3. Laki-laki itu sinting.

29 14 13
                                    

Juna termenung di bawah pohon kecil, dekat kelasnya sampai terlihat seperti gembel. Suasana di ruang OSIS mendadak ramai hingga menarik perhatiannya. Juna sudah menebak bahwa Clara sedang mengamuk di ruang OSIS.

Tidak lama kemudian, Juna melihat geng bernama Sanggara, terdiri dari lima manusia aneh dan memiliki karakter super unik. Tangan kirinya melempar kerikil ke arah Areska, tetapi batu tersebut malah mengenai laki-laki misterius bernama Valter Robinson.

Valter langsung melirik tajam sambil berkata, "Lo yang udah lempar batu ini ke gue?"

Juna menggeleng dengan wajah memelas. "Bu-bukan gue! Yang melempar batu ke arah lo adalah penunggu pohon ini," balas Juna sambil menunjuk pohon kecil di belakang tubuhnya.

"Juna, mana ada setan yang mau tinggal di pohon cabe?" sela Arjun.

"Ada, gue yang melatih setannya!" ujar Juna dengan penuh keyakinan.

"Ck, tambah ngeselin!" pekik Valter sambil meraih berapa krikil.

Arjun memberi tatapan malas, tetapi segera menarik tangan Juna supaya bisa terhindar dari amukan laki-laki misterius seperti Valter.

"Guys, kayaknya Juna wajib kita gebukin aja, deh! Lebay banget!" Natasha malah ikut memanaskan suasana.

"Setuju. Gue gak mau dia berbuat onar lagi. Masa geng kita yang kena terus," celetuk Areska sambil mengangkat tangan ke udara seperti sedang memprovokasi geng Sanggara.

Natasya adalah satu-satunya gadis yang ada di gang tersebut. Dirinya sering menjadi penengah ketika satu geng sedang mengalami keretakan atau pertengkaran kecil. Namun, saat itu Natasya ikut kehilangan akal kalau sedang melerai Juna.

"Udah, geng! Enggak usah berisik, mending ribut saja!" sorak Natasya sambil menepuk pundak teman-temannya.

"Sebut nama Tuhan dulu, Neng! Siapa tahu besok kamu yang dipanggil sama Tuhan!"

Juna tersentak karena tidak sengaja mengucapkan kalimat kurang baik kepada geng Sanggara. Dia beruntung karena Arjun segera menyelamatkan, padahal Valter sudah terlihat amat jengkel.

"Valter, lo gak usah jadi kanibal, deh! Daging gue pahit, udah dicampur sama sianida. Masih mau terkam gue? Hah?" lanjut Juna.

Valter menatap Juna dengan tatapan malas. Arjun hanya bisa berdecak kesal terhadap kelakuan sahabat satu SMP-nya tersebut. Semakin ke sini, otak Juna semakin berkurang sekitar dua senti.

"Mau ke kantin gak?" tanya Natasha.

Arjun menggangguk. "Boleh!"

"Oke, gue yang traktir, tapi pake uang Arjun."

"Haha ... dasar! Ya udah, ayok!"

Ketika akan pergi menuju kantin, Juna malah tidak sengaja melihat gadis cantik sedang berjalan menuju kelas 12 IPS 1. Kelas tersebut sudah sepi dan ini adalah waktu yang tepat untuk berubah menjadi buaya antartika.

"Guys! gue enggak mau ikut ke kantin!" teriak Juna sambil berjalan menjauh

"Ngapain lo? Mau petak umpet sama Sunggokong, ya?" tanya Areska.

"Haha ... gue mau caper ke bidadari yang jatuh dari genteng terus diseruduk banteng PDIP."

Setelah berlari cukup kencang, Juna akhirnya sampai di dekat kelas 12 IPS 1. Dia memutuskan untuk mengintip dari ujung jendela lalu melihat gadis cantik, sedang membenamkan wajah di tumpukan tangannya sendiri.

Tanpa basa-basi, Juna pun masuk ke dalam kelas, lalu mendekati mangsa. Namun, dia berhenti melangkah saat melihat tubuh gadis itu bergerak, disusul oleh suara orang menangis sesenggukan. Ternyata suara tangisan itu berasal dari gadis di hadapannya.

"Cup, cup! Mau nangis sampai kapan?" ucap Juna sambil mengusap pucuk rambut Clara.

"Astagfirullah!" teriak gadis tersebut saat melihat Juna sedang duduk di depan bangkunya.

"Gue tahu, wajah gue lebih seram dibandingkan setan, tapi lo jangan kaget gitu!"

"Ngapain lo di sini?"

"Mau ngerayu bidadari."

"Bidadari ndasmu!"

"Ndas itu nama tetangga gue."

"Lo udah nonton air mata gue, 'kan?"

"Lihat dikit doang."

"Heh, ini air mata mahal! Lebih baik lo menyingkir dari hadapan gue! Gue mau sendirian aja!"

"Jangan kaget gitu, Ra! Jantung gue ini lemah, soalnya suka deg-degan kalau ketemu cewek manis kayak lo," jawab Juna sambil cengengesan.

Tangan kanannya segera menyeka air mata Clara menggunakan sapu tangan dari saku celana. "Katanya, air mata lo mahal. Ya, udah. Mulai sekarang, gue gak akan biarin lo nangis lagi."

Kalau tidak bersedih, maka Clara tidak sudi menerima bantuan Juna. Laki-laki ini hanya tersenyum kecil karena barang pemberiannya sudah dipakai, yaitu untuk menghilangkan kesedihan di wajah gadis terkasih.

"Kenapa nangis? Mata lo habis dicolok sama sendok semen, ya?"

"Juna, mata lo mau gue colok?" balas Clara dengan tatapan menusuk.

"Eh, e-enggak! Gue cuma bercanda," cerocos Juna.

Setelah memakai tisu sampai lecek, Clara langsung membuangnya ke sembarangan arah. Dia tidak mau mengucapkan terima kasih. Untuk sebagian orang, Clara adalah gadis menyeramkan. Namun, Juna malah menganggap gadis ini sebagai gadis paling imut dan menantang.

"Jangan nangis! Nanti ingusnya keluar."

"Semua laki-laki itu sama."

"Kalo semua laki-laki sama, wajah gue sama Taehyung enggak ada bedanya."

"Semua laki-laki adalah makhluk kurang ajar, biadab, menyebalkan!"

"Spiderman juga kurang ajar, Ra?"

"Anjing!" umpat Clara dengan tatapan kosong.

Juna langsung terdiam seribu bahasa. Sulit sekali memberi pengertian pada gadis ini. Clara selalu menganggap semua laki-laki sebagai makhluk biadab. Suasana XI IPS 1 berubah menjadi lebih sepi. Tangan kanan Clara mendadak menggebrak meja, sekuat tenaga.

Brak!

Suara gebrakan itu menderu sampai ke pojok ruangan. Beberapa orang yang lewat memutuskan untuk menoleh. Saat tahu yang menggebrak meja adalah Clara, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Gadis ini memang sering mencari keributan.

Jujur, Juna cukup terkejut. Dia memang terbiasa mendengarkan amarah Clara, tetapi setiap Clara marah kepadanya ... Juna selalu merasa bersalah.

"Kenapa lo selalu ngomong kayak gitu, Clara?"

"Karena lo enggak ada bedanya sama manusia licik di luar sana. Senang banget memanfaatkan simpati dari seseorang, setelahnya langsung lo jatuhkan."

"Gue berbeda."

"Lo laki-laki, lanang, boy! Lo sama aja kayak binatang buas yang rakus sama pasangan!"

"Gue bukan laki-laki, tapi cowok, man, dan juga ironman."

Juna membuka tangannya selebar mungkin bagaikan pahlawan yang ingin menerima pujian.

"Berhenti bercanda, Juna!" pekiknya sambil mendorong pundak Juna sampai mundur beberapa langkah, "semua laki-laki adalah lintah darat! Memanfaatkan seorang perempuan untuk kepuasan dirinya sendiri. Gue mengganggap kalau lo juga orang biadab. Jadi, lebih baik lo pergi dari gue!"

"Biadab? Maksudnya apa? Gue gak ngerti," ungkap Juna dengan ekspresi memelas.

Clara tidak tertawa dan malah pergi keluar kelas dalam keadaan menangis sesenggukan. Dadanya sesak kalau menahan kesedihan seorang diri. Dia bersalah karena melampiaskan amarah pada orang tidak bersalah. Ya. Clara sudah menjadikan Juna sebagai bahan pelampiasan. Jahat sekali bukan?

JUNA AG ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang