Sebelum fajar menyingsing, Caiden bersama dengan kelompoknya menjelajahi hutan untuk berburu rusa. Mereka memiliki waktu panjang semalamam bermalam di hutan yang gelap dan penuh dengan suara hewan-hewan yang membuat suasana semakin mencekam. Dengan senjata apinya, Caiden bersama kelompoknya menyusuri semak-semak lebat dengan Tuan Thamrin membelah jalan di depan.
Kelompok itu terdiri dari Tuan Thamrin yang merupakan seorang pengusaha permata di Batavia. Diikuti oleh Tuan Magellan yang memiliki satu-satunya gedung Opera di Batavia. Dan Tuan Kawidagda, bangsawan pemilik Haven di Tandjoeng Priok. Mereka menyusuri hutan demi berburu rusa untuk menjadi santapan dan tanduknya dijadikan pajangan sebagai bukti pemburuan mereka.
"Tuan Abrata, sepertinya kita akan mendapat penglihatan dari sini." Tuan Kawidagda, pria usia matang dengan bahu lebarnya itu berbicara, langkah kakinya mengikuti Caiden yang berada di depannya.
"Ya, kita bisa memantau dari sini." Caiden berhenti sejenak dan melihat jejak kaki rusa yang berada di dekat mereka. Tangan Caiden terangkat, memberitahukan kelompoknya untuk berhenti. "Dia di dekat sini," ujar Caiden mulai mengikuti jejak itu.
"Dia mengarah ke sungai," sahut Tuan Magellan menyugar rambut lebatnya lalu menunjuk suara hilir yang terdengar.
"Tidak, tetap tenang di tempat Tuan-Tuan." Caiden memerintahkan mereka agar tidak berisik dengan langkah kaki dan memilih menuju hilir sungai. "Dasar keras kepala," gerutu Caiden ketika mereka semua pergi mencari sumber suara dari arus sungai tersebut.
Caiden memilih batang pohon yang sudah tumbang sebagai tempat persembunyiannya. Senapannya siap menodong seekor rusa yang tengah memakan dedaunan sepuluh meter darinya. "Aku katakan juga apa, dia di dekat sini."
Caiden menahan napasnya ketika dia ingin menarik pelatuk, perhitungan yang telah dia dapatkan dan dia siap menembak, sekali tarikan peluru itu menembus tubuh rusa dan menjatuhkannya. "Kena kau!" seru Caiden berlari ke arah rusanya dan disaat yang bersamaan, seorang juga berlari mendekati rusa tersebut, perempuan itu adalah Cut Aghnia Saad yang sedang berburu rusa untuk diberikan kepada Keumala sebagai hadiah kepulangannya.
"Oh, apa yang kamu lakukan, Nona?" tanya Caiden terheran. "Apakah kamu tersesat?"
Aghnia mendengus, "Tersesat? Tidak mungkin."
"Lantas apa yang kamu lakukan di hutan sendirian tanpa seorang pendamping?" tanya Caiden ketika dia tidak melihat satu seorang pelayanpun di dekat Aghnia. Caiden mengitari bangkai rusa, berencana ingin melihat perempuan itu dari dekat. Aghnia tidak ambil pusing dan berusaha menjauh dari Caiden.
"Pelayanku ada di belakang dia tertinggal jauh," tunjuk Aghnia ke belakang dirinya, yang dimana tempat Caiden berdiri sebelumnya.
Caiden tersenyum sinis dengan tawa kecil yang mneyebalkan di telinga Aghnia. "Aku memulai perjalan dari sana. Dan aku tidak melihat pelayan yang kamu maksud."
"Kamu berbohong, Nona. Apa yang sedang kamu lakukan?"
"Berburu, seperti yang kamu lihat, Tuan."
"Apa kamu akan mencuri buruanku?" senyum Caiden tersungging.
Perempuan itu mengeratkan penutup kepalanya dan Caiden tahu dibalik penutup itu, dia adalah seorang wanita cantik dengan bola mata hitam dan hidung mancungnya.
"Maaf, Tuan. Ini buruanku," jawab perempuan itu menunjuk bangkai rusanya dengan percaya diri.
Mereka mengitari bangkai rusa itu tanpa sedikitpun mendekat lebih.
"Mungkin kamu salah, Nona. Tidak ada perempuan yang berburu. Berburu adalah kegiatan para pria," ujar Caiden terus menatap wajah yang berada di balik jubah itu.
"Peraturan itu tidak berlaku untukku," desis Aghnia.
"Menarik," ucap Caiden berhenti mengitari dan mengintimidasinya. "Siapa namamu?"
"Kamu tidak perlu tahu itu," jawab Aghnia berusaha mendekat ke buruan lebih dulu.
Caiden meletakkan senjatanya di atas rusa dan berkata, "Dia milkku, Nona. Jauhkan kakimu dari rusaku."
"Dia milikku, aku yang menembaknya," jawab Aghnia tidak mau kalah.
"Aku yang menembaknya lebih dulu," balas Caiden kekeuh.
"Tuan, jika kamu tidak pandai dalam berburu. Duduk diamlah dirumah."
"Nona, perkataanmu sangat menghina."
"Ouh, maaf."
Aghnia mendekati rusa itu dan melihat ada dua lubang di sana. "Lihat dua lubang, yang berarti kita menembak rusa yang sama. Rusa ini juga milikku."
Caiden melihatnya juga dan menekan lubang itu untuk melihat pelurunya. "Ini juga milikku, Nona."
"Siapa yang menembaknya di tempat yang tepat ini akan menjadi miliknya." Aghnia mengambil pelurunya yang berada di dekat leher rusa tersebut sementara peluru Caiden berada di sekitar paha rusa tersebut. "Lihat, kualitas berburumu tidak sebanding dengan senapan yang kamu punya."
Caiden sangat kesal ketika dia kalah dari seseorang.
"Kita cari rusa baru, dan memburunya. Kita akan melihat siapa yang lebih baik dalam berburu." Caiden menembaki seluruh rusa itu sehingga tubuhnya hancur dan mulai pemburuan barunya.
"Hei, itu tidak adil!" seru Aghnia sangat murka dan mulai mengikuti Caiden dari belakang. Langkah pria itu besar dan cepat sehingga Aghnia sedikit kewalahan dengan jubah besarnya.
Caiden menyungging senyumnya lagi dan berkata, "Aku katakan juga apa. Perempuan tidak pantas berburu."
Aghnia kesal sekali dan mengangkat jubahnya sampai penutup kepalanya lepas, dia melebarkan langkahnya dan berjalan mendahului Caiden. Pria itu dapat melihat wajah khas yang tegas dan manis dalam bersamaan. Postur tubuh yang tinggi dan leher jenjang itu, Caiden akan mengingatnya, perempuan yang menarik.
Aghnia berhenti untuk mengendus tanah di kakinya. Tidak berapa lama dia melihat jejak kaki baru. "Diam," bisiknya.
Caiden menghentikan langkahnya dan matanya menatap tajam ke sumber suara gemerisik badan yang bergesekan dengan dedaunan. Aghnia melihat rusa jantan yang besar dan sedang makan denga jarak yang sangat dekat. Caiden memperhatikan wanita itu mengangkat senjatanya, pria itu ikut menunduk di sebelah Aghnia.
"Senapanmu terlalu tinggi," bisik Caiden dan menurunkan senjata itu perlahan sampai ujungnya sejajar di bahu dan bidikannya tepat di mata Aghnia. "Jika kamu memegangnya seperti tadi, tanganmu akan sakit. Begini lebih baik."
Aghnia merasakan hembusan napas yang begitu dekat, bahkan dia dapat melihat Caiden dari jarak yang cukup dekat. Aghnia menahan napasnya ketika tangan pria itu menyentuh jemarinya dan meletakkannya di tempat yang tepat pada senapannya.
"Lihat buruanmu," bisik Caiden. "Jika kamu tidak fokus dia akan menjadi milikku."
"Tidak akan kubiarkan itu terjadi," Aghnia bersiap menarik pelatuknya. Begitupun dengan Caiden yang siap menarik pelatuknya. Baru saja mereka akan menembak, suara Tuan Thamrin dan yang lain telah kembali.
Aghnia dengan cepat berlari menjauh. "Nona," panggil Caiden mengejarnya. Tetapi Tuan Thamrin melihat Caiden dengan rusa yang baru saja kabur.
"Tuan Abrata, rusanya kabur!" teriak Tuan Thamrin yang sudah bersiap menodongkan senjatanya tetapi tidak sempat menembak.
Caiden tidak dapat menyembunyikan senyumannya, wanita itu memiliki daya tarik yang membuatnya berbeda dari wanita lain. Caiden berharap dapat bertemu kembali dengannya, setidaknya dia harus mengetahui nama wanita apik itu.
"Menarik," dengus Caiden dan mulai berburu bersama kelompoknya lagi.
-
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02
Historical FictionAroma Kencan Abrata. All right reserved ©2021, Ani Joy KONTEN DEWASA (18+). KEBIJAKSANAAN PEMBACA DISARANKAN. PEKERJAAN INI TELAH MENGIKUTI WATTPAD PEDOMAN UNTUK RATING DEWASA. Berawal dari tawaran, dua anak adam membuat tawaran perjanjian yang terp...