BAB 18 - Berburu

265 24 0
                                    

Di sabana yang luas. Rendjanhi tidak pernah melihat seorang perempuan dengan pakaian berburu sebelumnya. Tidak di Batavia, dengan semua perempuan yang sedang mengikuti ajang perjodohan itu. Rendjanhi terpaku sesaat memandang tubuh proporsional yang dibalut gaun dari kulit bewarna merah gelap berkilau, sepatu bootnya bahkan terlihat garang.

"Rendjanhi, senjatamu," panggil Professor Yislam melempar senapannya kepada Rendjanhi.

Sementara Aghnia sibuk memeriksa senjatanya sendiri. "Aku pikir kamu tidak mempunyai benda seperti ini, Aghnia." Professor Yislam terkekeh takjub.

"Beberapa waktu lalu aku senang berburu, Prof. Jadi ya, benda seperti ini tidak sulit untuk di dapat," balas Aghnia tersenyum tipis. "Lagipula pamanku ini adalah seorang pemburu handal," goda Aghnia kepada Hamish.

Pria dengan kumis tebal itu terkekeh mendengarnya. "Kamu pintar sekali memuji."

"Aku pikir kamu wanita yang berbeda, Aghnia," bisik Rendjanhi yang membuat Aghnia menarik sudut bibirnya.

"Kamu belum sepenuhnya mengenalku, Rednjanhi. Simpan rasa terkejutmu untuk hal-hal berikutnya." Rendjanhi tertawa mendengar itu dan mengokang senjatanya, memastikan semuanya dalam kondisi siap.

Professor Yislam kemudian membawa rekan-rekannya kepada keluarga Saad dia memperkenalkan satu persatu para elit Batavia tersebut. "Tuan Saad, Nona Saad perkenalkan, Tuan Thahir, Tuan Kala, dan Tuan Boenjamin beserta anaknya Arden Boenjamin."

Aghnia mengangguk dan menjabat tangan mereka satu persatu dengan tegas. "Aghnia Saad, tuan-tuan."

"Hamish Saad," balas Hamish menjabat tangan para lelaki itu dengan tegas.

"Apa kamu yakin ingin ikut berburu bersama kami, Nona Saad?" tanya Tuan Thahir tertawa.

"Tentu saja, Tuan Thahir. Memangnya kenapa?"  tanya Aghnia sopan.

"Ah, bukan apa-apa. Biasanya perempuan di grup berburu hanya akan menjadi beban." Tuan Kala menambahi.

"Kita lihat nanti, Tuan Kala. Apa perempuan ini akan menjadi beban di grupnya? Atau sebaliknya." Perkataan Hamish membuat Aghnia tersenyum tipis. Keduanya saling memandang Hamish mengeratkan rangkulannya kepada Aghnia.

Disi lain Rednjanhi justru malah tersenyum salah tingkah melihat Aghnia yang dipuji oleh pamannya. Berarti wanita itu benar-benar berbeda.

Aghnia kembali membantu Rendjanhi dengan senapannya dan wanita itu dapat melihat ulasan senyum dari bibir pria itu. "Mengapa kamu senyum-senyum sendirian, Rendjanhi?"

Rendjanhi seketika tersentak dan merapikan senapannya dengan buru-buru.  "Tidak, aku sedang tidak tersenyum. Lihat," ucapnya berbohong dengan wajah datarnya. Hal itu mengundang tawa Aghnia yang membuat Rendjahni bagai mendapat kupu-kupu menggelitik di perutnya.

"Aghnia, bisakah kamu tidak tertawa? Atau tersenyum atau bahkan..."

"Kenapa Rendjanhi?" Aghnia mendekat kepada pria itu guna untuk memastikan Rendjanhi baik-baik saja.

Pria itu mengangkat tangannya di depan dada. "Berhenti, kamu membuat jantungku berdebar," kekehnya meringankan keadaan.

Aghnia mendecih dan mendorong bahu Rendjanhi. "Kamu benar-benar," gelengnya. Lalu memeriksa senapan pria itu. "Siap dipakai."

"Terima kasih," cengir Rendjanhi yang menyampirkan senjatanya di bahunya.

Professor Yislam yang mendengar perkataan Hamish membela keponakannya dan tertawa lalu menepuk pundak Tuan Kala dan berkata, "Bagaimana Tuan Kala, apa mentalmu tersentuh?"

Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang