Kalimat super pedas sering keluar dari mulut OSIS judes ini. Namun, sekarang Clara malah menunduk lesu. Tatapannya amat sayu dan tidak berani menatap mata Juna, walau beberapa detik saja. Juna menghela nafas panjang karena ruang BK terasa amat sepi padahal dirinya sudah berada di sini selama tiga puluh menit. Hatinya sedikit kurang enak karena sedang berhadapan dengan bapak Clara sekaligus suami dari pelaku penabrakan di tanggal Satu September.
"Terima kasih sudah memanggil Juna ke sini," ujar bapak Clara dengan nada berwibawa.
Juna menyela ucapan bapak Clara dan malah berkata, "Pak, kenapa saya dibawa ke sini, ya?"
"Ssttt, jangan memotong ucapan kami, Juna!" perintah kepala sekolah.
Juna mengangguk, tetapi mulutnya kembali berujar, "Tapi, Juna enggak tahu, kenapa harus dimasukkan ke BK. Perasaan, Juna enggak maling motor di Mushala, deh."
"Heh, jangan ngaco! Nanti juga kamu akan tahu alasan di bawa ke sini," sela kepala sekolah sambil geleng-geleng.
Kepala Sekolah langsung berbalik arah dan menatap bapak Clara. Dia membalas senyuman dari sang tamu.
"Sama-sama, Pak," lanjut KEPSEK sambil mengangguk pelan, "kami senang kalau Bapak mau di sini, untuk mengobrol dengan kami."
"Oh, ya. Apa saya, Clara, dan juga Juna boleh mengobrol dari hati ke hati?" tanya bapak Clara pada KEPSEK.
KEPSEK hanya mengangguk lalu beranjak dari posisinya. Sebelum meninggalkan ruangan ini, kepala sekolah sempat menatap bapak Clara. Ekspresinya terlihat amat sopan seolah tahu bahwa bapak Clara memiliki kekuasaan tinggi dan bukan orang sembarangan.
"Silakan, Pak. Kami akan menunggu di ruang kepala sekolah, kalau ada apa-apa ... silakan pergi ke sana," ujar kepala sekolah sambil tersenyum kecil.
Juna segera menatap kepala sekolah dengan tatapan datar, kemudian berkata, "Bapak enggak minta izin dulu ke saya?"
"Kenapa sih kamu enggak bilang 'iya' aja, Jun? Kesusahan, ya?"
"Iya, saya kesusahan bilang 'iya'."
"Nah, itu kamu bisa."
"Kan, contoh, Pak."
"Jangan bawel, Juna! Bapak ada rapat. Kamu tunggu aja di sini!"
"Kan, saya yang mau diajak ngobrol. Kok, Bapak yang iya-iya aja?"
"Jangan banyak tanya, Juna! Tinggal diam aja. Bapak Clara cuma mau ajak ngobrol doang," balas KEPSEK dengan wajah sebal.
Bagaimana tidak sebal? Juna terus saja bertanya. Murid satu ini memang selalu memancing emosi. Ada saja ulahnya. Setiap hari, para guru tidak sungkan untuk bercerita tentang sikap sengklek Juna. Kata mereka, Juna itu sengklek dan harus dicuci otak supaya lupa cara melawak.
Setelah diberikan pengertian, Juna langsung mengangguk, kemudian tersenyum manis. Dia menjelaskan bahwa tadi hanya bercanda. Kepala sekolah akhirnya pergi dari ruangan ini dalam keadaan jengkel. Waktunya terbuang sia-sia karena meladeni ocehan Juna yang tidak berharga.
Bapak Clara merapikan jas berwarna gelap, kemudian melirik Juna dengan wajah tegas. Semakin lama ditatap, Juna malah semakin merasa tidak enak. Laki-laki humoris ini takut akan difitnah macam-macam.
"Tatapannya tajam banget, kayak mau makan lalat aja," gumam Juna sambil memandang langit-langit.
"Kamu ngomong sama saya?" tanya bapak Clara dengan suara menggelegar.
Juna segera menggeleng. Jari telunjuk pun diarahkan pada dinding-dinding.
"Itu, Pak. Ada cicak lagi makan lalat. Zaman sekarang, cicaknya bikin ngeri semua," ungkap Juna dengan begitu enteng, padahal semua teman Clara sangat ketakutan kalau berhadapan dengan bapak Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA AG ( TAMAT )
Подростковая литератураTAMAT - PART MASIH LENGKAP. ✅ 'Playboy jahil itu siap mengubah suasana kelas seperti neraka!' Tragedi 30 September menciptakan trauma bagi keluarga korban. Murid cerdas sekaligus humoris bernama Juna AG berusaha setengah mati untuk menutupi luka. Ma...