***17. Pindah Kota***

124 21 4
                                    

Annyeong i'm back hehe

Akhir-akhir ini moodku lagi bagus, jadi ngetik deh. kalo gak bagus jadi males ngetik mon maap ya 😊

Update nya kadang lama kadang cepet, liat mood, kalo mood jelek takut ceritanya jadi ngaco, akhirnya ya begitulah.

Happy reading 😉

...

#Apartemen || 20.20

Hari ini cukup menguras banyak tenaga, para pekerja mulai pulang ke rumah mereka masing-masing, setelah seharian ini sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk. Menuntut mereka untuk terus profesional dan produktif.

Sama halnya dengan seorang gadis yang baru saja pulang dari rutinitas kantornya yang melelahkan, seharian ini tangannya terus menari di atas keyboard, mengetik abjad-abjad huruf di komputer hingga membentuk paragraf-paragraf kalimat. Kalimat yang nantinya akan menjadi sebuah berkas yang sangat penting untuk perusahaan tempatnya bekerja.

Gadis itu beberapa kali menghela napasnya pelan, untuk sekedar mengisi rongga pernapasannya dengan oksigen, berjalan dengan letih menghampiri apartemen miliknya berada. Letak apartemen miliknya yang berada tepat di lantai tujuh dan posisinya yang ada di ujung sebelah kanan kadang membuatnya sangat malas untuk pulang.
Ia sering bertanya pada dirinya sendiri, kenapa ia membeli apartemen di lantai ini?

Suasana sepi di lorong apartemen ketika malam, membuat otaknya terus terlintas hal negatif, membayangkan makhluk-makhluk tak kasat mata muncul di hadapannya membuat ia selalu tak berani melangkah lagi.

Nit~nit~
Klek~

Pintu apartemen miliknya terbuka setelah tangannya menekan tombol sandi yang tepat berada di bawah gagang pintu.

"Di, lu pulang belum?" mata miliknya menyorot memandang setiap sudut apartemen miliknya.
Berusaha mencari seseorang yang namanya ia sebut tadi—sahabatnya.

Beberapa saat menunggu balasan, akhirnya suara teriakan seorang perempuan terdengar dari arah dapur.
"Gue lagi nyuci baju di belakang teh."

Mendengar itu, kaki miliknya kemudian melangkah ke arah sumber suara—arah dapur. Setelah sampai di sana, Ia bisa melihat sahabatnya sedang berkutat dengan setumpuk baju yang berada di dalam sebuah ember.

"Lu nyuci malem-malem, kebiasaan," tegur Rahma. Sudah sering ia melihat sahabatnya mencuci baju pada malam hari. Beruntung ada pengering baju, kalau tidak ada mau di mana sahabatnya menjemur baju yang terbilang masih basah itu?

"Tau sendiri kalo gue sibuk di kafe, lu juga sibuk di kantor. Kita jarang di rumah dari pagi sampe siang, gak ada waktu cuci baju, ya akhirnya gue nyuci baju malem lah, ditambah lu juga minta supaya cepet-cepet bikin proposal tentang pembangunan kafe baru kan, gue udah bikin, tinggal lu liat aja," cerocos Diana.

"Iya sih, gue mau ngomong hal penting sama lu takut lupa, kapan selesai?" Rahma akan membicarakan perpindahannya ke Bandung, agar mereka memiliki waktu untuk bersiap nanti.

"Ini udah selesai."

"Kita makan dulu, baru ngobrolin hal ini."

"Oke," setelah mendengar balasan dari sahabatnya, ia kemudian bergegas pergi ke kamar miliknya untuk membersihkan diri.

Beberapa saat kemudian, ia kembali keluar dari kamar dengan sudah memakai piyama hitam miliknya, make up di wajahnyapun sudah terhapus, ia menggerai rambut gelombang miliknya.

Pada awalnya ia yang memiliki rencana untuk memasak tapi ternyata, ketika ia keluar dari kamar. Dua porsi nasi goreng sudah tersaji di atas meja makan, selama apa ia membersihkan diri? Ia fikir tidak terlalu lama.

Mr. BurgerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang