bagian 5

928 138 23
                                    

Aku berdiri di depan nisan ibu dan anakku. Aku tersenyum getir merasakan tetesan air hujan membasahi wajahku. Bahkan langit ikut menangis, seolah langit bisa merasakan kesedihanku.

Alisku bertaut merasakan air tak lagi mengguyur ku. Aku yakin telah mengusir semua orang untuk memberiku waktu sendiri bersama vereon dan ibuku. Namun sekarang seseorang dengan setelan hitam dan payung hitam berdiri dibalik punggungku. Aku tidak benar- benar berbalik menatapnya, dari aroma parfumnya aku sudah mengetahui, dia adalah Taehyung mantan suamiku.

"Apa yang sudah terjadi. Dia baik- baik saja sebelumnya.?!" Suara rendah Taehyung menggelitik pendengaranku.

Aku menerawang jauh menatap nisan anak ku. Aku menarik seutas senyum di tampilan wajahku.

"Tidak ada apapun yang terjadi, Kim Taehyung. Anak ku hanya merasa kelelahan." Ucapku sebelum aku menghela nafas panjang. "Seperti yang kau katakan, dia baik- baik saja sebelumnya." Imbuhku membohonginya.

Tidak ada alasan bagiku untuk menjelaskan padanya. Dia tidak akan perduli sekalipun dia mengetahui kebenarannya.

"Gerimis semakin deras, sebaiknya kau cepat kembali. . . ."

"Apa kau mengkhawatirkanku sekarang, Kim Taehyung.?" Ucapan Taehyung sedikit menggangguku, aku tidak ingin mendengar perkataan yang seolah dia begitu perduli padaku dan membuatku melemah. Aku berusaha menghentikan ucapan sebelum dia bisa menyelesaikannya.

"Haruskan aku perduli padamu hanya untuk mengatakan hal yang logis?"

Dialah Kim Taehyung. Dan benar- benar Kim Taehyung. Taehyung yang selalu dingin terhadapku dan vereon.

Ya! Untuk apa dia perduli.

Aku mendongakkan wajahku, menatap kearah mata gelapnya. Aku tersenyum tulus padanya, namun aku bisa melihat dahinya berkerut dalam saat menatap lekat wajahku.

Kenapa? Untuk apa tatapan itu? . . .   Aghhhh ya! Wajahku cacat sekarang, itulah sebabnya dia mengerutkan dahinya.

"Kenapa kau kemari, Kim Taehyung? Apa Somi mengetahuinya?

Tidak salah bukan, jika aku bertanya seperti itu?

"Apa yang salah dengan itu? Aku datang kepemakaman anak ku, jika kau lupa."

Huh? Apa? Anaknya? Apa telingaku benar- benar bermasalah sekarang? Ingin sekali aku membalas perkataannya namun aku terlalu malas untuk sekedar membuka mulutku.

"Kau basah kuyub, sebaiknya kau kembali. . . . . Biarkan aku mengantarmu."

Apa ini? Adakah seseorang yang bisa memberitahuku, apa yang sedang terjadi? Seorang Kim Taehyung menawariku sebuah tumpangan? Kenapa? Kenapa baru sekarang? Untuk apa? Merasa bersalah? Tidak.  . . Tidak. . . Kami tidak sedekat itu. Taehyung dan aku tidak bisa berada ditempat yang sama.

Aku tersenyum tulus. " Tidak diperlukan, aku bisa naik taksi . . . ."

"Tidak ada penolakan Dita Kim!"

Suara Geraman Taehyung mengejutkanku. Beruntung aku bisa menutupinya dengan baik sehingga dia tidak mendapatkan momen keterkejutan ku.

"Kim Taehyung! Kita sudah bercerai, kau ingat!?"

Kenapa harus menunggu terang kau baru pergi? Kenapa harus menunggu kehilangan kau baru menyadari semua ini, huh!? Hatiku sudah berdarah-darah, luka- luka ku sudah meng-ngangah. Sikapmu yang seperti ini hanya akan membuat luka baru untuk ku.

Aku bersyukur hujan turun cukup lebat, dan air mataku yang jatuh tersamarkan. Disela tangis ku aku tersenyum lebar. " Kita belum benar- benar bercerai, Dita. Selama aku belum menyerahkan berkas itu pada pengacaraku, kau masih tetap istriku. Dan aku memberi perintah padamu untuk kembali bersamaku."

terimakasih untuk waktumu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang