kisah yang kelam|3

7.4K 306 11
                                    

Hai aku gk up lama banget ya? Maaf ya soalnya sibuk banget baru bisa up sekarang deh hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hai aku gk up lama banget ya? Maaf ya soalnya sibuk banget baru bisa up sekarang deh hehe

Jangan lupa vote komen. Ramehin setiap paragraf nya

Bahkan untuk sekedar senyum
Pun rasanya sudah lelah
Latasya Aurora Eva.

*****


Setelah melampiaskan kemarahannya yang membabi buta, ayah pergi meninggalkan Aurora yang tergeletak tak berdaya di lantai. Darah mengalir pelan dari pelipisnya, membentuk genangan kecil di bawah kepalanya yang pingsan.

Bi Esih, yang sedari tadi bersembunyi di sudut ruangan, segera berlari mendekati Aurora begitu majikannya pergi. Hatinya teriris melihat gadis muda itu dalam keadaan yang begitu menyedihkan. Dengan tangan gemetar, ia memeluk tubuh Aurora yang dingin dan lemah. Air mata yang sejak tadi tertahan akhirnya tumpah, membasahi pipinya tanpa bisa dicegah.

"Maafkan Bi, Nak. Maafkan Bi..." ucapnya berulang kali, suaranya pecah di antara isak tangis. Bi Esih memeluk Aurora lebih erat, seolah berharap bisa memberikan kehangatan dan kehidupan pada tubuh yang terluka itu. Di balik tangisnya, Bi Esih berdoa agar keajaiban segera datang menyelamatkan Aurora dari penderitaan ini.

"Non, bangun Non!" Bi Esih menepuk- nepuk pipi Aurora, namun tidak ada sahutan dari sang empu. Ia sangat bingung harus bagaimana mengangkat Aurora tidak mungkin karena ia tidak akan kuat, matanya menelisik sekitar mencari seseorang yang mungkin saja bisa membantunya.

"Non, bangun Non!" Bi Esih menepuk-nepuk pipi Aurora dengan lembut, namun tak ada respon dari gadis muda itu. Panik mulai menguasai Bi Esih, ia merasa bingung harus bagaimana. Mengangkat Aurora sendirian tidak mungkin, tenaganya tidak cukup. Matanya gelisah menelisik sekitar, mencari seseorang yang mungkin bisa membantunya.

"Non, bangun Non. Aduh, gimana ini!" keluh Bi Esih, suaranya dipenuhi kepanikan.

Dengan putus asa, Bi Esih berusaha mencari Mang Jajang agar bisa membantu mengangkat Aurora ke kamar. Namun, lelaki paruh baya itu entah ke mana perginya.

"Si Jajang kemana sih, di cariin malah ngilang," gerutu Bi Esih kesal. Biasanya, tanpa dipanggil pun, Mang Jajang selalu muncul di hadapannya. Tapi kini, saat ia sangat membutuhkannya, lelaki itu justru menghilang.

Setelah mencari-cari tanpa hasil, Bi Esih kembali ke ruang tamu. Di sana, Aurora masih terbaring tak sadarkan diri, tampak begitu rapuh. Dengan segala kekuatan yang dimilikinya, Bi Esih memapah tubuh mungil Aurora, berusaha membawa gadis itu ke kamar.

Setelah menidurkan tubuh Aurora di kasur king size, Bi Esih duduk di tepi ranjang, menatap wajah gadis itu yang penuh luka. Pelipisnya penuh darah, pipinya lebam, dan sudut bibirnya robek. Sesak di dadanya semakin menjadi-jadi, matanya berkaca-kaca. Dengan suara bergetar, ia memanjatkan doa kepada Tuhan agar Aurora segera sadar.

Kisah Yang Kelam[ TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang