~ 18. Rindu ibu

155 20 11
                                    

Assalamualaikum para readers ku tersayang, aku upnya di majuin ya. Soalnya kuota authornya sekarat hihi :>

Yuk posisikan diri kalian di tempat ternyaman buat baca part ini:)

Selamat membaca^^

***

Arrayan mengetuk-ngetuk ujung pulpennya di atas meja hingga menimbulkan suara yang sedikit berisik. Lelaki itu melamun di jam pelajaran. Ia masih memikirkan kejadian kemarin, dimana mantan Aqila tiba-tiba datang. Arrayan memang terlihat cuek, namun ia bisa paham bagaimana tatapan Aqila yang terlihat seperti takut, sedangkan lelaki itu terlihat seperti lebih mendominasi Aqila dengan tatapan tajam nan dinginnya.

Satu pertanyaan dibenaknya. Mengapa Aqila takut pada lelaki itu?

"Woy ngelamun mulu lo," bisik Arvin agar tidak terkena omelan guru matematika.

Arrayan tersadar dari lamunannya saat merasakan Arvin menyenggol lengan kirinya.

"Perhatiin, murid pintar diamuk guru killer, 'kan enggak lucu," cibir Arvin dengan tatapan fokus ke depan memperhatikan guru matematika yang terkenal killer di SMA Bima Sakti.

"Baik, kalian bisa berkumpul dengan kelompok masing-masing untuk mengerjakan soal dari saya," ucap guru matematika tersebut sembari membagikan beberapa lembar soal ke bagian depan barisan masing-masing.

Semua murid langsung berhamburan untuk berkumpul dengan kelompoknya masing-masing. Mereka menggabungkan beberapa meja agar memudahkan mereka dalam berdiskusi. Begitu pun dengan kelompok Aqila yang melakukan hal sama. Setelah selesai, mereka pun mulai berdiskusi dengan tenang.

Di kelas XII IPS 2 ada tiga siswa yang berprestasi yaitu Aqila, Arrayan dan Aksa. Maka dari itu, guru matematika membagi murid di kelas Aqila menjadi tiga bagian, dimana setiap kelompoknya terdapat satu siswa berprestasi. Tujuannya agar mereka dapat dengan mudah belajar dari ketiga siswa tersebut sekaligus untuk mempersiapkan ujian nasional yang beberapa minggu lagi akan mereka hadapi.

Di sela-sela menjelaskan cara-cara dan rumus dari soal yang ada di lembaran kertas, Arrayan sesekali melirik Aqila yang juga tengah melakukan hal sama sepertinya. Hari ini gadis itu sepertinya terlihat baik-baik saja, mungkin kejadian kemarin pun bukan sesuatu yang serius. Arrayan menghembuskan nafas lega.

"Arrayan, kalau yang ini bagaimana?" Dini yang satu kelompok dengan Arrayan mencodongkan tubuhnya dan berbicara tepat di dekat telinga Arrayan membuat lelaki itu menoleh sembari meliriknya sinis.

"Jaga sopan santun lo!" Arrayan berucap dengan tatapan yang tajam hingga nyali gadis itu menciut.

"Sorry," cicitnya, lalu menunduk merasa bersalah.

***

"Adena gue yakin banget Aksa bener-bener suka sama lo?!" heboh Aileen setelah melihat ada buket bunga mawar merah di loker temannya itu.

"Tapi dia belum nembak lo secara langsung, 'kan?"

Aileen mengangguk, menyetujui perkataan Aqila membuat Adena menoleh menatap Aqila dan Aileen secara bergantian.

"Terus gue harus gimana?" tanya Adena polos.

Pletak!

Aileen menjitak dahi Adena membuat sang empu meringis kesakitan.

"Lo pura-pura enggak tahu," jawab Aileen.

"Kenapa harus gitu?"

"Sebagai cewek lo harus jual mahal dikit." Kali ini Aqila yang menjawab.

Takdir yang tak berpihak ( END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang