BAB 10 - Pria di Bataluo

328 34 1
                                    

Ratu Isyana menatap takjub perempuan itu, Cut Keumala Saad telah menarik perhatiannya. Wajah lembutnya, bermata bulat, hidung tinggi dan alis yang tebal telah menghipnotisnya. Ditambahi dengan tawa yang sangat manis itu, peringainya membuat Sang Ratu jatuh cinta kepadanya. Bukan hanya Sang Ratu, sepertinya seluruh aristokrat di pesta Nyonya Widjaja merasakan hal serupa.

"Yang Mulia, aku sangat berterima kasih atas kehadiranmu," sapa Nyonya Widjaja kepada Sang Ratu.

"Ya, tentu saja kamu harus. Terima kasih juga atas undangannya. Pesta yang meriah seperti undangannya," baals Sang Ratu penuh senyuman. "Aku pastikan pesta ku akan lebih megah daripada ini." Mata Sang Ratu mengincar seiringi ruangan dan tepat ketika matanya menangkap perempuan yang cukup menarik. Dia bertanya dengan sangat penasaran, "Siapa perempuan itu?" 

Nyonya Widjaja mengikuti pandangan Sang Ratu, "Yang menari di depan?" tanyanya sehingga Sang Ratu mengangguk tidak sabaran. "Dia adalah Nona Keumala Saad. Anak bungsu dari Teuku Daud Saad dan Syarifah Meurah Sa'diah. Dia baru saja kembali dari Hoogere Burgerschool di Soerabaia, Yang Mulia."

"Oh, pantas aku belum pernah melihatnya. Hm, anak dari Teuku Daus Saad? Perempuan tanah rencong itu sangat menarik. Pastikan aku mengenalnya setelah ini," titah Sang Ratu yang mengambil tempatnya dan menyaksikan seluruh tarian perempuan itu.

"Baik, Yang Mulia." Nyonya Widjaja menarik sudut bibirnya puas.

Setelah puas menarikan tariannya, Keumala mengambil minum dan mengisi tenggorokannya. Dia terkejut ketika Nyonya Widjaja telah berada di sampingnya dengan gaya yang misterius.

"Nona Keumala Saad. Biasakah ikut denganku sebentar?" Keumala mengerutkan dahinya. "Ajak keluargamu juga."

Keumala berdiri di hadapan Sang Ratu dengan gugup. Ini kali pertama dia berhadapan langsung dengan penguasa Madjakarta tersebut. Mereka semua memberikan penghormatan, membungkukkan badan mereka sedalam mungkin, memberikan penghormatan dengan sungguh-sungguh.

"Yang Mulia, izinkan aku memperkenalkan tamuku. Professor Yislam, guru besar dan dokter bedah terampil dari Batavia Centraal Ziekenhuis dan anaknya Rendjhani Karunasankara yang berprofesi sama seperti ayahnya." Keduanya memberikan penghormatan.

"Sungguh suatu kesempatan dapat bertemu denganmu langsung, Yang Mulia." Professor Yislam berkata dengan sangat sopan.

"Teuku Hamid dan keponakannya. Nona Saad dan Nona Keumala Saad, anak dari Teuku Daud Saad dan Syarifah Meurah Sa'diah." Sang Ragu tersenyum penuh arti.

"Kemarilah, Nona Keumala Saad," ucap sang Ratu. Perempuan itu mendekat dan Kangjeng Gusti Ratu Isyana menyentuh lembut dagu kecil itu. "Lembut sekali, posturnya bagus. Perlihatkan gigimu." Gigi-gigi seri itu bewarna putih susu dan berjajar rapi. "Seputih kamboja. Dua gigi ini lucu sekali," tunjuk Ratu Isyana kepada gigi kelinci perempuan itu yang besar.

"Ouh, aku mengingatmu, Nona Saad. Kembang mawar yang indah, sayang kamu cepat sekali layu. Apakah kamu telah menemukan siapa pemetikmu?" tanya Sang Ratu ketika matanya bersitatap dengan Aghnia.

"Tuan Karunasankara, sepertinya ayahmu ingin mengambil minum. Temani dia," ucap Nyonya Widjaja tanpa melihat Djanhi.

Sepergian Professor Yislam dan anaknya. Nyonya Widjaja berkata. "Lima tahun lalu, kelopak mawar ini mekar untuk pertama kalinya. Tetapi para pecinta kembang di sini meremehkan keharumannya, sehingga dia ditinggalkan dan di biarkan layu. Yang Mulia Yang Terhormat, aku ingin kamu fokus kepada kembang lainnya."

Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang