bagian 22

352 75 8
                                    

Taehyung pov

Ini adalah kali pertama aku berkunjung kekediaman pribadi Dita. Aku tidak pernah mendengar dirinya membeli satu unit hunian sederhana tersebut dan itu membuatku terkejut.

Aku bisa merasakan kedamaian di tempat ini.  Tidak heran jika dia membelinya untuk vereon kami karena disini memanglah sangat layak.

Tidak jauh dari kediaman minimalis ini, berdiri bangunan panti cukup besar. Aku yakin, panti tersebut pasti berdiri dengan kokoh berkat istriku. Bolehkah aku membanggakan diri atas kemuliaan hati istriku, huh?! Bersyukur dan bersyukur, itulah yang ada didalam hatiku untuk Dita.

"Tuan Kim, aku akan kedalam lebih dahulu. Tunggulah beberapa saat bersama Justin, aku akan membersihkan kamar vereon lebih dahulu..."

"Aku akan membantumu." Tegasku menyela ucapan Dita sebelum dia bisa menyelesaikannya.

Aku bisa melihat kepanikan diwajahnya. "Disana cukup kotor. ."

"Aku akan membantumu membersihkan semuanya. Dengan begitu segalanya akan lebih mudah." Ucapku lagi berusaha mematahkan penolakannya terhadap ku.

Dita mendesah pasrah dengan kekerasan kepalaku. Dengan enggan dia berjalan mendahului kami. Aku menggendong Justin didalam dekapanku. Aku berjalan melewati pintu kecil seputih gading. Mataku sontak membola, begitu kornea mataku menangkap bercak-bercak merah mengotori lantai marmer yang sangat kontras akan warna merah darah yang mulai mengering. Dengan tubuh bergetar, kuseret kakiku mengikuti jejak-jejak noda darah di lantai. Semakin dalam aku masuk, semakin bergetar hebat tubuhku. Aku menjejakkan kaki ku kedalam salah satu ruang, dimana jejak darah semakin banyak. Kakiku seperti jeli, aku kehilangan kekuatan diatas pijakan kakiku. Dengan Justin masih berada didalam dekapan, tubuhku merosot diatas lantai marmer yang dingin. Aku bisa menebak kamar siapa yang kami singgahi sekarang.

"Apa yang telah terjadi?" Tanya ku pada Dita dengan mulut yang bergetar.

Aku merasakan kehadiran Dita di balik punggung ku. "tidak terjadi apapun. Vereon hanya kelelahan, dan dia mengeluarkan sedikit darah dari hidungnya. . . "

"Sedikit?! Dita! Kau tidak menganggap ku buta, bukan? Aku bisa membedakan sedikit banyak, Dita Kim! Ku mohon jangan perlakukan aku seperti orang idiot!" Bagaimana bisa Dita melakukan ini padaku. Didepan bukti nyata dia memuntahkan omong kosong. "Aku tidak bodoh, Dita!" Aku ingin melemparkan banyak tuntutan padanya, namun aku terlalu kaget dan. . . . Bibirku Kelu,

"Bisakah kau memberiku waktu untuk sendiri?" Tanya ku pada akhirnya.

Tidak ada jawaban, namun dia tidak menolak. Aku menyerahkan Justin pada Dita, dan menutup rapat pintu kamar vereon.

Ini pukulan yang cukup banyak bagiku. Disudut begitu banyak darah kering tercekat di atas alas lantai. Karpet yang semula berwarna biru pekat nyaris menghitam. Bisa saja aku salah melihat noda tersebut, namun lantai marmer yang tidak tertolong, masih menampakkan warna merah.

Tubuhku merosot, aku sudah tidak perduli dengan dinginnya lantai yang bisa saja menyakiti tubuhku, karena apa yang dirasakan vereon ku pasti jauh lebih menyakitkan dari apa yang kurasakan sekarang.

"Maafkan aku, maaf. . . . Maafkan aku. . Aku sangat buruk. . Maafkan aku,  Seharusnya tidak berakhir seperti ini. Maafkan semua kesalahanku. . . Aku telah melukai mu. . . Aku mencintaimu, sangat dan sangatttttt. . . Apa yang harus kulakukan, vereon-ah! Apa yang harus kulakukan untukmu. . . Kesalahan. . . Semuanya menjadi kesalahan. Ini menyakitkan, vereon-ah! (Taehyung memukul dadanya sendiri dengan kuat) disini. . . Ini menyakitkan. . . Ini sakit. . "

Aku terduduk bersimpuh di depan  tempat vereon terakhir kalinya berada. Aku memeluk tubuhku sendiri, Merasa kesakitan didalam hatiku. Ini sangat menyakitkan, begitu perih untuk dirasakan. Mataku tidak hentinya mengeluarkan air mata. Bibirku terus bergetar, menyebut nama anak ku seperti pisau tajam yang menghujam jantungku ribuan kali. Sangat, sangat dan sangat menyesakkan.

Aku rebahkan tubuhku diatas karpet yang pernah menjadi tempat vereon ku. Ada aroma besi yang pekat, dan sekilas, aku bisa mencium aroma khas tubuh vereon ku. Dita sangat menggilai aroma bayi, diusia anak kami, dia tetap memberikan aroma bayi setiap harinya dan aku sangat menyukainya.

"Tidak ada lagi vereon. tidak ada lagi, bayi besarku. Dimalam datang, tidak ada siapapun yang akan aku lihat seperti sebelumnya. Tidak ada lagi. .  . . Apa kau membenciku, hum?! Kau pergi tanpa mengatakan apapun. Kau. . . Kau bahkan belum pernah memanggil ku sebagai ayahmu. . . . Apa kau membenciku. . . . Ya! Kau membenciku, vereon. . . Kau sangat membenciku. . ."

Aku menatap langit-langit Sebelum lenganku digunakan untuk menutupi mata sembab ku. Terlalu banyak. Emosi yang kurasakan terlalu banyak. Aku mulai tidak sanggup untuk menahannya.  Aku berharap, vereon akan datang mengulurkan tangannya dan mengangkat sedikit beban ku. Aku ingin mendengarnya. . . . Ini konyol, bahkan mustahil.
.
.
.
.
.



terimakasih untuk waktumu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang