"Sepertinya aku menaruh hati kepada Cut Keumala Saad, Mama."
Haniya yang baru saja menyelesaikan sarapannya tersedak dan menatap Caiden dengan penuh tanda tanya. "Apa yang baru saja kamu katakan?"
"Aku ingin melamar, Nona Keumala," ucap Caiden percaya diri. "Dengan begitu, Mama akan segera mendapatkan menantu yang memenuhi prospek Mama."
"Sebentar, Caiden." Haniya menggeleng pelan. "Kamu menaruh hati kepada Nona Keumala untukku?"
Caiden mengangkat bahunya, "Bukankah itu kemauan, Mama?"
"Ya, tapi... Tapi Caiden, tidak seperti ini." Haniya meletakkan cangkir tehnya dan menghela napas panjang. "Aku menginginkan kamu mendapatkan perempuan yang memenuhi prospek, iya—itu lebih baik daripada kamu harus bersama dengan perempuan yang sudah pernah menikah. Tetapi, aku ingin kamu memilih perempuan itu karena kamu benar-benar mencintainya. Bukan karena aku."
"Mungkin Mama benar. Aku harus menikahi perempuan yang belum pernah menikah sebelumnya. Aku menyukai Nona Keumala dengan segala kesempurnaannya, Mama. Aku ingin melamarnya, tidak ada keraguan," tegas Caiden setelah menangkap maksud ibunya dan dia begitu yakin dengan pilihannya sekarang.
Haniya menghela napas panjang untuk kesekian kalinya dan berkata dengan lembut, "Baiklah keputusan kamu adalah hak kamu."
Siang itu, Caiden mendatangi kediaman Saad yang sudah ramai para pelamar untuknya. Caiden tahu dia terlambat tetapi dia akan menggunakan kuasanya untuk menyela antrean dan memasuki ruangan duduk formal rumah Saad. Dia tidak peduli dengan tatapan para bujangan yang menatapnya sinis, pria itu terus berjalan dan masuk ke dalamnya.
"Tuan Abrata," sapa Keumala dengan manis. Perempuan itu begitu senang sehingga ia berdiri dari kursinya.
"Nona Keumala, aku membawakan bunga kamboja untukmu," ucap Caiden manis menciumi punggung tangannya.
"Terima kasih, ini indah sekali."
Tatapan Aghnia menajam seiring dengan perlakuan pria tersebut. "Apa yang membawa mu kemari, Tuan Abrata?" tanyanya penuh intimidasi.
"Aku ingin melamar Nona Keumala."
"Apa?"
"Bukankah sudah jelas? Kedatangan ku disini ingin melamarnya."
Aghnia mengerutkan keningnya. Dia menatap seluruh pria yang sedang mengantre di depan sana dan dengan cepat menarik tangan Abrata Caiden menjauhi kerumunan. Mereka memasuki ruangan lainnya yang tidak jauh dari ruang duduk keluarga Saad.
"Apa kamu sedang bercanda, Tuan Abrata? Kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan sekarang? Melamar adikku?" decih Aghnia kesal.
"Lalu apa yang akan aku lakukan disini, Nona Saad? Melamarmu? Yang benar saja." Caiden berbalas mendecih.
"Kamu tidak diterima disini. Aku tahu reputasi burukmu. Adikku tidak akan menikah dengan pria yang memiliki latar belakang tidak baik. Berapa perempuan yang sudah kamu tiduri sebelum ini?" tanya Aghnia mengecilkan suaranya. Tubuhnya semakin mendekat kepada pria itu.
"Kita akan membicarakan hal itu disini?" Caiden menaikkan sudut bibirnya dengan sinis.
Aghnia menggeleng, "Kamu telah melakukan dosa besar. Aku tidak dapat membiarkanmu berada di dekat adikku. Itu untuk saat ini, percakapan ini selesai." Wanita itu melangkah pergi dan meninggalkan Caiden di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02
Historical FictionAroma Kencan Abrata. All right reserved ©2021, Ani Joy KONTEN DEWASA (18+). KEBIJAKSANAAN PEMBACA DISARANKAN. PEKERJAAN INI TELAH MENGIKUTI WATTPAD PEDOMAN UNTUK RATING DEWASA. Berawal dari tawaran, dua anak adam membuat tawaran perjanjian yang terp...