BAB 25 - Misi Penculikan Kembali Nyai Sri Lankat Ke Batavia

235 24 0
                                    

"Aghnia?!" panggil Rendjanhi karena wanita itu tiba-tiba keluar lagi setelah bersemangat masuk ke sana sendirian.

Rendjanhi mengejar wanita itu dan menarik lengannya yang langsung di tepis oleh Aghnia. "Hei, mau kemana?"

"Aku ingin pulang. Aku baru ingat, bahwa harus menyiapkan perayaan untuk hasil panen kebun kami." Setelah berkata seperti itu Aghnia naik ke atas kereta kudanya. "Ratih cepat kita tidak punya waktu lama."

"Aghnia, aku?"

"Oh, aku hampir lupa. Pulanglah dengan delman lain. Pasti banyak yang bisa mengantarmu pulang, Rendjani."

Kepergian kereta kuda itu membuat Rendjanhi menggeleng bingung.

***

Sampainya di kediamannya, Ratih memberikannya kotak salap yang diberikan Rendjanhi kepadanya. "Nyonya, Tuan Karunasankara menghadiahi salap ini. Agar luka Anda cepat sembuh."

"Terima kasih, Mbok Ratih."

"Nyonya ingin mandi dahulu? Biar saya siapkan air hangatnya?"

"Iya, terima kasih."

Di bak mandi yang besar, Aghnia merendam dirinya diantara bunga kamboja yang mengambang. Hangat air itu membuat Aghnia sangat tenang, ditambah Mbok Ratih yang memijat kepalanya dengan pelan.

"Mbok lihat, Tuan Rendjanhi Karunasankara sepertinya menyukai Nons Saad," ujarnya ketika mengambil cairan yang beberapa waktu lalu dibeli Aghnia di Bataluo dan menuangkannya di dalam bak pemandian Aghnia.

"Bukan sepertinya lagi, Mbok. Memang iya," jawab Aghnia ambil menghirup aroma itu.

"Tuan Karunasankara terlihat tulus, Nona. Saya menyukainya." Ratih terdiam sebentar ketika tangan Aghnia menghentikannya. "Maaf, Nona  Saya pijat bagian sini saja ya?" Tangan Ratih beralih ke pundak Aghnia.

Aghnia memegang kepalanya dan merasakan itu, getaran ingatan lamanya. Ratih tadi tidak sengaja mengenai daging tumbuh di kepala wanita itu yang terjadi akibat perlakuan biadab Ampon Leman dahulu kepadanya.

"Mbok ingin Nona mempunyai teman hidup yang mencintai Nona tulus tidak memandang apapun yang ada pada diri Nona." Ratih mengusap lembut lebam yang berada di tubuh Aghnia. "Pria yang lembut, yang bertanggung jawab. Memuliakan wanita," sambung Ratih dengan medoknya.

Aghnia tersenyum pedih.

"Si Mbok ini kan sudah tua. Tidak dapat berlama-lama sama Nona. Jika Mbok tidak ada, setidaknya ada Tuan siapa itu yang bisa menjaga Nona." Ratih mengusap sudut matanya. "Kemarin Mbok tidak bisa menemani Nona ke gedung putih. Mbok tidak bisa menjaga Nona, dan Mbok menyesal karena Nona terluka."

"Ini bukan salah Mbok Ratih. Tidak ada yang salah Mbok, aku masih hidup itu sudah seperti anugerah." Sudut bibir Aghnia tertarik lagi. Mengingat lagi masa dimana dia hampir mati.

"I kah iem! Peurumoh hana adab [1]! Kamu aku berikan segalanya! Rumah, harta dan kekayaan! Belum cukup?!" Tamparan itu begitu kencang.

Aghnia menutup matanya. Merasakan tamparan itu hadir kembali.

"Peurumoh barô nyan yang co' andè[2]. Semuanya diambil dariku?! Rumahku, hartaku, kekayaan ku dan suamiku! Semuanya mereka ambil!!!"

Pijatan Ratih yang turun ke dadanya menyadarkan Aghnia. "Mbok, bagaimana jika aku tidak mendapatkan teman hidupku?"

"Wush, tidak boleh berkata seperti itu, Nona. Semua manusia ditakdirkan untuk berpasang-pasangan. Mbok juga punya pasangan di kampung. Begitupun dengan Nonaa, pasti akan ada yang menjadi teman hidup Nona nantinya."

Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang