Sudah tiga malam Clara begadang agar bisa mengerjakan soal rumit ini. Namun, ketika sedang ujian, dirinya malah mengantuk dan ingin tertidur di kelas. Tidak lama berlalu, gadis itu berhasil dikalahkan oleh rasa kantuk sampai tertidur pulas di kelas.
Juna melirik Clara yang sedang tidur di kelas dengan tatapan iba. Gadis itu pasti sudah bekerja keras supaya bisa menjadi peringkat satu lagi. Mungkin, Clara sudah mengerjakan semua soal sampai tertidur pulas seperti itu. Juna mengeluarkan handphone dari saku baju kemudian memotret Clara dari dekat.
Dia baru pertama kali memotret singa yang tertidur. Juna tersentak saat melihat kertas jawaban Clara masih kurang beberapa jawaban. Gadis ini selalu kelelahan sampai tidak mampu menjawab semua soal.
"Juna!" panggil Bu Hana, salah satu guru matematika yang mengajar di kelas Juna, "kamu sudah kerjakan semua soalnya? Jangan nyontek ke murid terpintar di kelas ini, ya!"
"Eh? Sejak zaman megalitikum, Juna udah selesai ngerjain tugas dari Ibu, kok!" balas Juna sambil cengengesan.
"Halah! Sini, kumpulkan jawaban kamu! Jangan menyontek, ingat, ya! Curang itu hukumnya dosa."
"Astagfirullah, jangan fitrah, Ibu!"
"Fitnah, Juna. Bukan Fitrah! Kalau fitrah itu zakat yang harus dilakukan oleh kaum Mushlim saat menjelang lebaran Idul Fitri!"
Juna tidak tega membiarkan Clara tertidur tanpa mengerjakan ulangan dahulu. Kalau dia membangunkan Clara, maka gadis itu akan mengamuk sejadinya. Ibu Hesti memang sangat mirip dengan Clara bagaikan pinang di belah dua. Baiklah, laki-laki itu pasti akan membangunkan Clara menggunakan cara lain.
Juna segera mendekati meja guru kemudian menaruh kertas jawaban sambil bertanya, "Fitri artinya suci, 'kan, Bu?"
"Iya, Juna," balas Ibu Hana sambil merapikan tumpukan buku.
"Sama kayak rasa suka Juna ke Clara, suci!"
"Ya Ampun, bocah nakal! Jangan cinta-cintaan mulu!"
Ibu Hana segera bangkit dari tempat duduk kemudian menjewer telinga Juna sampai meringis kesakitan. Ada banyak murid yang menertawakan ekspresi lucu tersebut, tetapi Clara masih menutup matanya. Gadis itu sudah terlalu kelelahan sampai tidak bangun saat suasana sekitar sedang ramai. Juna mengerutkan dahi, misi untuk membangunkan Clara sudah gagal. Gadis itu pasti akan depresi kalau tidak mengerjakan semua soalnya.
"Juna, yang sudah mengerjakan soal ujian, silakan keluar dari kelas!" ujar Ibu Hana.
Juna segera mengangguk kemudian menjawab, "Juna mau mengerjakan PR yang Ibu kasih minggu lalu, ya? Boleh, 'kan?"
Ibu Hana mengiyakan ucapan murid tanpa akhlakul karimah itu. "Haduh, pantesan nilai kamu kosong! Ya udah, cepat kerjakan soal-soalnya! Ibu kasih waktu lima menit, ya? Oh, iya, jangan telat masuk lagi! Hari ini, Ibu akan beri pengumuman nilai dan juga peringkat yang kemarin sempat didiskusikan oleh beberapa guru!"
Juna tersenyum lebar sambil berjalan ke arah meja Clara. Tangan kanannya diam-diam mengambil kertas ujian Clara dan tidak ada seorang pun yang menyadarinya. Ibu Hana masih sibuk memeriksa kertas ujian milik Juna, sementara anak-anak lain sedang fokus mengerjakan soal-soal.
Hari ini, ulangan terasa lebih mudah dari hari-hari biasa. Juna mampu membantu mengerjakan kertas ulangan Clara dalam kurun waktu tiga menit saja. Dia berharap semoga Clara tidak marah karena jawaban tersebut diisi sembarangan. Setelah selesai mengerjakan pertanyaan itu untuk Clara, dia segera beranjak lalu meletakkan kertas ujian di tempat semula.
"Lo enggak pantas depresi karena memikirkan nilai doang," ucapnya sambil tersenyum manis, "selamat tidur!"
***
Juna tersenyum lebar ketika melihat Geng Sanggara sedang berkumpul di kantin. Ide jahil membuatnya terlihat seperti Dora and the monkey karena terus jingkrak-jingkrak di keramaian. Dia menyerobot ke sela-sela tubuh Natasha serta Valter sampai membuat temannya yang lain menggeleng dan merasa tidak percaya. Ternyata otak Juna masih eror dan tidak kunjung diperbaiki.
"Pararunten, Akang, Teteh! Gue mau ngamen di sini! Tolong biarkan gue nyanyi, walaupun suara gue mampu merusak dunia kayak suara si Iwan anak Pak Wawan—"
"Udah, enggak usah bernyanyi lagi! Nih, gue kasih lo duit sebelum lo bernyanyi!"
Arjun segera menyodorkan beberapa lembar uang berwarna biru supaya Juna berhenti mengoceh. Temannya yang lain segera tersenyum ceria bak anak TK yang diberi hadiah. Suara Juna memang mampu menggoncang kantin dalam beberapa detik saja.
Kalau Juna bernyanyi, maka orang yang lewat di depan mereka akan segera menoleh dan menganggap Juna sebagai orang gila. Juna segera meraih uang tersebut dengan mata berbinar. Arjun selalu mengerti keadaannya, bahkan Arjun tahu bahwa sekarang dirinya sedang menahan lapar.
"Wahhh ... gila! Uangnya banyak banget, cuy! Gue bisa jajan seabad kalo di kasih uang kayak gini terus. Makasih banyak, ya!" ucap Juna sambil menaruh uang itu ke dalam kaos dalamnya.
Valter segera memberikan tatapan tajam kemudian berkata, "Najis! Masa lo simpan uangnya di dalam kutang?"
"Ye suka-suka gue dong! Aku bukan boneka-mu, bisa kau suruh-suruh, dengan seenak mau-mu," balas Juna sambil menirukan salah satu lagu Indonesia lalu memakan makanan Areska padahal tahu sendiri kalau laki-laki itu lumayan pelit.
Areska sampai menepuk pundak Juna kemudian berteriak, "Woy, jangan jadi orang gila lagi, deh! Sebentar aja! Bisa enggak enggak, sih, Junaaa?"
"Apaan, sih? Orang gue masih waras," balas Juna dengan nada cuek.
"Lo waras, tapi kelakuannya bikin gue emosi! Masa makanan gue diambil gitu aja—"
"Lo aja yang pelit!"
"Tuh, 'kan! Ngeselin banget. Minta dibuang ke tol cipularang ini bocah!"
"Kalo gue berhenti jadi orang gila, semua anggota geng Sanggara bisa menangis darah. Iya, 'kan?" ungkap Juna sambil mematahkan coklat batang dari tangan kanan Natasha kemudian memakannya tanpa kaku.
Natasha melotot kaget karena coklat batangan itu diberikan secara gratis oleh Arjun, tetapi malah direbut oleh syaiton Juna. Gadis itu berteriak dan terlihat histeris. Beberapa orang di kantin malah terus cuek seperti sudah terbiasa oleh tingkah laku mereka. Juna memang selalu menguras emosi orang lain dan cocok kalau dijadikan sebagai sarung sasak untuk bermain tinju. Arjun cuma terkekeh pelan dan Valter langsung memutar bola mata karena malas berurusan dengan keributan.
Areska berdiri tegap lalu memegangi punuk Juna sambil berkata, "Lo harus memuntahkan coklat tadi! Natasha, ayo kita tepuk pundak Juna sampai memuntahkan coklat lo tadi!"
Natasha segera mengangguk sambil menjawab, "Ayo, kita gorok sekalian! Cepat muntahkan coklat kesayangan gue! Gue suka coklat itu karena gratis, pemberian dari Arjun! Muntahkan cepat!"
Juna tertawa terbahak-bahak karena berhasil mencairkan suasana di antara mereka. Kantin yang sepi berubah menjadi ramai. Begitulah mereka, saling membantu ketika anggota gengnya kesusahan. Tidak perhitungan serta mengedepankan solidaritas. Ada yang pelit, tapi baik. Ada yang kaya raya, tapi selalu berbagi, ada yang terlalu misterius, ada yang bobrok tingkat akut, dan juga ada si cantik yang menjadi penengah pertengkaran. Sanggara Geng terasa kurang lengkap kalau salah satu di antara mereka tidak ikut berkumpul.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA AG ( TAMAT )
Roman pour AdolescentsTAMAT - PART MASIH LENGKAP. ✅ 'Playboy jahil itu siap mengubah suasana kelas seperti neraka!' Tragedi 30 September menciptakan trauma bagi keluarga korban. Murid cerdas sekaligus humoris bernama Juna AG berusaha setengah mati untuk menutupi luka. Ma...