***29. Kampung Halaman***

85 12 1
                                    

Holla annyeonghaseyoo, apa kabar kalian^^

updatenya telat banget ya, maaf deh(TT)

aku ketik bab ini buat kalian Calla^^ semoga suka ya

hati-hati typo gaess

...

"Lu, beneran gak mau ikut pulang?" sore ini, Rahma akan pulang ke kampung halamannya—Indramayu. Pertanyaan yang Rahma ajukan kepada Diana adalah pertanyaan yang sudah kesekian kalinya Rahma ucapkan kepada sahabatnya, bertanya tentang keputusa"Lu, beneran gak mau ikut pulang?" sore ini, Rahma akan pulang ke kampung halamannya—Indramayu. Pertanyaan yang Rahma ajukan kepada Diana adalah pertanyaan yang sudah kesekian kalinya Rahma ucapkan kepada sahabatnya, bertanya tentang keputusan sahabatnya yang tidak ingin ikut pulang, dengan alasan kalau kafe mereka tidak akan ada yang mengawasi kalau ia ikut pulang dengan Rahma ke Indramayu. Padahal, bisa saja para karyawan mengirimi mereka pesan tentang keadaan kafe. Lagi pula, Rahma pasti tidak akan lama berada di sana, hanya melengkapi kekurangan pernikahan kakaknya, makan, tidur, lalu pulang kembali ke Bandung. Kafe mereka tidak akan bangkrut jika hanya ditinggal beberapa hari. Tapi, ya sudahlah, mungkin Diana memiliki alasan lain kenapa sahabatnya itu tidak ingin pulang kampung.

Saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Namun, travel yang Rahma pesan belum juga tampak dipandangannya. Bahkan, untuk panggilan telepon dari pihak travel saja belum ada yang menghubunginya tentang info keberadaan mereka. Kalau seperti ini, Rahma takut kalau ia akan tiba di sana sangat malam. Wajah Rahma sudah terlihat menunjukkan rasa kesal, Diana menyadari perubahan raut wajah Rahma. Gadis itu bahkan berharap dalam hati agar sang sopir travel bisa terhindar dari kekesalan Rahma ketika tiba nanti.

"Mungkin masih jemput penumpang lain kali teh," ujar Diana berusaha menenangkan sahabatnya. Terdengar dengusan dari arah Rahma, mengisayaratkan kalau mungkin sebentar lagi gadis itu akan mulai mengeluarkan emosinya.

"Kalo misalkan masih jemput penumpang, setidaknya kasih kabar dulu kek, jangan malah begini. Awas aja kalo uang 200 ribu gue hangus sia-sia, gue kejar sopir travel-nya buat ganti rugi uang gue," mendengar ocehan Rahma, seketika Diana tertawa pelan. Mendengar tawa pelan Diana, Rahma pun memandang sahabatnya sinis.

"Kenapa ketawa?" tanya Rahma.

"Gak papa, cuma lucu aja gitu. Kejar sopir travel, emang bisa?" mendengar itu Rahma memutar matanya malas, gadis itu bahkan mencebikkan bibirnya karena kesal. Bukannya membuat kekesalannya mereda, sahabatnya itu malah membuat kekesalannya semakin berlipat.

"Sorry, sorry. Gue cuma bercanda, sabar, sabar. Orang sabar disayang Allah, muka teh Rahma tuh udah gak enak, kalo kesel terus jadi tambah gak enak buat diliat," lihat kan, apa yang Rahma ucapkan tadi ternyata benar, sahabatnya itu hanya membuat kekesalannya kian berlipat ganda.

"Coba aja ada portal pelenyap jiwa, udah gue dorong lu masuk ke sana. Biar lu hilang dari dunia," sinis Rahma.

"Halah, nanti kalo gue hilang, malah kangen," ejek Diana. Apakah ada yang bisa membawa pergi Diana dari sisinya? Kalau ada tolong hubungi Rahma, ia sedang membutuhkannya saat ini.

Ketika Rahma sedang sibuk menatap sinis Diana, sebuah mobil mewah berwarna hitam tiba-tiba datang dan berhenti tepat di hadapan mereka. Kedua gadis itupun saling berpandangan, ada kebingungan di dalam otak mereka masing-masing, hanya ada satu pertanyaan di sana, siapa pemilik mobil hitam di hadapan mereka?

Kebingungan mereka seketika hilang ketika seorang pria tampan dengan kemeja polos hitam dan celana bahan dengan warna senada terlihat membuka pintu mobil tersebut. Rahma kembali memandang bingung sang pria yang tampak berjalan ke arahnya. Rahma yakin kalau ia sudah meminta ijin cuti kepada atasannya, lalu kenapa atasannya malah ada di sini? Di hadapannya?

Mr. BurgerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang