21. Tidak Membenci Clara.

12 6 9
                                    

Sok jantan. Gadis-gadis yang tidak sengaja berpapasan dengan Juna akan berpikir seperti itu. Namun, laki-laki humoris ini tidak peduli apapun dan masih tetap berjalan membusungkan dada, kemudian melirik gadis cantik di sekitarnya. Gadis itu tidak terlalu cantik, mungkin mirip seperti gadis biasa seangkatannya.

Bukan hanya itu, gadis berambut pendek yang sedang ditatap Juna adalah manusia bermata tajam yang menyimpan ratusan kalimat pedas. Namun, apakah Juna memedulikan? Oh, tentu tidak, Kawan! Pasang mata terus saja melotot tajam, ke arahnya.

Brak!

Juna malah tidak fokus menatap jalan dan tidak sengaja menabrak seorang gadis. Gadis itu tidak mengamuk dan cuma merintih kesakitan. "Aduh, Juna!" decak Fisa sambil berusaha membereskan tumpukan kertas yang sudah berhamburan menuju lantai.

Arjun yang sedang berada di antara empat manusia hanya bisa tertawa kecil. Sahabatnya memang seringkali mencari keributan. Bahkan, Planet Merkurius saja bisa hancur dalam satu bulan karena dipakai untuk karaokean.

"Ha, ha, mangkanya hati-hati!"

"Gue udah hati-hati, dia aja yang menabrak tubuh gue."

"Tubuh lo yang udah menabrak dia! Udah, cepat bantu gadis itu, Juna!" Arjun menyenggol tangan kanan sahabat terdekatnya, kemudian berkata, "Oi! Lo menabrak Fisa. Bantuin, kek! Kok, malah bengong sambil lihatin Clara terus, sih?"

Juna langsung melotot kaget karena baru sadar bahwa Fisa sedang butuh pertolongannya. Tidak mungkin dia tega membiarkan seorang gadis di lantai tanpa memberi pertolongan. Dirinya membantu membereskan tumpukan kertas yang jatuh dengan secepat kilat.

"Sumpah, demi apapun. Maaf, gue enggak sengaja menabrak. Untung kita enggak adu banteng. Gue mau bantuin lo dulu. Maaf banget, ya?" ungkap Juna dengan nada lemah lembut, walaupun ucapannya masih mengandung kalimat sengklek.

"Elah, santai aja! Gue enggak papa kalau ditabrak sama lo," balas Fisa sambil tersenyum kecil padahal hati kecilnya sudah menggebu-gebu.

"Kalau ditabrak sama gorila, mau?"

"Enggak mau, Juna. Cuma mau ditabrak sama kamu."

"Gimana kalau lo ditabrak sama kingkong aja. Gimana? Mau?"

"Gue cuma mau ditabrak sama cowok ganteng kayak lo, bukan sama kingkong."

"Ditabrak badut atlantis aja. Badut atlantis itu lebih cakep dari pada gue, kalau enggak percaya, lo tabrak dulu aja tubuh badut atlantis itu. Gimana? Mau?"

"Gue cuma mau sama lo, paham bahasa manusia enggak, sih?" pekik Fisa dengan nada menekan sampai membuat dua laki-laki di depannya menggeleng pelan.

"Paham apa? Tadi lo ngomong apa? Oh, bukannya tadi lo ngomong Ceu Ikoh nikah sama Bang Wahid, ya?" tanya balik Juna sambil cengengesan karena dirinya tidak mendengarkan ocehan gadis di depannya.

Tubuh gadis berambut pendek yang dibalut oleh seragam rapi berhasil menarik perhatiannya. Tidak banyak yang memperhatikan kepergian Clara, tetapi Juna masih melihat punggung gadis tersebut sampai menghilang secara perlahan. Kedua telinga tidak dimanfaatkan lagi. Omelan Fisa yang ingin ditabrak oleh dada bidangnya, setiap waktu, tidak pernah didengar.

Memperhatikan keamanan Clara jauh lebih penting dari pada meladeni salah satu anggota OSIS kurang waras ini. Gila sekali kalau mereka harus bertabrakan setiap hati. Ada-ada saja permintaan dari Fisa. Arjun cuma menggeleng pelan karena teman seperjuangannya masih menebarkan pesona bagaikan buaya jantan sampai membuat Fisa tergila-gila seperti ini.

Arjun langsung menahan tawa lalu berkata, "Astagfirullah, otak kalian, semakin hari, semakin menjadi. Lo mau kumpul enggak, sih? Kalau gak mau kumpul sana Geng Sanggara, gue mau duluan aja."

Juna melotot kaget karena Arjun pasti tidak jadi mentraktir anggota Geng Sanggara apabila dirinya tidak ikut serta dalam perkumpulan rahasia. "Lo mau mengadakan perkumpulan rahasia?"

Arjun mengangguk. "Kalau lo enggak ikut, lo enggak akan mendapatkan traktir somay dari gue!"

"Okay!" ucap Juna sambil berbalik badan, kemudian hendak melangkah ke arah kiri.

Arjun segera menahan langkah teman sengklek-nya sambil menjawab, "Heh, lo mau ke mana?"

"Gue mau ke kantinlah, masa gue mau makan ke ruang guru," balasnya dengan ekspresi polos.

"Kantin itu di arah kanan. Ngapain lo ke arah WC? Mau makan sambil nonkrong?"

Juna hanya cengengesan karena dia sudah melupakan arah kantin. Dia hanya ingat bahwa Clara berjalan ke arah ruang OSIS, melewati WC siswa. Perlahan, tangan kanan Juna ditarik supaya tidak bengong sambil melirik punggung Clara. Fisa tidak berkutik saat melihat Juna sedang berjalan meninggalkannya menuju kantin.

Untuk ke selian kali, perasaan Fisa tidak dibalas. Juna memang playboy, tetapi berani sekali mencampakkan OSIS secantik dirinya. Dengan hati menggebu-gebu, Fisa datang menuju kelas 12 IPS 1. Wajahnya merah padam ketika melihat meja belajar Juna. Dia pun mengambil silet, kemudian menyilet meja belajar Juna. Dia membentuk kalimat 'sialan!' sambil tersenyum menyeringai. Setelahnya, dia segera melarikan diri menuju ruangan OSIS.

***

Di kantin, Juna langsung meneguk liurnya sendiri karena makanan yang tersaji di hadapannya sangat banyak. Arjun menyiapkan semua, setiap hari. Sahabat terbaiknya sudah tahu kisah kelam yang dialami oleh Juna. Tanpa banyak basa-basi, Juna segera meraih makanan yang hendak diambil oleh Areska.

Areska menatap Juna dengan ekspresi julid, kemudian berkata, "kebiasaan banget, sih? Itu, kan, makanan gue!"

"Jangan ngaku-ngaku! Semua ini, makanan dari cecunguk tampan itu," jawabnya sambil melirik Arjun, tetapi tangannya menarik buku yang sedang dibaca oleh Valter, "cuy, jangan baca buku di depan makanan. Enggak baik menolak rejeki. Emang lo mau semua makanan ini gue habiskan?"

"Jangan rebut buku gue! Mau mati?" pekik Valter dengan wajah datarnya.

Juna langsung melemparkan buku tersebut menuju sang empu dengan sekuat mungkin sambil menjawab, "Sorry, bukunya terlempar sendiri."

"Lo yang melempar!" sergah Valter dengan nada menekan dan wajahnya seperti sedang memojokkan Juna.

Juna masih santai sambil menarik pergelangan tangan kanannya lalu menjawab, "Tangan kanan gue yang melempar buku ini. Kenapa lo malah marah ke gue? Kalau mau marah, ke tangan gue, nih!"

"Sini tangan kanan lo! Mau gue geplak pake karet jepang!" ujar Valter dengan ekspresi merah padam karena ingin memberikan pelajaran hidup pada si perusuh, secepat mungkin.

"Udah, jangan merusuh terus!" pinta Arjun sambil menyodorkan makanan paling lezat pada laki-laki yang hobi memancing amarah tersebut, "nih! Makanannya masih banyak. Kenapa lo malah serobot makanan orang lain."

"Juna, makannya jangan terlalu cepat kayak gembel!" perintah Natasha sambil memakan coklat gratisan.

"Lebih baik jadi gembel, daripada jadi gelandangan."

"Gelandangan sama gembel itu sama aja!"

"Beda huruf, beda alfabet, beda perasaan kalau gue sama dia bersatu."

"Dengar, ya! Kalau sampai makanan dihabiskan, lo enggak akan selamat!"

"Kalau gue enggak selamat, awas! Nanti bisa dibom sama Hirosima."

Juna terkekeh, kemudian memakan makanan di depannya dengan begitu lahap. Dia tidak memedulikan orang kantin yang sedang berpikir kalau dia adalah orang kelaparan. Memang. Pemikiran orang-orang tersebut adalah benar. Juna selalu menahan lapar. Di rumahnya ada banyak beras, tetapi dia tidak memiliki waktu untuk makan. Semuanya dipersembahkan untuk mengurus Ibu Hesti, kemudian bekerja, mencari sesuap nasi untuk keluarga tercinta.

JUNA AG ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang