk memisahkan kami.
Entah bagaimana, aku merasa ada yang tidak benar dengan Dita. Hanya perasaanku saja atau memang dia terlihat sangat pucat?
"Apa kau sedang sakit? Wajahmu terlihat sangat pucat."
Aku bersumpah melihat keterkejutan diwajahnya saat aku menanyakan tentang kondisinya. Seolah pertanyaanku sangat tidak terduga. Apakah aku seburuk itu? Tidak pernahkah aku bertanya tentang kondisi Dita sebelumnya huh?
Lagi-lagi dia menghela nafas panjang. " Seperti yang kau ketahui, aku baru keluar dari rumah sakit belum lama ini. Dan ada banyak hal yang harus ku kejar."
"Maaf! Aku. . . Aku rasa aku sudah mulai membaik, aku akan kembali ke. . ."
"Tidak seperti itu, Taehyung-ah! Aku sudah memutuskan untuk bergabung dengan perusahaan ayahku, dan beberapa hal harus ku tangani secepat mungkin atau proyek ini akan tertunda dan itu berarti kerugian untuk perusahaan kami. Aku istrimu, merawatmu adalah tugasku. Sesibuk apapun, aku akan tetap kembali untuk merawatmu."
Kami baru saja melakukan gencatan senjata dan aku sudah membuatnya kelelahan? Dita benar- benar sial menikah denganku. Aku mendengus keras, mengutuk diriku sendiri yang tidak berguna.
"Duduklah! Aku akan membuatkan teh pu-er untukmu."
Belum sempat aku menolak Dita lebih dulu memunggungi ku, dan mulai meracik teh pu-er untuk kami.
Aku menatap punggung kecilnya, namun ada hal aneh yang mengganjal di hatiku. "Dita! Apa kau baik- baik saja?"
"Huh?" Dia terdengar terkejut oleh suaraku. Apa dia benar- benar tidak mendengarku?
"Dita apa kau baik- baik saja? Kau terlihat cukup aneh hari ini."
Dia terus memunggungi ku dan entah apa yang sedang dilakukannya. Dia terus mengambil tisu dari waktu ke waktu. Apa dia menumpahkan teh ku? Aku tidak tau. Yang jelas cukup banyak mataku melihat tisu yang di ambilnya.
"Eoh beberapa hari belakangan ini udara cukup lembab. Dan kondisi tubuhku tidak cukup bagus. Aku terus bersin sepanjang hari dan itu sangat menggangguku." Saat mengatakannya dia beberapa kali mendengus marah. Sembari mengusap hidungnya. Dan hal itu menjawab pertanyaanku. Dia pilek, itulah kenapa dia mengambil tisu berkali-kali.
"Sudah jadi. . . Tarraaaaa. . . ." Ucap Dita sembari berjalan mendekat ke arahku.
"Dita apa kau yakin tidak ingin pergi kerumah sakit? Hidungmu sangat merah, kurasa flu mu cukup parah. . . Ayo! Biarkan aku mengantarmu."
"Tidak perlu! Cukup satu kecupan dan kau bisa melihatku lebih baik."
Apa? Apa yang baru dia katakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
terimakasih untuk waktumu
Fanficjika orang berfikir menikahi seorang CEO tampan, pendiam dan sempurna adalah hal terbaik sepanjang hidupmu, tapi tidak denganku. aku begitu mencintai suamiku, aku melakukan segala hal agar aku bisa bersanding dengannya. namun hal ini menjadi semakin...