Caiden memacu kudanya jauh ke Senopati. Melewati rumah-rumah kecil yang dia yakini tidak ada seseorang pun yang tinggal di sana karena beberapa dari mereka di desak untuk meninggalkan Senopati. Jika ingin bertahan maka uang menjadi alat tukarnya. Tentu saja para buruh yang tinggal di sana tidak mempunyai uang sebanyak itu untuk membayar. Mereka memilih mengadu nasib di Batavia yang lebih kejam, dan beberapa lainnya berpencar ke seluruh Nusantara untuk mencari tempat tinggal.
Setelah lelah mencari wanita yang tepat untuknya, Caiden tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Sebut sajaa Nona Sarasvati, dia cantik, dapat bermain musik, dan berbahasa Eropa. Tetapi dia sangat ceroboh dan tidak berhati-hati. Caiden juga sudah bertemu dengan Nona Ratj, dia berpendidikan sayangnya dia tidak memiliki bakat lain selain menjadi kutu buku. Caiden lebih senang dengan Nona Poernomo, dia dapat menguasai banyak hal. Bahkan dia dapat menarikan tarian Wales. Sayang hanya karena perempuan itu sering tertawa, Caiden memiluh mundur meminangnya.
Caiden sangat menghargai kriteria perempuan Batavia yang dituntut untuk memiliki adab dan moral seorang bangsawan, kecerdasan di atas rata-rata, kalangan menengah atas yang mumpuni, serta nilai tambah bagi perempuan cantik yang menjunjung tinggi tata krama. Siapapun wanita ini, dia akan menjadi Kamboja Putih pada musim baru di ajang perjodohan Ratu Isyana.
Caiden tiba-tiba menghentikan kudanya. Ketik seorang wanita yang tengah berlari itu terjatuh karena terkejut melihat kuda Caiden yang sedang berlari. Caiden turun dari kudanya dan membantu wanita itu.
"Kamu tidak apa-apa, Nona?"
"Ya, aku baik-baik saja."
"Nona Saad?" ucap Caiden ketika menyadari wanita itu lah yang kemarin menolong keponakannya. "Kita pernah bertemu sebelumnya bukan?"
"Ya, kita pernah bertemu di Rijsttafel sebelumnya," jawab Agh ia yang sedang berusaha bangkit sendiri.
"Tidak, sebelum itu. Sebelum kita bertemu di Rtijsttafel." Mata Aghnia mengerjap dan tidak menerima uluran tangan Caiden yang akan membantunya. Aghnia bangkit sendirian dan menunduk, "Terima kasih." Aghnia tahu dia telah membuat kesalahan besar sekarang. Abrata Caiden menyadarinya.
"Sepertinya kamu sedang buru-buru," ucap Caiden menahan Aghnia yang akan berlari lagi.
"Lepaskan, tanganku," desis Aghnia tajam.
"Tidak," ucap Caiden menaikkan sudut bibirnya, tersenyum nakal dan mendekat. "Kamu si pemburu itu kan?"
"Bukan," jawab Aghnia cepat.
"Tidak perlu berbohong. Wajah mu berbeda dari wanita lain." Caiden semakin mendekat dan dapat melihat dengan lekat wajah manis itu.
Aghnia menghirup aroma vanila dari Caiden dan aroma itu sangat memabukkan. Aghnia berusaha untuk tidak tertarik dengan aroma itu dan menarik tangannya dari genggaman Caiden.
"Kamu buru-buru sekali."
"Tentu saja, Tuan. Seseorang membutuhkan pertolonganku." Aghnia
Caiden terkekeh senang. "Biar aku temani, aku memiliki kuda yang dapat berlari lebih kencang darimu."
Aghnia mendecih bahkan di saat seperti ini, pria itu dapat mengejeknya.
"Jika benar dia lebih cepat, ayo."
Aghnia naik ke atas kuda tanpa di bantu oleh Caiden dan pria itu takjub dengan jarik ketat yang sobek tetapi Aghnia tidak peduli.
"Jangan lihati aku, cepat." Aghnia berkata dengan tegas.
Caiden menaiki kudanya dan memacunyaa dengan cepat. Aghnia tidak peduli dengan gesekan dirinya dan Caiden, yang penting dia cepat sampai ke rumah pasiennya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02
Historical FictionAroma Kencan Abrata. All right reserved ©2021, Ani Joy KONTEN DEWASA (18+). KEBIJAKSANAAN PEMBACA DISARANKAN. PEKERJAAN INI TELAH MENGIKUTI WATTPAD PEDOMAN UNTUK RATING DEWASA. Berawal dari tawaran, dua anak adam membuat tawaran perjanjian yang terp...