Aghnia menatap satu persatu temannya yang terpisah sedang berbincang-bincang dengan para tamu lainnya. Setelah menyepakati, persyaratannya dengan Pangeran Radjendra, Aghnia menyuruh pria itu untuk datang besok jika dia benar-benar ingin melamar Keumala.
Aghnia memberikan isyarat kepada keempat temannya dan mereka mulai menghindari kerumunan, pergi ke balik tebing yang ada perahu kecil di sana.
"Nona Saad." Panggilan itu membuat Aghnia menghentikan langkahnya.
Apa lagi ini?
Dengan berat hati ia berbalik. Mencoba tersenyum tetapi tidak bisa karena Abrata Caiden yang sedang berdiri di hadapannya sekarang. Wajahnya masam dan gerak-geriknya mencurigakan.
"Ada apa, Tuan Abrata?"
"Terimalah lamaranku, untuk Keumala. Persyaratan mu itu tidak berlaku bagiku. Adikmu harus menikah denganku, jangan dengan Pangeran yang mengincar tahta itu," tunjuk Caiden sembarangan dan membuat Aghnia mendecih.
"Ini yang membuat aku menolak lamaran mu, Tuan Abrata. Pria seperti dirimu—tidak beradab ini tidak pantas bersanding dengan adikku yang penuh kasih sayang dan berpendidikan. Kamu mencela orang lain, yang bahkan perkataan mu itu belum tentu benar."
Caiden tersenyum sinis, "Sudah hebatkah kamu? Angkuh sekali, kamu pikir dengan terus menolak lamaranku, Keumala akan menikah dengan Pangeran Radjendra?!"
"Ya, dia akan menikah dengan Pangeran. Asal kamu tahu Abrata, keputusan ku mutlak. Tidak ada perkawinan antara dirimu dan adikku, sampai aku matipun. Kamu tidak akan pernah mendapatkan adikku, tidak—akan—pernah!" seru Aghnia yang disaksikan oleh keempat temannya. Mereka saling pandang dan memasang wajah boleh juga. Ketika melihat Cut Aghnia Saad meledak.
"Teriakan saja omonganmu, agar semua orang tahu. Adikmu menyukaiku, tidak mungkin dia mau bersama dengan Pangeran kecil itu. Keumala pantas menjadi kekasih Mr. Chadwick yang bebas daripada harus terkurung di istana bersama keluarga bangsawan kaku itu," desis Caiden di hadapan Aghnia.
Kini mereka berhadapan wajah dan wajah. Deruan napas berbalut amarah yang panas membuat keduanya saling menatap sengit.
"Kamu benar-benar tidak punya adab. Jika sudah di tolak, itu berarti tidak ada persetujuan, bodoh! Apa kepalamu ini berisi angin? Tidak bisa dipakai untuk mencerna semua perkataan ku tadi?" tanya Aghnia sengit dan meluapkan semua emosinya.
Dia harus segera berangkat jika tidak ingin ketinggalan kapal besar dan pria ini mencari masalah dengannya. Harus berapa orang lain yang menghabiskan waktunya malam ini?!
"Kamu pikir kamu perempuan beradab? Kamu sama sepertiku, otakmu menolak untuk berpikir rasional seperti wanita-wanita lainnya. Dan kamu tidak bisa mencerna kalimat yang adikmu pinta."
"Apa yang adikku pinta?"
"Aku."
Aghnia mendecih dan mendorong Caiden menjauh. "Jangan ganggu aku, malam ini. Keputusanku, bulat. Tinggalkan Keumala, jangan mengganggunya."
"Hei!" teriak Caiden tidak terima. "Apa kamu menerima lamaran Pangeran Radjendra untuknya?!"
Aghnia tidak menjawab. Caiden mengejarnya. "Aghnia? Jawab aku, apa kamu memberikan adikmu untuk Pangeran itu?"
"Caiden? Caiden? Disini kamu rupanya, Tuan Hamish mencarimu—" Bhalendra yang baru tiba kebingungan dan mengikuti Caiden yang akan naik ke atas perahu.
"Aghnia, katakan padaku, sekarang."
Nona Marlina mulai membuka tali yang menahan perahu. Sementara Caiden telah duduk di samping Aghnia dan terus bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02
Historical FictionAroma Kencan Abrata. All right reserved ©2021, Ani Joy KONTEN DEWASA (18+). KEBIJAKSANAAN PEMBACA DISARANKAN. PEKERJAAN INI TELAH MENGIKUTI WATTPAD PEDOMAN UNTUK RATING DEWASA. Berawal dari tawaran, dua anak adam membuat tawaran perjanjian yang terp...