~64. Berduka

78 10 0
                                    

Aku ingatkan kembali untuk votmentnya ya teman-teman sebelum membaca. 

Selamat membaca^^

***

Pemakaman Arrayan dipenuhi dengan air mata. Kepergian Arrayan benar-benar mengguncang keluarga serta teman-temannya, terlebih Tsania. Tak henti-hentinya wanita itu menangis selama proses pemakaman putranya. Kepergian putranya seperti mimpi buruk baginya. Namun, pemakaman berjalan dengan lancar.

Kini satu persatu orang-orang yang datang ke pemakaman Arrayan pulang. Namun, Aqila masih duduk di sebelah makam Arrayan tanpa ada niat untuk beranjak. Sontak Aileen yang nampaknya baru datang, langsung menghampiri Aqila.

"Lo sungguh meninggalkan gue."

"Padahal lo bilang hanya lelah dan butuh istirahat."

"Ini istirahat yang lo maksud?" Aqila berucap lirih.

"Aqila." Aileen memeluk erat tubuh sahabatnya yang terlihat sedih, namun tidak mengeluarkan air mata sama sekali.

"Tuhan mengambil mereka lagi Len," adu Aqila pada Aileen.

"Kenapa takdir selalu mempermainkan gue?"

Lelah. Hanya kata itu yang mampu Aqila katakan. Dia lelah dengan takdirnya yang seolah-olah tidak mengizinkannya bahagia dengan orang-orang yang dia sayangi. Aqila juga tidak tahu, apa sebenarnya yang Tuhan rencanakan dalam takdirnya.

"Jangan bicara seperti itu Aqila." Aileen menggelengkan kepalanya. Kali ini Aileen menangis, karena sedih sekaligus terbawa suasana.

***

Ketika semua orang sudah pergi, Aksa masih memilih untuk tetap bersama sahabatnya. Aksa berjongkok tepat di sebelah makam Arrayan. Aksa hanya menatap gundukan tanah tersebut tanpa suara. Bohong, jika dirinya tidak sedih seperti yang lainnya. Mana mungkin dia tidak merasa kehilangan setelah kepergian sahabat terbaiknya?

"Lo meminta hal itu, karena lo tau akan pergi, 'kan?" Suara Aksa terdengar serak. Lelaki itu menahan tangisnya.

Aksa menunduk dan saat itu juga air mata yang sekuat tenaga dia tahan, akhirnya keluar juga. Namun, dengan cepat dia menengadahkan kepalanya, menghalau agar air matanya tidak jatuh lebih banyak. Dan tiba-tiba saja, dia teringat permintaan Arrayan beberapa hari lalu, saat mereka mengadakan kemah.

Flashback on***

"Lo juga mencintai Aqila,'kan?" tanya Arrayan to the point.

Aksa terkejut saat mendapat pertanyaan itu dari Arrayan. Namun, sebisa mungkin, ia menyembunyikannya dengan raut wajah tenang.

"Gue tau kalau selama ini lo memang mempunyai perasaan yang sama seperti gue ke Aqila," lanjut Arrayan dengan matanya yang fokus ke depan.

"Kenapa lo sembunyikan perasaan lo?" tanya Arrayan lagi membuat Aksa menghela nafas panjang.

"Karena lo lebih pantas untuk dia," jawab Aksa lalu menyandarkan tubuhnya.

Arrayan terdiam beberapa saat.

"Mungkin hidup gue nggak akan bertahan lama dan sudah pasti gue nggak akan bisa bersama Aqila lagi." Arrayan menghentikan ucapannya untuk menatap Aksa yang juga sedang menatapnya, menunggu kelanjutan dari ucapannya.

"Gue percaya kalau lo pasti bisa membahagiakan Aqila," lanjutnya yang diakhiri senyum tipis.

"Berikan dia kebahagiaan yang seharusnya dia dapat. Jangan buat dia menangis walaupun menangis, harus air mata kebahagiaan," pinta Arrayan.

"Lo bisa penuhi keinginan gue sa?" tanya Arrayan karena, sahabatnya masih diam tak bergeming.

"Bagaimana, jika dengan gue dia pun nggak bahagia?" Aksa balik bertanya.

Arrayan tersenyum tipis, "Berusaha dulu, karena usaha tidak akan mengkhianati hasil."

"Kenapa harus gue Ar?"

"Karena gue percaya sama lo."

Aksa tidak tahu harus mengatakan apa. Sebenarnya hati Aksa masih mencintai Aqila, namun Aksa tidak bisa yakin 100% kalau dirinya bisa membahagiakan Aqila, seperti Arrayan membahagiakan gadis itu. Di awali helaan nafas panjang, Aksa pun mengangguk, menyetujui.

Flashback off***

Ternyata selama ini Arrayan sudah tahu bahwa dia mencintai Aqila. Itu sebabnya Arrayan memintanya untuk menggantikan sahabatnya itu demi membahagiakan Aqila setelah kepergian lelaki itu. Namun, bukan ini yang Aksa inginkan. Bukan kepergian Arrayan.

****

Aqila berjalan gontai. Tatapannya begitu kosong seakan-akan tidak ada semangat hidup di dalamnya. Sekarang dia tidak tahu kemana tujuannya. Dia hanya mengikuti langkah kakinya yang entah kemana membawanya. Hari ini, hujan begitu deras, namun tidak menghentikan Aqila yang masih saja menyusuri jalanan yang ramai akan kendaraan berlalu lalang itu.

Aqila berhenti di trotoar jalan. Kepalanya menengadah untuk menatap langit yang begitu gelap, seolah-olah langit pun ikut berkabung atas kepergian Arrayan. Tiba-tiba kedua mata Aqila memanas. Gadis itu menangis di bawah guyuran hujan sembari memukul-mukul dadanya yang terasa sesak.

"Arrayan," lirihnya begitu pilu membuat orang-orang yang berlalu lalang memperhatikannya dengan berbagai tatapan.

"Kenapa kau lakukan ini Tuhan?" Aqila kembali menengadahkan kepalanya, seakan-akan dia tengah berbicara pada Tuhan.

"Apa kau puas telah merenggut semuanya dariku?!" teriak Aqila yang kini sudah menjadi pusat perhatian orang-orang.

"Pertama kau merenggut seorang ibu dariku, lalu papah, Adena dan sekarang kau pun merenggut lelaki yang ku cintai?!" suara Aqila merendah.

"Apa kesalahanku sehingga kau terus merenggut semuanya." Aqila menjeda ucapnnya karena tangisnya yang tersedu-sedu." Apa Tuhan?" lirihnya.

Setelah mengatakan itu, Aqila menjatuhkan diri ke tanah. Tak lama hujan pun turun membuat air matanya bercampur menjadi satu dengan air hujan.

"Aku menyerah, aku lelah dengan semua ini," lirih Aqila lagi dengan bahu yang bergetar.

Cukup lama ia di bawah guyuran hujan yang membuat tubuhnya menggigil. Namun, tiba-tiba dia melihat sesuatu. Ada sebuah mobil yang melaju begitu cepat dari arah kiri. Perlahan Aqila bangkit dari posisinya. Pikiran pendek Aqila, mengatakan kalau dirinya harus menyebrangi jalanan. Sepertinya hanya dengan melakukan ini dia tidak akan merasakan sakit, karena kehilangan lagi.

Aqila berdiri tepat di tengah-tengah jalan. Kedua tangannya mengepal serta kedua matanya terpejam, bersiap untuk menerima hantaman mobil yang berkecepatan tinggi dari sebelah kirinya. Suara teriakan orang-orang pun tak dihiraukan oleh Aqila. Dia terlalu putus asa sehingga melakukan hal berbahaya seperti ini.

Sebentar lagi, mobil itu akan menghantam tubuhnya. Namun, tiba-tiba saja ada seseorang yang menariknya kembali ke tepi jalan. Seketika kedua mata Aqila terbuka dan nampaklah sosok Aksa.

"Lo gila? Ngapain berdiri disana?!" Tanpa sadar Aksa membentak Aqila.

"Lo bisa tertabrak Aqila. Dimana otak lo hah? Lo ...." Aksa tidak melanjutkan kalimatnya lagi ketika melihat Aqila yang menangis. Tanpa mengatakan apapun, Aksa membawa Aqila ke dalam pelukannya. Sungguh, Aksa sangat takut ketika melihat Aqila hampir saja bunuh diri. Andai saja dia tidak melihat Aqila, kemungkinan rencana bunuh diri Aqila akan terjadi.

"Gue lelah Aksa," lirih Aqila di dalam pelukan Aksa.

"Gue mau mati aja." Aqila hendak keluar dari pelukan Aksa, namun ditahan oleh Aksa. Lelaki itu semakin memeluk erat Aqila, tidak membiarkan gadis itu pergi kemana pun.

"Tapi gue nggak akan biarkan lo mati."

===✨===

TBC

Gimana part-nya teman-teman?

Oh iya aku mau tanya, kalian tau cerita ini dari mana? Tolong kasih tau lewat kolom komentar. 

See you di bab selanjutnya. 

Follow instagram: 

Takdir yang tak berpihak ( END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang