BAB 8 - Saat Dimana Aku Dibuang

387 27 0
                                    

"Aghnia, kamu kedinginan." Caiden dengan panik melepas pakaiannya dan menyampaikan rambut basah Aghnia ke atas bantal. Lalu memeluk wanita itu sebelum menyelimuti tubuh mereka. "Maafkan aku, jangan tinggalkan aku, aku harus melakukannya."

Aghnia merasakan tubuh panas Caiden di belakangnya dan Aghnia sangat tidak tahan sehingga dia harus berbalik dan berhadapan dengan dada bidang Caiden yang dipenuhi oleh bulu-bulu halus di sana. "A-aku."

"Sstt.. kamu tidak perlu berbicara. Kita naikkan suhu tubuhmu agar kamu tidak sakit besok." Caiden membenamkan wajah Aghnia ke dekapannya dan malam ini menjadi malam yang takkan pernah dapat dia lupakan. Dia memeluk wanita yang dia tidak sukai, wanita paling menyebalkan di seluruh penjuru Batavia.

Setelah hujan berhenti Aghnia merasakan kehangatan yang membuat dirinya berkeringat. Dan Aghnia membuka matanya, melihat rambut-rambut halus yang berada tepat di depan wajahnya. Sontak Aghnia mendorong dada itu dan betapa terkejutnya dia menemukan Abrata Caiden yang tidak berbusana.

"Tuan Cabul!" pekiknya lemah dan mengambil selimut menutupi seluruh tubuhnya.

Caiden meringis dan menyadari perbuatannya. Dia menjauh dan dengan teriakan laki-lakinya. "Aku hanya mencoba membantu!"

"Membantu?! Kamu mengambil kesempatan di saat aku tidak berdaya!"

Caiden menggeleng dan terus memposisikan dirinya berada sejauh mungkin dari Aghnia. "Tidak, kamu salah paham, Nona Saad. Aku tidak mengambil kesempatan. Aku menyelamatkan hidupmu dari kedinginan!"

Aghnia tidak percaya semudah itu, "Kamu jelas mengambil pilihan yang dapat menguntungkan mu, Tuan Abrata. Ini aib dan tidak dapat dibiarkan."

Caiden tertawa remeh, "Kamu bermalam disini berdua denganku saja, itu sudah menjadi aib, Nona Saad."

"Maka dari itu jangan menambahnya. Bagaimana jika ada yang tahu?! Apa yang akan aku katakan kepada pamanku?! Apa yang harus aku jelaskan kepada mereka?!" Aghnia terus berteriak dan menutup dirinya dengan selimut seadanya itu.

"Oi, diamlah! Orang-orang juga ingin tidur!"

"Itu urusanmu, dan jangan berisik." Caiden menunjuk Aghnia untuk menutup mulutnya.

"Aku tidak akan diam. Ini pencambulan, dan kamu yang mengatakan bahwa pencabulan tidak dapat dimaafkan," desis Aghnia melempar bantalnya kepada Caiden.

Ciden meringis tidak dapat menghindar dari amukan Aghnia. "Kamu harus menerima akibatnya, Pria Cabul!" Aghnia terus melemparinya dengan bantal.

"Aw! Aw! Aw! Kamu bermain kasar sekali, diamlah!" Caiden memeluk wanita itu agar dia tidak mengamuk. Aghnia tidak tinggal diam, dia terus melawan dan pergelutan di antara keduanya tidak dapat di hentikan.

Sampai suara gedoran pintu membuat Caiden dan Aghnia sama-sama berhenti dengan terengah. "Diam," mulut Caiden mengucap tanpa bersuara. Dirinya terengah dan membuka pintu dengan gayanya.

Caiden bersandar dengan satu tangannya menatap pelanggan wanita dengan rawut wajah yang semulanya sebal lalu berubah ketika Caiden tersenyum padanya. "Ada apa Nona? Apa aku menganggu waktu tidurmu?"

"Ya, jangan berisik. Kamu tahu pelanggan disini tidak suka keributan." Wanita itu bersedekap dengan sengaja di hadapan Caiden.

Pria itu tentu saja melirik dengan menggoda ke arah yang wanita itu maksud. "Maafkan aku, Nona." Caiden menyugar rambut basahnya, "Aku sedang bermalam dengan wanitaku. Kami sangat bersemangat, sekali lagi maafkan aku."

Wanita itu berjinjit, sedikit mengintip dan Caiden menutupinya dengan wajah manisnya. "Ini baru pertama kali baginya. Jadi, dia sangat bersemangat."

"Oh, begitu. Aku maafkan, tetapi jangan bikin keributan lagi." Wanita itu mengedipkan sebelah matanya, manja.

Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang