Di dalam aula beratus lukisan itu tergantung, Cut Keumala Saad membuka kipasnya dengan anggun. Sang Pangeran dengan telaten memperkenalkan satu persatu lukisan itu kepada Sang Puan. Tak henti senyuman di bibir ramahnya tercuat. Pria itu benar-benar terkesan oleh perempuan di sampingnya, dia tidak kurang dari kembang Melati Suci yang pernah di dekati oleh Pangeran tahun lalu.
Pangeran Radjendra berhenti di salah satu lukisan. Terlukis alam yang hijau, terhampar bunga-bunga bewarna putih di atasnya. Langit biru cerah itu ditutupi awan yang senada dengan Sang Bunga. Pangeran Radjendra memiringkan kepalanya, takjub.
"Lukisan ini adalah lukisan kesayangan ibuku. Suasana begitu komplit. Ada langit dan awan, serta padang rumput dan bunga. Perpaduan warnanya, mengingatkan aku ketika hidup di pedesaan yang jauh dari hiruk pikuk Batavia. Pagi hari, aku membuka pintu rumahku dan melihat padang rumput ini, sangat menangkan. Bagai dirimu, Kembang Kambojaku."
Keumala tersipu dan menutup wajahnya dengan kipas. Sang Pangeran dengan hati-hati menurunkan kipas itu. "Pesona mu berbeda. Pipi kemerahanmu bagai kelopak mawar yang terbuka. Cantik sekali."
"Kamu terlalu memujiku, Pangeran." Keumala terseyum manis dan ikut menatap lukisan itu. Jemarinya yang tidak memegang apapun tergerak menari. Sang Pangeran yang melihat itupun tertawa dan memegang ujung-ujung jemari Keumala.
"Aku belum bisa menggenggam jemari ini dengan sempurna. Aku harap dapat segera menggenggamnya dan akan aku cium setiap hari karena aku begitu menyukainya."
Keumala tergelak dan melepas jemarinya. Mereka kembali berjalan dan Pangeran Radjendra mulai bertanya, "Jadi lukisan mana yang paling kamu sukai, Nona Keumala?"
Keumala berpikir sejenak sebelum menjawab dengan yakin, "Tentu saja lukisan kesayangan ibumu, Pangeran. Ketika melihatnya aku juga merasakan hal yang sama, komplit. Lalu damai sekali, hamparan hijau itu sangat menangkan. Aku pasti akan merasa bebas jika dapat hidup di sana." Senyum getirnya tercetak jelas.
Keumala takut, apa yang dilakukannya sekarang akan membuat hatinya bingung. Tetapi Pangeran Radjendra begitu lembut dan hangat. Keumala sangat menyukainya.
"Nanti malam, datanglah ke Pendopo Madjakarta. Akan ada pertunjukan wayang, aku harap kamu dapat berhadir, Nona Keumala," ajak Pangeran Radjendra dan langsung diiyakan oleh Keumala Saad.
"Terima kasih atas undangannya, Pangeran. Kami sangat tersanjung dan pasti akan menghadiri acaranya." Hamish yang sedari tadi menemani mereka mendekat dan menarik Keumala ke rangkulannya. "Terima kasih telah mengajak keponakanku untuk melihat galeri lulisanmu. Sungguh kehormatan bagi kami dapat melihat langsung lukisan-lukisan dari pelukis Madjakarta."
"Salah satunya yang paling aku sukai adalah lukisan milik Gnoend Jant Naillimixam. Gaya lukisannya sungguh unik dan tidak dapat diterima oleh akal pikiranku," kekeh Hamish dan melanjutkan, "Dia sungguh pelukis berbakat. Aku ingin sekali bertemu dengannya."
"Sayang sekali, sampai sekarang kami juga belum pernah melihatnya," ucap Sang Pangeran kecewa dan melirik lukisan yang dikaryai oleh Gnoend Jant Naillimixam, sebuah lukisan kamboja dengan kelopak ungunya.
"Cantik sekali, apa dia benar melukis lukisan ini?" tanya Keumala takjub.
"Ya, bahkan dia menuliskan surat. Bahwa dia terinspirasi dari seorang wanita berjubah yang melewatinya di hutan, membawa kamboja ungu di tangannya. Begitulah Gnoend Jant Naillimixam melukis lukisan ini," jelas Pangeran Radjendra dengan senyumnya.
"Indah sekali, dan apa ini?" Keumala mendekat untuk melihat lukisan itu lebih dekat.
Ada seorang dengan jubahnya yang duduk sendiri di balik lukisan Kamboja itu yang besar. "Ah, aku lupa. Lukisan ini begitu di luar kepala bukan? Ada detail-detail kecil yang kita bisa lihat dari dekat. Kemarilah, Nona Keumala." Pangeran mengajak Keumala untuk mendekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02
Ficción históricaAroma Kencan Abrata. All right reserved ©2021, Ani Joy KONTEN DEWASA (18+). KEBIJAKSANAAN PEMBACA DISARANKAN. PEKERJAAN INI TELAH MENGIKUTI WATTPAD PEDOMAN UNTUK RATING DEWASA. Berawal dari tawaran, dua anak adam membuat tawaran perjanjian yang terp...