Keringat turun secara perlahan dari kening, membasahi seragam Juna. Namun, laki-laki humoris ini tetap menggoes sepeda hasil meminjam. Dia memiliki firasat tidak enak. Lebih baik, Juna segera pulang dari pada berkumpul dulu dengan Sanggara. Ketika sudah berbelok menuju gang rumah, Juna tidak sengaja melihat mobil-mobil mewah sedang berjejer. Dia cuma menyatukan kedua alis lalu berjalan sambil menuntun sepeda itu.
"Mau jadi apa kalau kamu tinggal di rumah kumuh kayak gini? Dikasih hidup enak, malah memilih jadi orang melarat. Pulang!" sergah seseorang dengan nada berat.
Jantung terasa semakin berdebar karena mendengarkan suara kasar dan berasal dari depan rumahnya. Dia mempercepat langkah, kemudian mengerutkan kening saat melihat tangan Clara sedang ditarik secara kasar oleh seseorang.
Kurang ajar sekali kalau ada laki-laki yang kasar kepada lawan jenisnya. Mereka seperti manusia yang tidak diajarkan etika. Juna merasa muak kalau berhadapan dengan manusia seperti itu. Kedua tangan mengepal hebat dan ingin sekali memberikan pelajaran pada seseorang di depan rumahnya.
"Heh, berhenti!" teriak Juna sambil berlari mendekat.
Lawan Juna adalah seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh delapan sampai empat puluh tahun. Memang lebih tua daripada Juna. Namun, dia tidak gentar dan tetap menatap orang kasar ini dengan ekspresi murka.
"Anda siapa? Ngapain datang ke rumah saya? Anda cuma mau berbuat onar doang, 'kan?" tanya Juna dengan nada tegas, "sebelum saya memanggil polisi, sebaiknya anda pergi!"
"Polisi? Haha ...."
Orang itu menutup mulut yang sedang tertawa kencang menggunakan telapak tangan.
"Lucu! Rumah kamu mau roboh, malah sok-sokan memanggil polisi. Lebih baik, gunakan uang itu untuk merenovasi rumah!" lanjutnya sambil menarik pergelangan tangan Clara.
Juna menjadi sangat jengkel saat orang itu memaksa Clara untuk pergi dari rumahnya. Dia segera menepis tangan kanan manusia kasar ini, kemudian memberikan tatapan sinis.
"Jangan kasar ke cewek!" ujar Juna tanpa perasaan ragu, "lawan saya aja, Pak!"
Bapak ini melotot saat mendengarkan tantangan dari Juna. Tangan kirinya langsung mendorong pundak Juna sampai tersungkur ke atas tanah. Dia semakin tertawa bahagia saat melihat Juna meringis kesakitan dan tumbang dalam sekali tepis.
"Lemah sekali," ledek laki-laki paruh baya sambil mencengkeram dagu Juna dengan perasaan gemas, "tenaga kamu masih kecil ... lebih baik belajar dan jangan bertindak macam-macam sama anak saya!"
Kalau boleh jujur, Juna sedikit terkejut dan tidak mempercayai pendengarannya sendiri. Siapa yang mengira bahwa Bapak di hadapannya memiliki tenaga luar biasa? Pantas saja tidak ada yang berani melawan Clara. Selain memiliki mulut pedas, ternyata Clara juga memiliki ayah bertenaga super. Kalau dilihat baik-baik, bapak Clara memang terlihat seperti orang kaya. Pakaian mahal dan jam tangan berharga jutaan.
Juna melirik rumahnya dengan wajah memelas. Dalam segi moneter, Clara selangkah lebih baik dibandingkan dirinya. Juna bukan apa-apa kalau disandingkan dengan Arjun atau pun Clara. Insecure, tetapi dia tidak bisa melakukan banyak hal.
"Kalau kamu kasihan sama Clara, ikhlaskan dia pergi sama saya! Kamu itu miskin, jangan membuat anak saya hidup dalam kesusahan!" pinta bapak Clara, "hari ini, kamu terlihat kayak pahlawan kesiangan. Cemen! Sok-sokan melindungi Clara, tapi gak bisa membelikan dia baju mewah."
Kalimat pahit ini berhasil merobek semua halusinasinya. Akankah halu untuk bersanding bersama Clara bisa menjadi kenyataan? Juna terdiam lalu mengangguk pelan. Seharusnya, dia tidak sembarangan dalam mengejar cinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA AG ( TAMAT )
Novela JuvenilTAMAT - PART MASIH LENGKAP. ✅ 'Playboy jahil itu siap mengubah suasana kelas seperti neraka!' Tragedi 30 September menciptakan trauma bagi keluarga korban. Murid cerdas sekaligus humoris bernama Juna AG berusaha setengah mati untuk menutupi luka. Ma...