Pintu rumah perlahan terbuka, gadis cantik yang memakai seragam mulai mendekati pintu sambil tersenyum ramah. Dia yakin bahwa orang yang datang adalah Juna. Laki-laki humoris ini pasti sudah menyiapkan kejutan. Ketika sudah keluar, dia tidak melihat siapa pun.
"Siapa, sih? Ngapain ketuk pintu berulang kali?" gerutu Clara sambil melirik ke arah kiri-kanan, "Juna, lo jangan bercanda! Gue enggak mau dipermainkan."
Tidak ada jawaban. Kalau Juna sudah pulang, pasti ada tanda-tanda orang lewat. Namun, suasana di sini masih sepi. Rumah lain masih mengunci pintunya. Jam di tangan menunjukan pukul tiga pagi. Di depan wajahnya masih membumbung asap tebal. Suasana di sekitar bahkan masih gelap gulita.
Clara langsung merinding sampai memutuskan untuk masuk kembali. Dia mengunci pintu lalu melirik Ibu Hesti yang sedang tertidur. Wanita paruh baya ini tampak sehat, walau bibirnya sedikit miring karena stroke.
"Juna berbakti banget sama ibunya. Cantik. Kalau udah tua, belum tentu gue akan secantik ini," ungkapnya sambil membetulkan posisi rambut yang menghalangi wajah Ibu Hesti.
Setelah menatap ibu Juna selama beberapa saat, dia segera berjalan ke toilet. Clara sudah mandi, tetapi dia tidak memiliki baju ganti. Seragam SMA ini tidak cocok dipakai dua kali. Seharusnya, dia membawa baju dulu sebelum kabur dari rumah.
***

Setelah berhasil memotret, gadis misterius terlihat amat gembira. Kelihatannya, dia bukan gadis baik.
"Yes, akhirnya gue berhasil dapetin bukti. Clara emang menginap di rumah Juna, sesuai dengan firasat gue. Foto ini harus gue kirim ke bapaknya Clara. Hm. Gue mencium bau keributan antara Bapak sama anak, haha ...."
Gadis ini bersorak gembira. Dia tidak peduli bahwa lingkungan sekitar masih sunyi. Setelah mengeratkan topinya, gadis bertopi langsung keluar dari semak-semak lalu mengendarai motor menuju persimpangan.
***
Saat sampai di persimpangan jalan, Juna berhenti di toko kelapa muda yang bersiap untuk buka. Dia tersenyum pada penjual kelapa, penjual toko pun membalas senyuman Juna.
"Jun, baru pulang?" tanya pemilik toko.
"Iya, Mang. Mau pulang. Baru mau buka, Mang?"
"Hish, ente tahu sendiri kalau toko Mamang buka siang sampe malam."
"Jangan lupa istirahat, Mang! Cuaca lagi kurang bersahabat. Kalau Mamang sakit, saya bingung cari air kelapa di mana lagi." Juna tertawa kecil. "Mang, Juna mau pulang dulu!"
"Ha, ha, iya! Hati-hati pulangnya!"
Juna berhenti menggoes sepeda karena tidak sengaja melihat seseorang sedang menaiki motor mewah. Mereka sempat berpapasan. Namun, Juna malah tidak melihat wajah gadis tersebut.
Jantungnya mendadak berdebar lebih kencang. Takut sekali kalau gadis tadi adalah Clara yang kabur dari rumah kumuhnya. Juna memutuskan untuk menggoes sepeda ke arah rumah.
Tanpa basa-basi lagi, Juna langsung menggebrak pintu rumah. Wajahnya terlihat begitu panik. Keringat dingin turun secara perlahan dari kening. Saat pintu terbuka, dia berjalan ke arah kamar.
Prang!
Seseorang memukul belakang kepala Juna menggunakan panci berwarna pink.
Gadis yang memakai baju kedodoran menatap punggung Juna dengan ekspresi panik.
"Mampus! Jangan macam-macam lo!" sergah Clara dengan nada tegas.
Ternyata yang sudah memukul kepala Juna adalah dirinya.
Juna segera beranjak, kemudian melirik Clara dengan ekspresi jengkel. "Clara, lo kenapa? Ini gue, Juna. Lo kerasukan dedemit Arjun? Hm?"
"Eh, sorry! Kirain ada yang masuk diam-diam ke rumah ini," tutur Clara sambil duduk di sampingnya.
"Kenapa lo bilang kayak gitu? Rumah ini terlalu kumuh, gembel aja enggak mau masuk ke rumah ini," ungkapnya sambil berjongkok di sisi Clara.
"Oh, jadi, gue disebut lebih parah dari gembel?"
"Enggak gitu juga, Ra," balas Juna dengan ekspresi depresi, "lagian, kenapa lo panik gitu, sih?"
"Lo juga kelihatan panik! Emang lo kerasukan apa? Oh, iya, gue lupa. Setiap hari, lo sering kerasukan."
"He, he, tadi gue lihat ada cewek bertopi. Gue mengira, itu adalah lo, ternyata bukan. Terus, kenapa wajah lo malah panik kayak gitu?"
Clara terdiam selama beberapa saat seperti membiarkan suasana sunyi menyelimuti mereka bertiga. Suara jarum jam terdengar jelas. Tangan kirinya membantu menyeka keringat yang turun dari kening Juna. Mereka sempat saling pandang, kemudian tersenyum kikuk.
"Tadi ada yang mengetuk pintu, tapi pas gue periksa keluar, malah enggak ada siapa pun," tutur Clara sambil menjauh.
Juna tersenyum lebar ketika melihat Clara sedang memakai baju super besar. Baju ini sudah tidak asing lagi di benaknya. Baju warna hitam pekat, memiliki tulisan JUNA AG (agak gila) di bagian belakang dan sebelah dada. Itu adalah baju kesayangan Juna yang dibuatkan oleh anak-anak Sanggara. Apic sekali kalau semua perempuan memakai baju yang tidak memperlihatkan lekukan tubuh.
"Itu baju gue, ya?" tanya Juna sambil berjalan mendekati gadis yang sedang meneguk air putih.
Gadis ini mengangguk, kemudian menjawab dengan nada ketus, "udah tahu baju lo, ngapain tanya lagi!"
"Ha, ha, lo cantik banget kalau enggak pake baju ketat."
"Cih, gombal!" gerutu Clara sambil berjalan menuju kamar Juna lalu membanting tubuhnya sendiri pada kasur.
Empuk sekali. Dalam hitungan lima menit saja, Clara kembali tertidur pulas. Ketika kamarnya diisi oleh seorang gadis, Juna tidak berani untuk masuk ke dalam kamar. Laki-laki humoris menutup pintu kamar, kemudian bersiap untuk memakai seragam sekolah di dalam toilet.
Setelah selesai memakai seragam SMA, Juna segera membawa makanan hangat lalu duduk di samping Ibu Hesti yang sudah terbangun. Dia menaruh makanan itu, kemudian membantu Ibu Hesti duduk. Lelaki humoris ini tersenyum riang. Tidak ada emosi dalam hatinya saat melihat kasur di hadapannya sudah dipenuhi oleh air kencing.
"Mama mau makan dulu atau mau mandi? Hm? Makan? Boleh," gumam Juna kepada dirinya sendiri karena sudah tahu bahwa sang Ibu tidak pernah mau menjawab ocehannya, "ayo, Mama buka mulutnya! Kereta udah mau jalan. Aaaaa ... ish, hebat!"
Begitulah kelakuan Juna kalau sudah berada di depan ibundanya. Clara yang tidak sengaja terbangun sampai menahan tawa setelah melihat tingkah laku Juna. Kelihatan seperti anak-anak yang sedang berusaha menjadi orang dewasa. Menghibur sekaligus memberi banyak amanat.
Benar. Juna berbeda dari kebanyakan cowok, batin Clara sambil menahan kantuk. Dia kembali menutup pintu, kemudian membereskan kasur tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Juna membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk menyuapi ibunya. Setelah selesai menyuapi, Juna bersiap untuk memandikan Ibu Hesti. Semua kebutuhan Ibunya yang lain akan dilakukan oleh perawat, termasuk membereskan genangan air di atas kasur.
"Ayo, Mama harus mandi! Kalau enggak mandi, Mama enggak akan cantik kayak kemarin!" pinta Juna sambil membantu membopong Ibu Hesti.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA AG ( TAMAT )
Подростковая литератураTAMAT - PART MASIH LENGKAP. ✅ 'Playboy jahil itu siap mengubah suasana kelas seperti neraka!' Tragedi 30 September menciptakan trauma bagi keluarga korban. Murid cerdas sekaligus humoris bernama Juna AG berusaha setengah mati untuk menutupi luka. Ma...