BAB 21 - Pertemuan Dengannya

256 24 0
                                    

Peresmian Pendopo Gatri Ratna malam itu sungguh megah. Ornamen khas Madjakarta mendominasi pendopo. Seluruh aristokrat Batavia hadir di tengah-tengah aula yang besar dan berasalan keramik dengan hiasan Megamendung. Alunan gamelan mengiring para tamu itu masuk ke aula besarnya. Beberapa penari dengan lembut menyambut mereka dengan tariannya.

Keluarga Abrata malam itu menginjakkan kaki mereka di lantai Megamendung dengan terhormat. Abrata Caiden segera melirik seorang penari yang begitu menarik perhatiannya, ya siapa lagi jika bukan kembang kamboja—Keumala Saad. Lengkap dengan pakaian adatnya menari dengan gemulai bersama dengan penari lainnya. Tetapi orang-orang sepertinya terhipnotis dengan Keumala Saad yang begitu manis sehingga penari lain di belakangnya tidak tampak mekar.

Caiden menunggu perempuan itu di ujung lantai dansa. Tatapannya dengan lembut mengarah kepada perempuan yang sedang tersipu malu karena tatapan prianya. Tangan Caiden tergerak ke belakang memandang dengan serius, berjalan perlahan mengelilingi lantai dansa hanya untuk melihat setiap detail yang perempuan itu tarikan.

Setelah menyelesaikan tarian penyambutan, Keumala Saad dengan pipi bersemu kemerahan datang kepada Caiden yang sudah menunggunya. Dari kejauhan, Aghnia memantau mereka. Sementara Hamish Saad ada tidak jauh mendampingi keponakannya.

"Tarianmu indah sekali. Seluruh mata di aula ini terlena akan kecantikan tarianmu, Nona Keumala." Caiden tersenyum tulus dan menarik napasnya, jantungnya cukup berdebar sekarang.

"Terima kasih, Tuan Abrata. Kamu selalu saja memujiku." Keumala maju sedikit mendekatkan tubuhnya kepada Caiden. Namun yang Caiden lakukan justru terus mundur dan berkata dengan sopan, "Maukah kamu menari lagi Nona Keumala? Menarilah bersamaku."

Tepat setelah musik gamelan berdentang-denting lembut, pelan, dan tempo yang cukup lambat. Diiringi dengan beberapa pasangan lainnya. Tarian berpasangan yang cukup syahdu. Bahkan beberapa orang tua itu menatap keduanya dengan mata memuja.

"Oh, lihatlah, sepertinya Tuan Abrata akan segera melamar Nona Keumala. Tarian mereka sangat romantis," puja Nyonya Darwin menangkupkan wajahnya.

"Semestinya memang begitu. Usia Tuan Abrata sudah seharusnya memiliki pendamping bukan begitu?" Nyonya Alatas ikut menambahi setelah menyeruput es merah yang disediakan.

"Oh, dimana kamu mengambil es merah ini, Nyonya Alatas?" tanya Nyonya Darwin ingin.

"Meja prasmanan, Nyonya Darwin. Sepertinya kamu harus berjalan-jalan," decih Nyonya Alatas menggandeng Nyonya Darwin dan mereka berjalan mengamati para muda-mudi berdansa-dansi.

"Tuan Abrata, apakah kamu suka dengan kue bolu?"

"Tentu saja, Nona Keumala. Tidak ada kue, selezat kue bolu. Aku suka bolu pandan yang dikukus lama, aromanya menusuk hidungku dengan nikmat."

Keumala begitu senang karena kue bolu yang pernah dia buat bersama Aghnia adalah bolu pandan. Walaupun hasil yang Keumala buat tidak seenak buatan Aghnia. Tapi Keumala ingin mencobanya. "Apakah aku boleh membuatkannya untukmu?"

Caiden melirik Keumala dengan gemas. "Tentu saja, Nona Keumala." Keduanya mendayu ke kiri dan ke kanan mengikuti dentingan gamelan. Tempo kemudian berubah menjadi cepat dan Caiden bersama perempuannya memutar, menyamakan formasi dengan penari lainnya. Membentuk lingkaran besar di tengah aula Megamendung dan meliuk ke kiri dan ke kanan, slaing tersenyum dengan hormat dengan para penari lainnya.

***

Caiden cukup haus, dia menuju prasmanan dan melihat apa yang dapat diambil untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Mata Caiden tertuju kepada es merah yang disusun sedemikian rupa menjulan ke atas sehingga membentuk seperti tingkatan. Itu cukup menarik di matanya dan diapun menjulurkan tangannya. Saat ingin mengambil gelas yang berada di bagian tertinggi, tangan Caiden terhenti karena suara dari seorang janda tua yang menginterupsinya, "Jika kamu bisa mengambil gelas yang berada di bawah, tanpa menjatuhkan gelas di atasnya. Niscaya kamu akan segera mendapatkan apa yang kamu minta, Tuan Abrata. Mitos dari Ratu Isyana dan keluarganya."

Aroma Kencan Abrata - Tamat | Abrata Series #02Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang