Apakah kalian ingat bahwa bapak Clara sudah memberikan tantangan kepada Juna untuk menemukan ide bisnis yang baik dan benar? Ternyata Juna pun ditantang untuk mencari tahu bisnis menguntungkan di zaman yang serba sulit ini. Sudah beberapa kali tersenyum haru, tetapi Juna harus kembali dijatuhkan oleh ekspektasinya sendiri.
Apakah dia lelah mencari tahu? Tentu tidak. Dalam kurun satu bulan, Juna pergi pada seorang ahli bisnis yang berada di Bogor. Hatinya menolak menyerah. Kegigihan Juna didukung oleh Clara. Gadis judes tersebut tidak segan untuk ikut membantu dan selalu menemani Juna dalam melakukan riset untuk usaha di lapangan.
"Jun, jangan terlalu capek!" pinta Clara di sela-sela istirahat mereka.
Juna menyeka keringat di sela-sela kening. Wajah yang terkena sinar matahari seakan bersinar-sinar.
"Sekarang gue enggak terlalu capek. Gue malah bahagia, Mama udah gak pura-pura sakit lagi," ungkapnya.
Clara menoleh lantas menjawab, "lo enggak akan menyerah di tengah jalan, 'kan? Usaha ini kayaknya bakal sulit."
"Mencintai lo juga sulit, tapi gue gak menyerah," balas Juna dengan nada enteng.
"Yeee, bahlul!" sorak Clara sambil menjitak kepala temannya.
"Lo udah mencintai gue, 'kan?" tanya Juna dengan nada dan ekspresi serius.
Gadis ini melepaskan sepatu sebelah kanan, bersiap melemparkannya ke arah Juna. "Diam atau gue lempar ini sepatu ke muka lo!" ancam Clara.
Juna terkekeh sambil berujar, "Ha, ha, emangnya kenapa tanya kayak gitu? Enggak yakin gue mampu membantu bisnis Bapak lo, ya?"
Tidak ada jawaban. Clara hanya mengangkat kedua pundak seolah memberi isyarat bahwa dia tidak mengetahui apapun.
"Kenapa enggak tahu, Ra?"
"Kalau melihat semua perjuangan lo dalam bisnis ini, gue enggak bisa ngomong apapun."
"Kalau ngomong 'I LOVE YOU TOO' bisa enggak?"
"Yeee, bahlul!" pekik Clara sambil mendorong pundak Juna karena sudah merasa gemas.
Juna pun menjawab, "Nama gue Einteis, bukan bahlul."
"Nama lo Juna, bukan Einteis. Dasar, ngeselin!"
"Haha, canda, Cantik!"
Mereka kompak terdiam selama beberapa saat dan membiarkan suasana sunyi menyelimuti. Angin terasa lebih sejuk dibandingkan hari biasa seolah mendukung langkah di dalam bisnis ini. Juna sempat mencuri pandang, tetapi langsung berpaling ke arah lain. Semua murid di Legantara High School berkata benar bahwa Clara mempunyai tatapan super sinis.
"Jun, ngapain lo sampai buang-buang waktu untuk membantu riset pasar, menjumlahkan seluruh pengeluaran-pendapatan, dan juga menghitung biaya operasi dalam bisnis ini?"
"Gue cuma mau membantu." Juna meliriknya, kemudian tersenyum manis.
"Ini bukan tugas lo, Jun. Lo cuma mendapat perintah untuk mengawasi proses berjalannya bisnis di wilayah selatan. Itu juga kalau bisnisnya udah mulai beroperasi," ujar Clara.
Bukannya apa-apa, kalau bisnis ini tidak berjalan lama, maka Bapaknya pasti akan membuka bar lagi. Clara tidak mau semua ini terjadi. Bapak tersayang berubah menjadi 'setan', kemudian berdansa dengan adik kelasnya lagi.
"Kalau ada sisi untung, pasti ada sisi rugi. Gue sedang mencari peluang supaya keuntungan dalam bisnis ini bisa menutupi semua kerugiannya. Lo mau membantu gue untuk riset lagi, 'kan? Ra?"
Clara tidak memiliki pilihan, selain mengangguk. Juna sudah kerja keras untuk mengeluarkan Bapaknya dari zona negatif, yaitu berselingkuh dengan adik kelas mereka. Gadis judes ini sangat berterima kasih. Clara rela menemani setiap langkah Juna dan tidak pernah mengeluh ketika sedang bekerja di lapangan.
Jujur, ini adalah kali pertama Juna jalan bersama Clara dalam waktu lama. Mereka sampai jalan-jalan selama sebelas jam sehari. Semua trauma perlahan lenyap karena mereka sama-sama menghabiskan waktu dengan cara saling menghibur dan menguatkan satu sama lain.
"Aturan mengenai pendirian Coffee Shop diatur di dalam UU No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 14 huruf e yaitu jasa makanan dan minuman. Sedangkan, tata cara mengenai pendiriannya diatur di dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM/87/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan Minuman pasal 4 Huruf D yang mencantumkan kafe di dalamnya."
Ini adalah kali ke sekian Juna memberitahu sedikit wawasan untuk dunia bisnis menarik kepada bapak Clara. Sekarang, dia menyampaikan permohonan izin mengenai bisnis yang sudah disepakati. Benar, ini adalah bisnis yang bisa mereka kerjakan secara bersama.
"Kamu yakin, sudah menelaah semua ini tanpa sedikit pun cela?" tanya bapak Clara dengan ekspresi ragu.
Juna segera mengangguk lantas menjawab, "Hal – hal yang harus dipersiapkan dalam mendirikan usaha coffee shop antara lain; Akta Pendirian Badan Usaha Fotokopi KTP dari penanggungjawab coffee shop Fotokopi NPWP pemilik Coffee Shop Fotokopi pengelolaan lingkungan hidup (UPL/UKL) Proposal atau rancangan usaha coffee shop Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) Mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) Menyertakan sertifikat halal (paling lambat 17 Oktober 2024) Surat pernyataan mengenai kebenaran dan keabsahan dokumen Foto lokasi ukuran 4R berwarna tampak depan, kiri kanan, dan dalam tiap-tiap ruangan masing-masing satu lembar, beserta denah lokasi/ruangan."
Beberapa jam berlalu, Juna masih sabar dalam menjelaskan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan. Bapak Clara menggeleng pelan dan merasa takjub terhadap pendengarannya sendiri. Juna sudah menceritakan semuanya secara rinci.
"Bisnis ini akan menguntungkan. Kami punya teman bisnis batu bara dan juga punya otak emas kayak kamu. Kamu mau membantu kami, 'kan?"
Mendengarkan pujian itu, Juna cuma tersenyum manis sambil mengangguk pelan. Bapak Clara menarik beberapa kertas di atas meja, lalu mengangkat salah satu alis. Tulisan tangan Juna cukup rumit dan hanya bisa dibaca oleh beberapa orang saja. Namun, Juna menulis data pekerjaan dengan teliti, secuil pun tidak dilewatkan begitu saja.
"Penampilannya kayak gelandangan, ternyata otaknya cukup pintar," ujar bapak Clara sambil tersenyum sinis."Pakaian bisa dibeli, kekayaan bisa didapat, tapi kalau otaknya gak mau diisi, bagaimana bisa hidup jaya di zaman sekeras ini?" kekeh Juna.
"Betul juga. Kalau otaknya gak digunakan semaksimal mungkin, orang lain bisa aja memanfaatkan. Hahaha, pintar!"
Bapak Clara kembali tertawa sambil menarik pergelangan tangan remaja ini. "Duduk! Kamu mau asam urat? Hah?" perintahnya kepada Juna.
Juna mengangguk lalu duduk di sisi bapak Clara. Bapak Clara terlihat gagah karena memakai jas hitam dan Juna memakai T-Shirt hitam pekat bagaikan orang ingin melayat. Serasi sekali.
Bapak Clara menepuk pundak Juna sebanyak tiga kali, kemudian berujar, "Kamu suka sama anak saya?"
Juna kembali menoleh, kemudian menjawab, "Iya, Om."
"Tolong dijaga dan jangan biarkan dia sendirian!"
"Baik, Om!" balas Juna dengan penuh keyakinan.
Menjaga gadis culas seperti Clara bukanlah satu hal yang mudah. Namun, sesulit apapun cobaannya, Juna akan berusaha menjaga gadis kesayangannya. Ketika Juna sedang menoleh ke lantai dua, dia melihat Clara sedang menguping percakapan mereka sambil tersenyum hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA AG ( TAMAT )
Teen FictionTAMAT - PART MASIH LENGKAP. ✅ 'Playboy jahil itu siap mengubah suasana kelas seperti neraka!' Tragedi 30 September menciptakan trauma bagi keluarga korban. Murid cerdas sekaligus humoris bernama Juna AG berusaha setengah mati untuk menutupi luka. Ma...