~40. Debaran aneh

105 8 0
                                    

Selamat membaca^^

***

Sepulangnya Arrayan dari apartemen, ia langsung disambut hangat oleh pemandangan kebersamaan dari kedua orang tuanya. Rasa bahagia menghinggapi hatinya melihat keharmonisan keluarganya. Arrayan menghampiri mereka yang sedang duduk di ruang tamu bersama ditemani secangkir teh di tangan mereka masing-masing.

Arrayan masih mempertahankan senyum di wajah tampannya. Arrayan bersyukur karena Tuhan menghadirkannya sosok keluarga yang sangat mencintai dan menyayanginya. Arrayan sering melihat, masih banyak orang di luaran sana yang keluarganya hancur dan anak yang kurang kasih sayang orang tua. Namun, lihatlah ia sekarang. Arrayan benar-benar merasa mendapatkan berkah karena berada di tengah-tengah keluarga Abayomi. 

Kehadiran Arrayan tentunya disadari oleh Toni. Pria itu menatap putranya dengan heran, karena Arrayan tengah melamun. 

"Ar, kenapa hanya berdiri di sana?" panggil Toni membuat Arrayan tersadar dari lamunannya,

Arrayan menggelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis.

"Sini." Toni menepuk sofa sebelahnya yang kosong, meminta sang putra untuk duduk di sebelahnya.

Arrayan pun mengangguk kemudian ia duduk di sebelah sang papah.

"Kenapa melamun? Kamu lagi galau?" tanya Toni yang diakhiri kekehan, membuat Arrayan mendengus, namun tidak lama ia pun ikut terkekeh.

"Arrayan cuma senang lihat kalian yang bahagia," jawabnya sembari menatap kedua orang tuanya secara bergantian.

Tsania dan Toni tersenyum penuh arti saat mendengar hal itu keluar dari bibir putranya.

Toni merangkul pundak sang putra sambil menepuknya pelan," Papah lebih bahagia, karena kamu putra papah dan mamah."

Toni menarik nafas sebelum berbicara kembali." Ar, dua minggu lagi kamu ke Amerika," ucap papahnya secara tiba-tiba membuat Arrayan terkejut.

"Kenapa cepat sekali pah?" tanya Arrayan dengan raut wajah terkejut.

"Masih banyak yang harus kamu persiapkan untuk ujian masuk universitas di sana Ar. Kalau nanti bolak-balik itu cuma bikin kamu capek," jawab Toni kemudian menyesap tehnya lagi.

"Mamah sama papah juga sudah membicarakan hal ini. Mamah kamu setuju kalau kamu berangkat ke Amerika sebulan sebelum kuliah dimulai," lanjut Toni. 

Cukup lama Arrayan terdiam memikirkan ucapan sang papah. Secepat itukah ia harus ke Amerika. Bukankah papahnya mengatakan, bulan depan dia terbang ke Amerika? Tapi kenapa sekarang jadi berubah?

Sebenarnya ada perasaan aneh di hati Arrayan setelah mendengar keprgiannya ke Amerika dipercepat. Seperti ada perasaan tak rela, namun Arrayan segera mengenyahkan rasa aneh itu dari hatinya. Orang tuanya memiliki harapan besar terhadapnya untuk berkuliah di luar negeri. Berkuliah di Amerika juga salah satu mimpinya. 

"Papah tau, kamu nggak bisa jauh dari qila," goda Toni setelah melihat sang putra yang sempat termenung setelah diberitahu keberangkatannya dipercepat. 

Arrayan terkejut saat papahnya mengatakan itu. Apakah wajahnya begitu terlihat bahwa ia tidak bisa jauh dari gadis itu?

Toni terkekeh," Papah juga pernah muda Ar. Jadi, papah tau gimana perasaan anak muda jaman sekarang kalau lagi LDR-an."

Setelah mengatakan itu Toni dan Tsania terkekeh mendengar helaan nafas yang keluar dari mulutnya putranya.

"LDR-an itu memang nggak enak, tapi kalau kalian saling percaya papah yakin kalian bisa menjaga hubungan kalian."

Takdir yang tak berpihak ( END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang