Jam istirahat makan siang sudah tiba namun, seorang gadis berambut gelombang masih betah diam duduk dibalik meja kerjanya.
Gadis itu terus saja menggigiti kuku ibu jari miliknya, ia terlihat sedang sangat gugup saat ini, bisa dilihat dari menetesnya keringat sebesar biji jagung dipelipisnya.
"Rahma," panggil seseorang dihadapannya, dia tetap diam, seakan panggilan itu hanya halusinasinya saja.
"Rahma," tetap sama, dia masih diam.
"Rahma," panggilan ketiga berhasil menyadarkan gadis itu dari lamunan, ia menatap seseorang yang memanggilnya tadi.
"Kenapa?" tanya wanita itu, ia memandangi wajah pucat Rahma dengan prihatin, ia merasa khawatir kalau partner nya sedang sakit dihari pertama bekerja, maka dari itu ia berinisiatif untuk bertanya.
"Sa–saya gak papa Bu," jawab Rahma pelan dan juga lumayan gugup.
"Yaelah, ini udah jam istirahat lu panggil nama gue aja kali, gak usah panggil Bu, berasa tua banget gue," perempuan cantik dihadapannya ini terkekeh pelan, menampilkan wajah cantik alami yang ia miliki.
Rahma menggaruk pelipisnya yang tak gatal, bukankah saat ia datang untuk wawancara wanita dihadapannya ini berbicara formal padanya lalu kenapa sekarang dia berbicara non formal?
Seakan tahu hal apa yang sedang difikirkan Rahma, wanita dihadapannya langsung mengatakan hal yang berhasil membuat rasa bingung Rahma hilang.
"Supaya bisa cepat akrab, panggil Naomi aja atau mbak Naomi juga boleh." Rahma tersenyum, gadis itu mengangguk.
"Lu kenapa tadi? Pucet banget tuh muka, bilang sama gue kenapa?" lanjut Naomi, ia penasaran dengan hal yang sedang mengganggu fikiran gadis dihadapannya.
"Gue punya dosa sama pak Arkan mbak," ucap Rahma tanpa melihat kearah Naomi, gadis itu menatap lurus memandangi pintu ruangan Presdir yang tertutup.
"Dosa?" cicit Naomi, wanita itu bingung, dosa apa yang dibuat oleh gadis dihadapannya kepada sang bos sampai-sampai gadis dihadapannya ini tampak sangat gelisah.
"Gue ngebentak dia tadi pagi ditambah gue juga gak hormat sama dia dan yang lebih parah ini hari pertama gue kerja mbak, kalo pak Arkan mecat gue gimana? Gue harus gimana?" Rahma menatap sayu Naomi, matanya menyiratkan permintaan tolong kepada Naomi.
Naomi cukup terkejut dengan ucapan yang keluar dari mulut Rahma, membentak? Dia bahkan tak percaya ada karyawati yang berani membentaknya ditambah dihari pertamanya bekerja, dia sangat salut dengan keberanian Rahma, gadis dihadapannya terlihat sangat berani, nyalinya sangat tinggi.
"Pak Arkan orangnya tegas, dia bahkan gak segan-segan mecat karyawan atau karyawati yang kerjanya gak bener dan mungkin yang gak hormat sama dia," ucap Naomi kemudian mengedikkan bahunya pelan, ucapan Naomi tadi membuat Rahma makin kian tambah resah.
Kalau dia dipecat dihari pertamanya bekerja karena tidak sopannya dia ke bos kan, tidak elit namanya.
"Bener–" ucapan Rahma terpotong ketika seseorang datang ke mejanya dengan memberitahukan sesuatu yang membuatnya kembali tambah cemas dan gelisah.
"Rahma kamu dipanggil pak Arkan ke ruangannya sekarang," ucap Damar dengan mengedipkan sebelah matanya kearah Rahma, pria berlesung pipi yang menjadi idola kedua setelah sang bos di kantor, pria itu dicap sebagai playboy cap kakap yang selalu tebar pesona di manapun dia berada.
Banyak gadis terjerat dengan pesona miliknya, kecuali Rahma dan Naomi yang tak mempan dengan semua jurus yang dimiliki Damar, bahkan Rahma sendiri menganggap damar itu seorang pengganggu ketenangannya, yah walau mereka baru saja bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Burger
RomancePertemuan diantara mereka tidak bisa dibilang mulus, seperti pertengkaran kecil yang mereka alami hanya karena sebuah burger berhasil membuat mereka terikat dalam lingkaran yang sama. Hingga sebuah perasaan asing melingkupi hati mereka masing-masing...