18. Kabar Buruk.

15 7 8
                                    

Rumah di hadapan Juna terlihat sangat sepi dan gelap. Menyeramkan, itu adalah kata yang cocok untuk menggambarkan keadaan rumah Juna. Beberapa tetangga sampai tidak malu untuk berkata bahwa rumah ini lebih sunyi dibandingkan rumah hantu. Ketika wajahnya semakin panik, dia segera berlari ke dalam rumah. Tangan kanannya menyalakan saklar lampu untuk pekarangan rumah. Dia sempat terkejut karena lampu ruang tengah malah menyala. Memang siapa orang yang sudah menerobos masuk?

Rumah ini terlalu kecil, diisi oleh satu kamar mandi, dua kamar tidur, saru ruang utama dan lainnya. Maling pun harus pikir dua kali kalau merampok rumah kumuh ini. Kedua kaki mulai melangkah secara perlahan ke ruang utama. Dia sudah rindu terhadap Ibu Hesti. Namun, amarah sewaktu pagi hari masih terselip di dalam dadanya.

"Ma? Mama di mana?" panggil Juna sambil melirik ke kanan dan kiri.

Setelah sampai di ruang tengah, kedua mata langsung melotot kaget. Pasalnya, Ibu Hesti tidak ada di posisi semula. Mustahil kalau ibu Juna bisa bangun dari kondisi stroke secepat ini. Laki-laki humoris pun pergi ke kamar tidurnya dan berusaha untuk memeriksa, tetapi hasilnya tetap sama. Ibu Hesti masih tidak ditemukan.

"Mama di mana? Juna pulang! Tolong bicara, Ma!"

Juna semakin panik dan sudah tidak bertenaga. Seluruh tubuh menjadi lemas karena memikirkan banyak kejadian negatif. Lutut yang sempat lecet karena didorong oleh Clara malah semakin parah. Darah pun keluar perlahan, tetapi tidak kunjung berhenti mengalir.

Jangan sampai Ibunya mengalami hal-hal buruk karena sudah ditinggal pergi terlalu lama. Laki-laki humoris ini mengutuk dirinya sendiri kalau tidak berhasil bertemu Ibu terkasih. Andai, dia tidak menemani Clara untuk pulang sekolah terlalu lama, maka kejadiannya tidak seperti ini.

Juna menyesali perbuatannya sendiri. Meninggalkan sang Ibu dalam kondisi lapar adalah hal tidak terpuji dan akan disesali seumur hidup. Laki-laki humoris ini memukul kepala sendiri dengan cukup kuat sampai terlihat memar-memar dari sela rambutnya.

"Maaa! Maamaaa di mana? Maafin Juna, Ma!" teriak Juna sambil berjalan gontai di area pekarangan rumah.

Tidak lama berlalu, mata yang sudah terhalang oleh tetesan air melihat bayangan laki-kaki berusia sama sepertinya. Bayangan itu keluar dari mobil yang baru terparkir di depan rumah. Juna segera menyeka air mata ketika tahu bahwa bayangan itu adalah Danu. Musuh bebuyutannya tersebut mendekat kemudian mencengkeram dagu Juna. Laki-laki humoris ini sudah memberontak, tetapi dirinya sudah kehilangan banyak tenaga.

"Ngapain lo ke sini? Pergi! Gue enggak mau berantem hari ini," pekiknya sambil memalingkan wajah dari Danu dan berusaha menutupi luka memar di bagian kening.

Danu melotot karena tidak sengaja melihat luka memar di kening Juna. Dia tidak menolong, tetapi tertawa lepas. Hati sama sekali tidak merasa simpati. Nasib malang yang menimpa Juna adalah hiburan. Ternyata, Juna sangat lemah kalau tidak berada di samping ibunya. Sekali lagi, Danu memasukkan kedua tangan menuju saku celana dan tidak sudi memberi pertolongan.

"Lo telat pulang karena main-main dulu sama Clara, 'kan? Bodoh banget, sih? Lo enggak kasihan ke Ibu Hesti? Dia kelaparan, Bro!" ledek Danu, "lo kalau cinta sama orang lain, jangan sampai melupakan keluarga. Jangan sampai lo menjadi kacang yang lupa sama kulitnya. Dilahirkan sama siapa, eh, yang dimanja malah pacarnya aja. Pacaran juga belum, udah ngelunjak aja."

Juna mencengkeram telapak tangan kemudian menjawab, "Niat gue baik. Gue cuma pengen membantu Clara. Siapa yang sangka kalau gadis itu udah mempermainkan gue? Gue bukan orang jahat kayak lo yang menghina kemampuan orang lain dengan embel-embel membantu!"

Danu terdiam di tempat. Dia sama sekali tidak tahu kalau sebenarnya Juna telat pulang karena menolong Clara. Namun, gadis berambut pendek itu malah mempermainkan kebaikan Juna. Ini adalah kali pertama dirinya melihat Juna sedang terluka parah. Kepala yang memar-memar, darah mengalir dari sela-sela lututnya, dan juga kantung mata sudah terlihat sembap. Kondisi ini memprihatinkan.

"Jadi, Clara udah mempermainkan lo?"

"Gue enggak tahu apa maksud dia untuk mengajak gue jalan selama beberapa jam. Gue cuma tahu kalau manusia enggak mampu membalas semua kebaikan orang-orang baik!"

"Namanya juga cinta. Lo akan sulit membedakan mana yang tulus dan mana yang ingin pupus."

"Danu, cepat katakan di mana Ibu gue! Gue enggak mau beliau terkena masalah besar!"

"Sepenting apa Ibu untuk laki-laki humoris kayak lo?"

"Cepat katakan Ibu gue ada di mana!" sergah Juna sambil berdiri dari posisi berlutut lalu mencengkram kerah baju Danu, sekuat tenaga, "lo enggak tahu, 'kan? Ibu adalah orang yang berkorban banyak untuk gue! Beliau sudah melahirkan, menyusui, dan juga membesarkan anaknya dengan sabar."

"Tapi, Ibu Hesti sangat membenci lo, Juna! Kata tetangga, beliau pernah mencekik lo ketika masih bayi—"

"Walaupun Ibu rewel dan membenci anaknya sendiri, gue tetap berusaha menjaga beliau. Beliau adalah Syurga dunia-akhirat untuk gue!"

"Kenapa lo enggak membalas tingkah buruk dari Ibu Hesti? Sadar, bodoh! Bu Hesti mencampakkan lo kayak sampah, tapi kenapa lo bertahan di rumah kumuh ini. Otak lo pintar dan lo bisa mendapatkan fasilitas lengkap dari sekolah—"

"Gue enggak butuh bantuan dari sekolah. Selama Ibu baik-baik aja, gue akan bahagia!"

Ekspresi memelas pada wajah Juna membuatnya menjadi sedikit cemas. Danu memutuskan untuk menarik pergelangan tangan musuhnya lalu diajak untuk masuk ke dalam mobil. Kendaraan berwarna hitam langsung melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit terdekat. Di dalam mobil, Juna masih memberi ekspresi yang sama, yaitu memelas dan tatapannya tetap kosong. Dia tidak tahu akan mengatakan apa, tetapi yakin kalau Danu tidak akan mempermainkannya seperti Clara.

Danu melirik Juna dengan ekspresi tenang kemudian berujar, "Sewaktu pulang sekolah, gue sempat mengintip ke rumah lo terus ketemu Ibu Hesti lagi banting semua gelas plastik. Kirain beliau cuma minta tolong supaya gue mengambilkan minum, tapi beliau pegang perutnya pertanda lapar. Hm, gue berusaha menyuapi, tap beliau menolak terus."

"Kenapa Ibu gue menolak suapan dari lo? Bukannya beliau menolak makan sejak tadi malam?"

"Beliau enggak mau makan sendirian dan enggak mau makan dari tangan gue," balas Danu dengan nada tegas sampai membuatnya tersentak, "Ibu Hesti adalah Ibu lo! Beliau cuma mau makan kalau diasupi sama anaknya. Sebagai seorang anak, harusnya lo peka!"

Juna mengangguk kemudian menyeka air matanya sendiri. Sungguh buruk perlakuannya terhadap seorang Ibu. Dia membiarkan Ibunya kelaparan sepanjang malam. Andai boleh pinta sesuatu, maka laki-laki humoris ini akan meminta supaya bisa menjadi pribadi yang peka.

"Kayaknya lo emang batu dan enggak pernah peka. Clara benci sama lo! Dia enggak mau sama laki-laki kayak lo! Kenapa masih mendekati dia? Lepas saja dia untuk gue. Lagian, gue udah membantu ibu lo ke rumah sakit. Apa lo enggak mau berterima kasih?"

Juna segera menoleh dengan tatapan tidak percaya. "Walaupun lo adalah orang yang pamrih dan perhitungan, gue yakin kalau lo bisa menjaga dia. Danu, lo mampu menjaga Clara untuk gue, 'kan?"

"Tentu gue mampu. Gue adalah anak orang kaya!" jawab Danu sambil melipat kedua tangannya dan terlihat sangat bangga.

"Udah, Betmen juga akan enek kalau lihat lo terlalu percaya diri! Oh, iya, sombong itu haram! Lo enggak boleh sombong supaya enggak dimarahin sama tukang cilok. BTW, lo bisa antar gue memesan gado-gado sama es teh anget dulu, 'kan?"

"Mau ngapain lo beli gado-gado, Njir! Kita mau ke rumah sakit langsung."

"Gue mau berubah jadi Boboiboy Api terus ngapel sama Pororo," balasnya sambil menunjuk sebuah gerobak di samping jalan, "Ono, di sana! Nanti kita beli ketoprak dulu!"

"Katanya mau beli gado-gado? Gimana, sih, lo! Plin-plan banget jadi manusia."

"Manusia emang sering plin-plan, kalo enggak plin-plan mah namanya Dora the eksplore."

"Kebalikannya kali!" timpal Danu sambil memutar mata, malas untuk meladeni ucapan nyeleneh teman satu sekolahnya ini, "Pak Sopir, nanti kita berhenti di gerobak seberang. Katanya, Juna mau berubah jadi Iron Man dulu!"

JUNA AG ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang