***19. Calon Menantu?***

172 22 6
                                    

Holla👋 i'm back...

Happy reading...
Semoga suka ^^

Hati-hati typo :v

...

#Apartemen || 21.30

Gelak tawa seorang gadis menggema dalam apartemen bergaya minimalis itu sedari tadi, gadis tersebut masih terus tertawa ketika mendengar cerita dari sahabatnya.

"Beneran dia nembak lo?" gadis itu kembali tergelak.

"Gue gak yakin itu nembak, orang lebih ke—apa ya? Gue lupa." Rahma menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Gadis itu mendadak lupa dengan kata yang akan diucapkannya tadi.

Awalnya ia bingung, kenapa sahabatnya itu tiba-tiba berteriak ketika memasuki apartemen, beruntung tidak ada tetangga yang melabrak mereka karena merasa terganggu. Suara Rahma itu cukup rendah, ketika ia berteriak suaranya hampir mirip dengan suara pria, ya meski hanya 0,1% mirip.

Rahma bercerita padanya panjang lebar, Tentang sang bos yang tiba-tiba mengatakan cemburu pada komik yang dibacanya, lalu tiba-tiba menyatakan hal yang membuatnya blank seketika. Ketika jam kantor habis, ia langsung pergi dari dalam ruangan, meninggalkan atasannya yang melongo bingung. Masih ada satu berkas yang sebenarnya harus ia handle, hanya saja, gadis itu perlu menghindar dari atasannya untuk sementara waktu. Ditambah, jantungnya tidak akan baik-baik saja jika dekat dengan sang atasan.

"Yakin lo, gak mau sama si Arkan?" tanya Diana pada Rahma.

Rahma melirik Diana sebentar. Gadis itu kemudian meletakkan kepalanya di atas bantal, saat ini mereka sedang berada di atas tempat tidur di kamar Rahma, kepalanya mendadak pusing memikirkan sikap atasannya itu, membuatnya ingin menghilang dari dunia saja.

Sikap Arkan membuatnya ragu dengan perasaannya sendiri, ia bingung. Rahma akui kalau pesona Arkan itu sangat kuat untuk memikat siapapun, wajah tampan, tinggi yang semampai, lalu ditambah dengan jabatan yang memumpuni, siapa yang bisa menolak semua itu? Ia juga tidak menolak, hanya saja, ia merasa tidak pantas bersanding dengan atasannya itu.

"Gue harus gimana ya neng?" Rahma menghembuskan napasnya lelah. Gadis itu menelungkupkan wajahnya di atas bantal.

"Gini...gini, kalo misal Lo juga suka sama Arkan, jangan ragu buat maju, kesempatan gak dateng dua kali," ucapan Diana membuat Rahma mengangkat kepalanya kembali.

Namun, tiba-tiba saja Rahma tergelak, Diana menaikkan sebelah alisnya sebentar. Punggung tangan gadis itu refleks memegang dahi sahabatnya.

"Gak panas, lu kenapa ketawa teh? Kesambet?" Mendengar itu, Rahma pun menggeleng.

"Lucu aja, seorang Diana tiba-tiba mengatakan kalimat bijaksana," setelah mengucapkan itu, Rahma kembali tertawa.

"Aneh lu, omongan gue bener tau," ujar Diana sinis. Namun, Rahma masih terus tertawa, tawa itu kian kencang hingga gadis itu memegang perutnya yang nyeri karena tertawa.

"Udah lah teh, jangan ketawa terus, gue serius ini. Gak ada yang lucu," Diana mulai kesal. Ia memandang datar Rahma yang berada di hadapannya.

"Ekhem, oke, gue berhenti," sebelum sahabatnya itu tambah marah, akhirnya ia mencoba menghentikan tawanya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan.

"Lu bener, tapi gue bingung sama perasaan gue sendiri neng. Jantung gue, dag-dig-dug terus kalo deket dia, cuma, gue ngerasa gak pantes bersanding di sebelah dia. Gue harus gimana?" lanjutnya dengan nada merengek.

Mr. BurgerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang