Langkahnya mendadak berhenti di depan gerbang sekolah. Sudah hampir tertutup rapat, sepertinya Juna tidak mampu untuk memaksa masuk. Sang penjaga gerbang tidak akan membuka gerbang demi orang tidak kaya. Dia menghela nafas panjang dan tetap tenang. Sudah bukan kebiasaan baru kalau Juna sedang memanjat tembok belakang sekolah.
Matanya melotot kaget saat melihat Valter, Areska, dan juga Natasha sedang bergotong royong untuk naik ke ujung tembok. Kemarin cuma Natasha yang telat. Namun, kenapa sekarang malah hampir satu geng yang telat berangkat sekolah. Benar. Mereka bertiga telat berangkat. Ini adalah kekompakan yang hakiki. Juna cuma nyengir selebar mungkin lalu berjalan mendekati para sahabat.
"Hoy! Ngapain kalian memanjat tembok? Telat berangkat, ya?" ledek Juna padahal dirinya sendiri juga telat berangkat.
"Bicit! Lo sendiri telat berangkat," sela Natasha dengan nada cerewetnya.
"Yah, gue sering telat pun karena ada alasannya." Juna menatap tembok ini lalu meraba permukaannya.
Valter pun menyela, "Gue juga punya alasan, tadi gue lihat ayam jatuh di kebun orang."
"Terus, lo bantuin berdiri?" tanya Areska.
"Enggak, gue kasih ke pembantu supaya bisa dimasak," ungkap Valter dengan ekspresi dingin seperti tidak memiliki dosa.
"Parah, itu ayam milik orang. Dosa! Jangan makan jajan haram!" sambung Juna sambil berdecak kesal.
Valter tidak menjawabnya dan malah membuka tas. Dia melirik isinya lalu menghembuskan nafas lega. Semua buku nonfiksi sudah dibawa. Dirinya bisa kembali membaca semua buku itu di kelas. Laki-laki berwajah dingin ini sangat menyukai kegiatan baca buku, tetapi IQ-nya malah tidak mau bertambah. Juna mengangkat kedua pundak karena menganggap Valter sebagai 'anak aneh yang o'on, tapi tampan'.
"Ngapain kalian malah ikut telat berangkat? Oh, mau temenin gue naik tembok, ya?" Juna membetulkan posisi rambut dan terlihat percaya diri.
"Mencium parfum lo aja, bikin gue enek. Baunya mirip kayak kembang tujuh rupa," cela Areska.
Juna mentoyor kepala sahabatnya itu sambil menjawab, "Gue pakai parfum yang mirip kayak Bapak lo."
Areska menoleh, wajahnya terlihat merah padam. Namun, Juna malah semakin tersenyum lebar. Meledek Geng Sanggara akan membuat mood menjadi naik, begitulah pikir Juna.
"Bukannya meledek, lo malah membantu," kelakar Areska pada Juna.
Valter memprotes, "Kebalik! Kalimat yang betul itu 'bukannya membantu, lo malah meledek!' Gitu doang enggak bisa."
"He, he, sorry, Man!" celetuk Areska sambil memukul tangan Valter secara perlahan.
Juna berjalan mendekat, kemudian menaruh kerikil pada telapak tangan Valter. "Bohong, tuh! Dia enggak mau minta maaf, malah ngeledek lo. Masa lo dipanggil Betmen?" celetuk juna.
"Hoy! Gue bilang 'Man', bukan Betmen! Dasar gila!" sergah Areska sambil bersiap-siap melemparkan kerikil dari telapak tangan Valter.
Sebelum Areska melempar kerikil tersebut, Juna langsung mengambil ancang-ancang, kemudian melompat pada atas tembok. Dia bukan super hero yang mempunyai sayap, tetapi dia adalah mantan atlet lompat tinggi tingkat SD. Hebat, Juna sampai juara satu. Sekarang, keahliannya malah digunakan untuk kegiatan negatif. Jangan sampai orang lain meniru tindakannya ini.
Keahlian Juna saat melompat tembok belakang sekolah sangat memukau. Valter yang memiliki badan cukup tinggi hanya bisa melongo. Ketika berada di puncak tembok, Juna hanya tersenyum meledek. Teman-temannya sangat memelas kalau telat berangkat sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNA AG ( TAMAT )
Teen FictionTAMAT - PART MASIH LENGKAP. ✅ 'Playboy jahil itu siap mengubah suasana kelas seperti neraka!' Tragedi 30 September menciptakan trauma bagi keluarga korban. Murid cerdas sekaligus humoris bernama Juna AG berusaha setengah mati untuk menutupi luka. Ma...