BAB 37 - Bertatap Hangat

328 33 0
                                    

Kuda hitam itu berlari kencang ketika seorang wanita memacunya. Keempat kaki itu berlarian di tengah antah berantah hutan belantara. Semak-semak membelah dengan sendirinya seiring dengan larian kuda. Sepanjang hutan hanya ada pohon pinus yang menjulang tinggi. Aghnia menatap komorebi di atasnya, dan berselang beberapa waktu, kuda itu meringkik dengan kedua kaki menendang ke atas.

Aghnia terjaga dan tubuhnya jatuh ke atas tanah berembun. Pagi itu sangat dingin dan matahari baru saja naik, embun dirumput menempel ke dalam pakaian hitamnya. Aghnia membersihkan tubuhnya dan menenangkan kudanya.

"Tenang, Blek. Tenanglah," usapnya lembut menyusuri helaian rambut kuda itu.

Mata Aghnia kemudian berhenti di manik kecokelatan yang tengah menatapnya dengan rindu. Penyebab Blek berhenti tiba-tiba karena pria itu memegang senjata di tangannya. Pria itu melangkah perlahan, seiring dengan ketenangan yang dialami Blek.

Aghnia ikut menatap. Namun, ikut pula mundur.

"Aghnia," panggil Caiden bergetar.

Wanita itu masih terdiam, tidak mengeluarkan satu patahpun.

"Maaf, aku gagal menjadi yang kamu mau. Aku tidak bisa menikahi Keumala."

"Karena kamu mempermainkannya—"

"Tidak!" Caiden memotongnya dengan cepat. "Tidak ada satu niatpun aku mempermainkan adikmu, tidak..."

"Lantas apa? Kamu terlalu memikirkan omongan orang lain? Mempertimbangkan ini, itu, sampai tujuanmu yang sebenarnya kamu lupakan. Adikku, mengharapkanmu."

Caiden menggeleng pelan dan mencoba menjelaskan dengan lembut. Sebelum itu, dia menarik helaan napas panjang dan berkata, "Niatku memang untuk menikahi adikmu. Namun, aku teringat akan prinsipku. Takkan kunikahi wanita hanya karena kepentingan keluarga."

"Ibuku mendesakku menikahi perempuan dengan prospek yang telah di tetapkan oleh Yang Mulia Ratu Isyana. Cantik, berbudi baik, cerdas, dan...

"Perawan," sambung Aghnia pelan.

"Maaf." Caiden tak sanggup berucap.

"Tapi apa daya ketika hati tidak menginginkannya. Ketika hatiku menginginkan orang lain. Menginginkan wanita yang penuh luka dengan kebaikan hatinya. Si Pedas yang memetik kamboja di tengah hutan. Bagaimana jika aku selama ini mencintainya, bukan Nona Manis harapan ibuku?"

"Aku tidak mengerti." Aghnia memicingkan wajahnya bingung.

"Kamu memang tidak mengerti, tidak akan pernah mengerti." Caiden tertawa kecewa. "Tidakkah kamu merasakan hal yang sama?"

Aghnia menatap pria itu dengan kerutan bingung. "Merasakan apa?" tanyanya ingin penjelasan.

"Getaran saat aku menyentuhmu? Debaran saat aku menatapmu? Tak dapat tidur karena selalu memikirkanmu?" Aghnia terdiam.

"Aku merasakannya, malamku miris dengan pikiran cinta. Keraguanku akan Keumala selama ini karena dirimu. Karena aku mencintaimu, bukan adikmu, Aghnia."

"Setulus hatiku, aku benar dengan sadar telah mencintaimu, Cut Aghnia Saad."

Caiden menggerakkan kakinya dan mendekat. Mengambil jemari dingin yang berselimut sarung tangan itu. Membuka dan meletakkannya tepat di atas dadanya. "Rasakanlah," bisik pria itu sembari menutup matanya. "Ini yang selalu aku rasakan ketika berada di dekatmu," sambungnya dan membuka mata.

Manik mereka bertemu dan Aghnia menurunkan tangannya. Berbalik dan memeluk dirinya sendiri. "Bagaimana bisa kamu mencintai aku? Seorang janda yang tidak tahu malu, masih menampakkan wajahnya di depan society. Bagaimana bisa kamu mencintai wanita yang penuh dengan luka? Bahkan kamu tidak tahu wanita ini tidak percaya dengan pria."

Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang