Bataluo disesaki para pengunjung dari seluruh Nusantara. Semua penduduk Hindia-Belanda yang mempunyai anak laki-laki yang akan berumur lima belas tahun akan mengikuti upacara Hombo Batuo atau Lompat Batu, yang akan menunjukkan bahwa mereka sudah dewasa dan dapat mengikuti hak-hak serta kewajiban pria dewasa. Seperti berperang dan mencari istri.
Biasanya setelah upacara mereka akan memilih, ikut berperang, mulai mencari istri, atau mereka dapat memilihnya dengan alasan lain.
Keluarga Abrata hadir untuk menyaksikan saudara laki-laki mereka yang akan menginjak usia dewasa tahun ini, yaitu Abrata Eknath. Laki-laki itu terlihat gugup dengan pakaian adatnya. Bersetelan rapi dan terlihat gagah, Eknath menjadi mimik pembicaraan orang-orang. Terutama para Tuan dan Nyonya yang pernah menyaksikan kegagalan keluarga Abrata sebelumnya.
Caiden mendampingi adiknya dengan serius, dia berusaha agar Ekanth tidak mendengar bisikan-bisikan yang menuju kepada mereka. Haniya terlihat berusaha menyapa Nyonya-Nyonya yang bersitatap dengannya.
"Nyonya Darwin," sapanya hangat. Namun, Nyonya Darwin terlihat acuh dan tersenyum sinis kepadanya.
"Nyonya Alatas," ucapnya ketika berpas-pasan dengan tetangga mereka.
"Ah, Nyonya Abarata. Bagaimana anak lelaki bungsuku? Sudah siap untuk melompat hari ini?" tanya Nyonya Alatas menyindirnya, "Aku harap tidak akan terjadi hal memalukan seperti lima belas tahun yang lalu."
Wajah Haniya berubah masam, tetapi dia berusaha untuk tersenyum. "Semoga saja, Nyonya Alatas."
Eknath yang berjalan di dekat mereka mendengar itu, anak laki-laki itu mencengkram tangannya dengan kuat. Ia berhenti melangkah, dan menatap semua orang yang sedang menatapnya. Eknath tidak bisa berada di posisinya yang sekarang, ia harus mencari tempat untuk sendiri.
"Eknath?!" Caiden berusaha menarik adiknya yang pergi begitu saja. Namun
Nyonya Abrata menggandeng Caiden dengan kuat. "Mereka semua membicarakan kita?"Caiden berdeham dan berkata ke ibunya dengan pelan, "Iya, Mama."
"Lani, temani tuanmu," ucap Nyonya Abrata itu kepada pelayan anaknya.
"Baik, Nyonya," jawab Lani sopan dan mengikuti tuannya.
"Aku rasa ini yang di dengar Eknath selama ini. Dia pasti lebih banyak mendengarnya di Pangkudena—tempat seluruh pria yang akan mengikuti Hombo Batuo untuk berlatih." Kerisauan Nyonya Abrata membuat Caiden harus menenangkan ibunya. Dia menggenggam erat tangan Sang Ibu berusaha semoga sentuhan kecilnya daapt membuat ibunya tenang.
"Mama tidak perlu khawatir. Eknath adalah anak laki-laki yang hebat. Dia dapat melakukan yang terbaik, aku percaya kepadanya," ujar Caiden penuh harap.
Saat Caiden seusia Eknath, dia tidak dapat melakukan lompatan dengan bagus. Sehingga dia gagal di hari upacara pertama dan harus mengikuti di tahun berikutnya. Tetapi, semua itu tidaklah mudah. Dia gagal juga di tahun ke lima dan berhasil di tahun selanjutnya. Begitupun dengan Arsya dan Bhalendra mereka berdua tidak ada yang berhasil di tahun pertama. Hal itu yang membuat keluarga Abrata menjadi momok bibir para society Batavia.
Saat berjalan-jalan, melihat keramaian Bataluo. Siapa sangka Melati Suci dengan kecantikan tanpa celahnya hadir di tengah mereka bersama Sang Suami, Raja Akkadiamadjantara dan malaikat kecil mereka yang menggemaskan. Mereka hadir sebagai tamu kehormatan Ratu Isyana dan tamu kerajaan bagi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Van Dijk Beanland.
"Mama, apa Dhara menuliskan kita surat bahwa dia akan hadir di sini?" tanya Caiden kepada ibunya.
Nyonya Abrata itu terlihat bingung. "Tidak," gelengnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02
Historical FictionAroma Kencan Abrata. All right reserved ©2021, Ani Joy KONTEN DEWASA (18+). KEBIJAKSANAAN PEMBACA DISARANKAN. PEKERJAAN INI TELAH MENGIKUTI WATTPAD PEDOMAN UNTUK RATING DEWASA. Berawal dari tawaran, dua anak adam membuat tawaran perjanjian yang terp...