"Ra, kita ngapain ke sini?"
Tangan kanan Juna mentoel pundak Clara secara berulang karena terus saja diam, meskipun sudah ditanya ribuan kali. Clara menoleh sekilas, kemudian kembali berjalan ke dalam bar. Pada akhirnya Juna cuma menghela nafas panjang lalu tersenyum manis. Di sini banyak sekali gadis cantik. Dia langsung bersiul ketika berpapasan dengan gadis berpakaian menarik.
"Halo, Nona!" sapa Juna pada gadis yang lewat.
Plak!
Tangan kanan Clara menampar mulut Juna dengan sekuat tenaga. Kelakuan Juna memang menyebalkan. Di saat sedang bersamanya, Juna masih bisa menggoda gadis lain.
"Ini bar, bukan ajang pencari jodoh! Kalau lo malu-maluin gue, gue pites kepala bapak lo!"
"Bapak gue udah meninggal, Ra."
"Hm? Sorry, gue enggak tahu."
"Lo mau menyusul ke Rahmatullah?"
"Heh, enak aja!" sergah Clara sambil mendorong pundak Juna. Juna cuma terkekeh pelan.
Alis Juna menyatu karena merasa ketakutan. Dia tidak terbiasa di tempat ramai bernama bar. Bukan hanya ramai, ternyata bar tersebut memiliki aroma alkohol yang cukup kuat. Juna sama sekali tidak nyaman dan ingin muntah, tetapi ditahan karena malu kalau ketahuan Clara.
Mereka berdua masih memakai baju sekolah. Namun, bisa masuk ke dalam bar karena usia mereka sudah tujuh belas tahun. Lagian, bar besar ini tidak memedulikan usia anak sekolah. Siapapun bisa memasukinya. Anak SMP saja terlihat sedang berkeliaran sambil memakai seragam rapi.
"Kenapa memperbolehkan remaja SMP masuk ke dalam bar? Anak di bawah umur seharusnya nggak bisa mendapatkan akses ke dalam bar ini. Jangan-jangan, pemilik bar memang nggak peduli sama anak orang lain dan sibuk meraup keuntungan?" gumam Juna dengan nada kecil.
"Bar ini milik Bapak gue!" sela Clara dengan nada jutek.
"Santai, Ra! Ngegas mulu, ya ampun. Lagian, kenapa suka banget bersikap culas?" Juna bergidik ngeri kalau berpikir, suatu negeri akan rusak kalau generasi penerusnya terus disuguhi oleh kenikmatan sampai lupa untuk belajar dari pengalaman.
Laki-laki ini memegangi pergelangan tangan Clara dengan seerat mungkin, kemudian berkata, "Diskotiknya ramai, ya, Ra? Lo masuk ke sini mau dugem? Banyak minuman keras. Pulang, yuk! Gue mau minum es batu aja, kan, sama-sama keras. Ra, jangan diem aja! Nanti mulut lo bau."
"Diam!"
"Kalo gue diam, nanti mulut gue bau."
"Mau gue tebas?"
"Ow, oke! Gue diam, Komandan!"
Mereka berhenti berjalan setelah sampai di dekat tempat DJ. Clara menyipitkan matanya, kemudian melepaskan genggaman tangan mereka. Sekarang, keduanya sedang dihimpit oleh kerumunan, banyak sekali yang bergoyang ria, sesuai dengan alunan musik.
"Lo pengen tahu kenapa gue selalu culas, 'kan?" tanya Clara dengan suara lirih.
Orang yang sedang diajak mengobrol malah asyik mengangkat tangannya ke udara, kemudian meniru goyang Bang Jali. Gila sekali. Clara sampai geram, tangan kirinya menempeleng kepala Juna dengan cukup keras.
Juna segera terkekeh, kemudian menjawab, "Iya, kenapa lo culas terus, Ra? Lo lagi ngidam jengkol, 'kan?"
Gadis ini terdiam sejenak. Suasana di antara mereka terasa sangat sunyi. Suara dentuman musik tidak lagi terdengar, Juna hanya mendengarkan suara tarikan nafas sendiri.
"Bapak gue selingkuh," jawabnya dengan nada bersedih.
"Ow, selingkuh," gumam Juna dengan begitu tenang, "hah? Selingkuh? Lo serius?"
Air mata turun perlahan melewati sela-sela pipi lalu jatuh dari wajah cantiknya. Juna tidak tahu harus melakukan apa. Laki-laki humoris ikut terdiam, tetapi jari-jarinya langsung menyeka air mata tersebut secara lemah lembut. Setelahnya, Juna mengelus pucuk rambut Clara.
"Jun," panggil Clara.
Juna pun menjawab, "Iya, kenapa, Ra?"
Jari telunjuk Clara langsung diarahkan pada pasangan yang sedang menari-nari di bawah kerlip lampu remang-remang. Juna segera menyipitkan mata supaya melihat, siapakah orang yang sedang ditunjuk oleh Clara. Ternyata Clara sedang menunjuk laki-laki berusia empat puluh tahun bersama gadis berusia satu tahun lebih muda dari pada mereka.
Juna langsung melotot kaget ketika bertanya, "Ra, itu adalah adik kelas kita. Iya, 'kan? Ra, mata gue enggak silinder, 'kan? Perasaan, mata gue kotak-kotak, kenapa malah berubah jadi segitiga?"
"Ngomong apaan, sih! Kalau lo ngomong terus, gue jadi pusing!" ucap Clara dengan nada semrawut.
Ketika Juna menoleh, Clara malah sudah tidak sadarkan diri. Benar. Clara meminum alkohol tanpa meminta izin terlebih dahulu. Juna langsung menarik paksa gelas berisi alkohol dari tangan Clara, kemudian memperlihatkan ekspresi murka.
Tangannya langsung menyentuh pipi-pipi Clara dengan perasaan tidak percaya. "Lo mabuk? Sejak kapan? Lo mabuk diam-diam, ya? Gila!" pekik Juna sambil membawa Clara pada kursi kosong.
Dia ikut duduk dalam keadaan mata berkaca-kaca. Clara malah menatap Juna dengan perasaan tidak percaya. Gadis ini mencengkeram rahang Juna, kemudian terkekeh pelan.
"Kenapa lo menangis kayak gitu? Cengeng!"
"Gue sayang sama lo!" jawab Juna dengan nada gemetar, "Lo membuat gue ingat sama Mama. Dulu, Mama juga suka mabuk. Gue enggak mau nasib lo sama kayak Mama gue."
"Gue cinta sama Bapak, tapi Bapak malah kayak tai," balas Clara sambil tertawa terbahak-bahak bak sedang menertawakan nasib, "dia menjadi penyebab kematian Mama. Bapak itu sudah berselingkuh dengan adik kelas gue sendiri."
"Pantesan lo suka memarahi satu adik kelas, Ra. Ternyata dia adalah pelakor di rumah tangga Ibu lo."
"Iya, semua laki-laki itu sama aja, haha ... semuanya adalah biadab!"
"Masih ada laki-laki yang baik, Ra. Contohnya adalah Power Ranger."
"Semua laki-laki itu pengkhianat."
"Cowok yang baik itu enggak akan membuat lo kayak gini, Ra. Jangan pernah mau dibutakan sama cinta! Bangun! Gue tahu lo adalah cewek baik-baik. Ra, bangun!"
"Bacot! Lo bertugas mengajarkan gue doang, enggak usah banyak gombal!"
"Gue akan mengajarkan kalau lo sadar total!"
"SIAPA SURUH SEROBOT PERINGKAT PERTAMA DARI GENGGAMAN GUE—"
"Letusan gunung berapi terjadi apabila magma naik melintasi kerak bumi dan muncul di atas permukaan. Aliran lava yang panas menghasilkan kehancuran yang disebabkan oleh letusan gunung berapi. Ada kok yang enggak bisa hancur, yaitu perasaan gue pada keluarga dan lo doang."
Untuk ke sekian kali, Clara menatap Juna dengan tatapan bengis. Namun, gadis cantik ini terus terdiam. Tidak lama kemudian, tangannya segera memeluk Juna dengan begitu erat. Suasana kembali kening. Kerlip lampu ikut menyinari keduanya. Juna cuma bisa membalas pelukan itu sambil menangis tanpa suara. Dia tidak menyangka bahwa hidup Clara pun memiliki kisah yang kelam.
"Maaf, gue selalu jahat sama lo. Terima kasih udah baik sama gue!" ungkap Clara sambil ikut menangis di pelukan Juna.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA AG ( TAMAT )
Teen FictionTAMAT - PART MASIH LENGKAP. ✅ 'Playboy jahil itu siap mengubah suasana kelas seperti neraka!' Tragedi 30 September menciptakan trauma bagi keluarga korban. Murid cerdas sekaligus humoris bernama Juna AG berusaha setengah mati untuk menutupi luka. Ma...