11. Ngapain, Bro?

23 11 25
                                        

Jangan lupa follow akun instagram penulis, ya! Di sana, akan banyak informasi tentang wattpad ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa follow akun instagram penulis, ya! Di sana, akan banyak informasi tentang wattpad ini.

Ig 👉 @fitri_cikayanti

Tombol bintang nganggur, tuh.
Jangan lupa pencet tombol bintang sebagai bentuk menghargai penulis, ya?

~ Selamat membaca.

***

Juna segera keluar dari kamar dalam keadaan rapi, sesekali memandang Ibu Hesti dengan tatapan datar. Dia tidak tahu harus mengucapkan apa karena sang ibu sudah terlihat bad mood padahal dirinya tidak berkata apapun. Mungkin bibirnya yang sedang maju beberapa centi sudah menyinggung perasaan Ibu Hesti, tetapi apakah dia tidak pantas untuk mengekspresikan perasaannya lewat gerakan bibir?

"Mama mau sarapan?" tanya Juna dengan nada serak karena sudah menangis semalaman sampai kantung matanya menjadi sedikit bengkak.

Ibu Hesti tidak menjawab tawaran itu dan malah memandang langit-langit seolah tidak mendengarkan apapun. Juna langsung mendengus kesal dan sedikit menyesal karena sudah baik hati kepada wanita paruh baya yang sudah kehilangan simpati.

Laki-laki humoris itu membanting pintu sampai menimbulkan suara dentuman kemudian menghentakkan kedua kaki seperti orang yang sedang kerasukan dedemit sungguhan. Tidak lama kemudian, dia melihat Danu sedang melipat kedua tangan di dada sambil menatapnya dengan ekspresi songong.

"Kenapa bibirnya manyun begitu? Habis ditolak Clara untuk keseratus kali, ya?" celetuk Danu, "Ngapain diam aja? Semakin lo diam, gue semakin paham kalau Clara enggak akan pernah menerima lo sebagai pacarnya. Gue dengar, gadis itu adalah gadis culas yang matre. Lo cuma laki-laki miskin! Lo enggak pantas mengejar Clara. Mundur! Gue lebih kaya dibandingkan lo. Lagian, lo bisa masuk Legantara High School karena beasiswa, 'kan? Cih! Udah melarat, banyak tingkah pula."

Juna tidak membalas ocehan itu karena perasaannya sedang campur aduk. Hari ini, Danu memperburuk suasana hatinya. Firasat kalau Danu pindah rumah untuk merusuh saja terbukti benar. Di pagi buta seperti ini, Danu sudah mengganggunya.

"Hm, kemarin gue sempat mengintip ke rumah lo. Gue kaget banget, Anjir! Ternyata ada nenek-nenek tua yang lagi stroke. Itu nenek atau janda yang pernah lo pacarin, ya? Gue takut lo terkena AIDS kalau mengurus dia. Gimana kalau dia dibuang aja ke sungai?" cerocos Danu.

Danu menganggap bahwa masalah hidup yang dialami oleh Juna sangat mudah bagaikan maling jagung di ladang tetangga. Awalnya, Juna tidak mempedulikan Danu, tetapi suasana hatinya semakin buruk karena dicemooh seperti itu.

Baiklah, kalau Danu memang ingin berkelahi dengannya, maka Juna siap meladeni. Lagi pula, Danu sudah melewati batas sampai berani ikut campur dalam urusan pribadinya. Bukan hanya itu, Danu pun menghina ibunya sebagai janda tua!

Nafas Juna terasa lebih memburu dari hari-hari biasanya. Setelah merasa sangat emosi, dia berbalik badan dan tangannya sudah mengepal hebat. Saat Danu tersenyum meledek, Juna langsung menghampiri dengan langkah cepat.

JUNA AG ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang