Pesta dansa di kediaman Sang Ratu terlihat begitu megah. Lampu-lampu dengan cahaya temaramnya, air mancur menyembur di udara, dan angin malam yang sejuk. Membuat pesta yang di adakan di halaman besar istana begitu menarik untuk di datangi. Beberapa atraksi dari trik-trik pasar pun dihadirkan untuk menemani para elit Batavia yang siap berdansa-dansi.
Dengan kebaya bewarna merah, berenda yang sama. Aghnia Saad bersama adiknya yang mengenakan kebaya dari rumah mode Madam Anne terlihat begitu manis. Perpaduan warna merah jambu yang hangat, di taburi manik-manik berkilau membuatnya terlihat ekslusif malam itu.
Mereka memasuki keramaian pesta dan membaur bersama. Keumala dengan senang hati mendekati lantai dansa yang akan dimulai. Perempuan itu terlihat bersemangat dan berdansa dengan beberapa orang, sementara Aghnia memperhatikan dengan seksama.
"Nona Saad, senang melihatmu di sini," ucap Nyonya Widjaja dengan ramah kepadanya.
"Nyonya Widjaja, ya. Aku datang bersama pamanku, ayahwa." Aghnia menyenggol lengan Hamish untuk menyapa Nyonya Widjaja.
"Ah, ya. Nyonya Widjaja. Ini pertama kalinya bagiku mendatangi pesta elit Batavia. Apalagi undangan datang langsung dari Sang Ratu," jawab Hamish kikuk.
"Tentu saja. Karena kalian sudah masuk ke dalam society de Batavia. Bersiaplah menerima banyak undangan pesta setelah ini. Baik itu pesta teh, makan siang atau ... Pesta dansa." Nyonya Widjja mengedipkan sebelah matanya. Dan tepat pada saat itu, Professor Yislam dan anaknya hadir di tengah mereka.
"Nyonya Widjaja aku mencarimu dari tadi. Ternyata kamu di sini," gurau Professor Yislam menganggu Nyonya Widjaja.
"Tentu saja, aku senang berjalan-jalan, prof. Bagaimana jika kita menikmati pesta ini hanya sesama orang tua?" Nyonya Widjaja menaikkan kedua alisnya, memberikan isyarat kepada Hamish. Namun, pria itu tidak tertarik. "Sepertinya ada yang tidak peka. Aku katakan aku akan menikmati pesta bersama para orang tua!"
Hamish seketika tersentak ketika Nyonya Widjadja menyenggol kakinya dengan tingkat yang dia bawa. "Ah, ya. Hanya orang tua. Kalau begitu, Aghnia aku akan pergi bersama Nyonya Widjaja dan Professor Yislam."
"Baik, ayahwa. Bersenang-senang lah!"
"Rendjhani, tolong temani Nona Saad. Kalian berdua harus menikmati pesta dansanya," pesan Professor Yislam dengan genit.
"Tentu saja, Papa. Akan aku pastikan Nona Saad berdansa malam ini," ucap Rendjahni menepuk dadanya percaya diri. "Serahkan saja semuanya kepada Rendjhani Karunasankara," sambungnya.
"Oh, jadi dokter batu es ini sudah mencair?"
Rendjahni terkekeh, "Aku mencoba menjadi pria yang asik. Agar ada wanita yang mau denganku." Mereka berjalan mengelilingi lantai dansa. "Kamu tahu, desakan untuk menikah itu lebih menakutkan daripada tidak ada yang mengajakmu berdansa."
Rendjahni bergidik, "Para Mama itu sangat menakutkan. Jika aku tidak ikut dengan Papa dan melebur bersama tingkah nya. Mungkin aku sekarang sudah diperkenalkan dengan anak pemilik kebun mana atau anak pejabat tinggi Madjakarta." Pria itu berdecak banyak dan menyambung, "menikah adalah hal yang menakutkan."
Aghnia menyungging senyum tipis. "Menakutkan jika kamu menikah dengan orang salah."
Rendjahni memberikan perhatiannya. "Bisa begitu?"
"Apanya?"
"Menikah dengan orang salah?" Rendjanhi tampak berpikir, "aku rasa kita menikah dengan jodoh kita—orang tepat itu. Atau setidaknya ketika menikah, maka dialah yang akan menjadi satu dan segalanya. Pertama dan terakhir."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02
Historical FictionAroma Kencan Abrata. All right reserved ©2021, Ani Joy KONTEN DEWASA (18+). KEBIJAKSANAAN PEMBACA DISARANKAN. PEKERJAAN INI TELAH MENGIKUTI WATTPAD PEDOMAN UNTUK RATING DEWASA. Berawal dari tawaran, dua anak adam membuat tawaran perjanjian yang terp...