***30. Cerita Kelam***

92 12 0
                                    

Selamat malam ^^

Happy reading...

Hati-hati typo...

***

"Pak, Belum tidur?" tanya Rahma pada Arkan. Rahma mengambil duduk tepat dihadapan Arkan.

Rumah Rahma terlihat sangat ramai hari ini, meskipun waktu sudah menunjukkan malam semakin larut. Rata-rata yang berada di sana adalah para Bapak-bapak setengah baya, mereka berencana untuk begadang di halaman rumah Rahma yang sudah digelar karpet dan dipasangi tenda. Biasanya hal seperti ini sudah sering terjadi, begadang dihalaman rumah yang akan melaksanakan hajat. Sebenarnya hal ini bukanlah semacam adat, hanya saja karena kebiasaan alhasil momen ini semakin terulang ketika ada tetangga yang sedang melaksanakan hajat.

Sebenarnya, hal ini cukup bagus juga. Dengan adanya momen seperti ini, mereka jadi memiliki waktu untuk mengobrol dan bergurau, hal ini juga bisa mempererat tali persaudaraan diantara tetangga, cukup bagus bukan.

"Kamu juga kenapa belum tidur?" tanya Arkan balik.

"Saya gak bisa tidur," balas Rahma. Yang diucapkannya barusan memanglah benar, Rahma tidak bisa tidur saat ini, oleh karena itu ia keluar dari kamarnya untuk mencari udara segar, lalu ia tak sengaja melihat Arkan yang sedang duduk menyender di sofa ruang tamu. "Hmm, Pak. Saya boleh tanya sesuatu gak?" tanya Rahma.

Pandangan Arkan langsung berpindah dari layar ponsel ke arah Rahma. Pria itu menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar pertanyaan yang gadis dihadapannya ini ajukan. "Tanya apa?" jawab Arkan dengan pertanyaan juga.

"Sebelumnya maaf kalau pertanyaan saya lancang." Rahma tampak ragu ketika ingin mengutarakan keingintahuannya. Pertanyaan ini sudah muncul sejak kemarin malam, malam di mana fobia Arkan kambuh dihadapan Rahma. "Sejak kapan Bapak mengidap fobia gelap? Oh, kalo Bapak gak mau jawab gak papa kok, gak usah dijaw-" ucapan Rahma terpotong kala Arkan mulai membuka suara.

"Sejak umur saya sembilan tahun, saat itu-"

**FLASHBACK**

Malam itu, hujan besar melanda kota Purwokerto. Angin yang berhembus juga terbilang sangat kencang. Beberapa kali, kilat petir tampak menyambar membentuk garis cabang bercahaya di angkasa. Namun, hal itu tidak membuat takut para anak-anak yang sedang bermain di dalam rumah besar bergaya klasik tersebut.

"Dalam hitungan ke sepuluh, kalian sudah harus sembunyi ya. Satu...dua...tiga.."

Mendengar hitungan tersebut, anak-anak lain langsung berlarian, mencari tempat persembunyian teraman yang tidak bisa diketahui oleh si anak yang berjaga.

Di ruang keluarga, beberapa orang tua dari anak-anak yang sedang bermain tampak terkekeh pelan ketika melihat tingkah menggemaskan buah hati mereka. Ada sekitar lima orang anak yang sedang bermain termasuk anak yang sedang menjadi penjaga. Ada yang bersembunyi di bawah meja makan, ada juga yang bersembunyi di dalam lemari pakaian yang berada di kamar dekat ruang keluarga, ada juga yang bersembunyi di bawah kolong tempat tidur di kamar yang sama dengan anak yang bersembunyi di dalam lemari. Lalu yang terakhir, anak laki-laki itu bersembunyi di ruang penyimpanan barang-barang antik sang nenek.

Anak laki-laki itu adalah Arkan, Arkan kecil terlihat antusias ketika sedang bermain dengan para sepupunya, dengan kepribadian yang ceria membuatnya sangat lincah ketika berlari. Jarak ruangan tempatnya bersembunyi dengan ruang keluarga tidaklah jauh, hanya menuruni beberapa anak tangga. Ruangan itu berada di samping kanan dapur, ruangan kesayangan neneknya dan termasuk ruang terakhir yang berada di dalam rumah besar ini.

Arkan kecil mulai masuk ke dalam ruangan tersebut, menutup pintu pelan. Kemudian berlari lagi ke arah salah satu meja yang jaraknya sangat dekat dengan kaca. Banyak sekali benda antik yang diletakkan di sana, entah itu vas, guci, piring, gelas, dan berbagai macam benda antik lainnya.

Mr. BurgerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang