40. Salam perpisahan.

39 4 5
                                    

Bel pulang sudah berbunyi sejak tiga jam yang lalu, tetapi dua sejoli masih bertahan di halte karena terjebak hujan. Clara mengusap tangannya sendiri sendiri karena kedinginan. Jujur, Juna tidak bisa membiarkan gadis di sampingnya sampai jatuh sakit.

"Gue udah bilang, jaga kesehatannya!" omel Juna.

"Bawel, kayak orang kerasukan aja!" protes Clara dengan tatapan tajam.

"jangan sakit lagi, Ra! Nanti, gue antar lo sampai rumah, ya? Gue gak akan maafin diri sendiri kalau lo sampe kenapa-napa," sambung Juna sambil menoleh dan memperhatikan gadis tersebut.

"Jangan lebay, Brother!" sela Clara dengan ekspresi datar.

Tangan kiri Clara segera mendorong pipi kanan Juna sampai menoleh ke arah lain. Laki-laki humoris ini hanya terkekeh. Ternyata Clara sama sekali tidak berubah. Gadis ini sangat manis kalau sedang digombali. Ya. Sangat manis, tetapi ucapannya sedikit sadis.

Manusia akan memiliki dua type kalau sedang diberi ucapan manis. Satu, menerima dengan berbahagia. Dua, merasa geli serta jijik. Juna itu malang karena bertemu dengan type kedua. Tidak ada satu pun gombalan yang mampu meluluhkan hati Clara, bahkan setelah mengorbankan tenaga serta waktu sekalipun.

"Lo kedinginan enggak, Ra? Mau gue peluk?"

"Mau digaplok enggak, Jun?" tanya balik Clara hingga membuat Juna kembali tertawa.

"Anginnya kencang banget, ey. Kayaknya mau reda, deh," celetuk Juna.

"Reda gundulmu!"

Untuk ke sekian kali, Clara berhasil menghadirkan senyum pada bibir laki-laki humoris ini. Suasana dingin di antara mereka langsung berubah menjadi sedikit hangat. Ada canda bahagia yang melekat di antara dua remaja ini.

"Nanti akan turun badai. Kita harus cepat pulang!" pinta Clara dengan tatapan memelas.

"Lo tahu dari mana? Lo bukan titisan cenayang, 'kan?" tanya Juna.

"Iya, gue ahli cenayang. Bahkan, gue bisa lempar piring terbang ke wajah lo tanpa disentuh dulu."

"Hebat, dong! Um, kok gue ngeri, sih?" gumam Juna.

Clara ingin menertawakan sikap polos tersebut. Namun, suasana sedang tidak memungkinkan. Semakin lama, cuaca malah semakin buruk. Juna pun tidak tega membiarkan Clara untuk berdiam diri semakin lama lagi. Sayangnya, jarak halte ini ke sekolah lumayan jauh dan hujan pun sedang turun deras.

Juna menatap langit dengan perasaan gelisah. Kalau badai turun, maka Clara pasti akan semakin kedinginan. Bibir Clara terlihat sedang menggigil, sedikit membiru, dan wajahnya cukup pucat. Apakah gadis ini tidak terbiasa kedinginan? Di saat Juna sedang bengong, rintik hujan malah membasahi seragam Clara. Gadis ini sampai mundur beberapa langkah untuk menghindari percikan air.

Tangan kanan Juna menuntun Clara untuk pindah posisi, lalu berujar, "Jangan di situ, hujannya terlalu lebat. Lo di samping gue aja!"

"Jangan terlalu perhatian sama gue, Jun!" pinta Clara dengan nada lirih, "semakin mendekat, lo akan semakin memeluk kaktus. Sakit."

Juna mengangguk lalu menjawab, "iya, gapapa. Mau balet ke kutub atlantik juga mau, semua demi lo."

"Halah! Hujan turun aja ... lo udah gak mau lanjut pulang. Sekarang malah berteduh di halte bus. Payah!" protes Clara sambil berkacak pinggang.

Wajah cantiknya terlihat memerah. Dia memang jengkel terhadap Juna karena sudah memberikan harapan palsu. Katanya, mau segera pulang. Faktanya, mereka harus berteduh di halte karena terjebak hujan.

"Gue salah, seharusnya kita gak usah belajar lest terlalu lama."

"Jangan lebay, Juna!" protes Clara dengan ekspresi ketusnya.

JUNA AG ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang