26. Dia tidak sekolah.

11 7 3
                                    

"Ra, Bapak selingkuh."

Sekali lagi, suara itu menggema dalam otaknya sehingga membuat gadis yang baru menutup mata langsung bangun dalam keadaan berkeringat. Trauma yang mendalam tentang perselingkuhan Bapak menghantui pikirannya tanpa jeda. Clara tidak habis pikir terhadap Bapak, sampai berani selingkuh dengan adik kelas anaknya sendiri.

Untuk ke sekian kalinya, Clara melirik jam di dinding. Dirinya sadar bahwa sekarang sedang berada di rumah orang lain, tetapi rumah Juna sangat nyaman. Dia merasa sedang pulang ke rumah yang sesungguhnya. Bantal yang empuk dan rumah yang sunyi menambah kesan surga dunia dalam benak Clara.

Prang!

Matanya melotot kaget, suara itu sangatlah keras. Di jam dua pagi, gadis secantik dirinya malah tidak sengaja mendengarkan suara piring pecah. Clara segera keluar kamar lalu menghampiri sumber suara, takut ada manusia kriminal yang masuk.

"Siapa di sana? Gue membawa golok, keluar dari tempat lo atau mati!" teriak Clara sambil membawa sapu yang diambil di dekat saklar lampu.

Tanpa pikir panjang, Clara langsung menyalakan semua lampu. Matanya langsung tertuju pada wanita paruh baya yang tiduran di atas kasur lantai. Ibu ini terlihat seperti ibunda Juna. Wajah cantik, tapi keriput menarik perhatiannya.

"Cantik sekali, dia siapa, ya? Ibunda Juna? Kelihatan kayak orang baik," gumam Clara dengan nada kecil karena tidak mau membangunkan Ibu Hesti.

Karena merasa haus, Clara langsung bangun, kemudian berjalan menuju dapur. Di dapur, dia malah melihat Juna sedang membereskan pecahan piring sambil berjongkok.

"Oh, jadi suara nyaring tadi adalah pecahan piring?" tanya Clara sambil berjalan mendekat lalu membantu membereskan pecahan piring, "gue bantuin lo, ya?"

"Enggak usah, Ra. Lebih baik, lo tidur lagi. Gue enggak mau merepotkan siapa pun," balas Juna sambil fokus memasukan pecahan kaca itu pada kantung plastik hitam, "kenapa lo bangun? Kaget sama suara piring ini, ya?"

"Lo sendiri, kenapa udah bangun di pagi buta kayak gini?"

"Yeh, ditanya malah tanya balik!"

"Hehe ...." Clara segera menggeleng pelan, "gue bangun karena teringat trauma di masa lalu."

"Trauma apa, Ra?" Juna menoleh dengan ekspresi gelisah.

"Dulu, Mama pernah bilang—"

Tangan kanan Juna mengelus rambut gadis ini secara perlahan dan tidak mendapatkan pemberontakan. Clara terus diam saat Juna mengelusnya. Clara melihat jelas, laki-laki humoris ini sedang menahan tangis. Mata Juna sudah berkaca-kaca, entah kenapa Juna malah ingin meneteskan air mata.

Kepalanya langsung menunduk, Clara tidak tega melihat Juna meneteskan air mata. Laki-laki yang menghibur banyak orang malah sulit menghibur dirinya sendiri. Tangannya dengan sigap membantu Juna membereskan semua pecahan kaca lalu dimasukan ke dalam kresek hitam.

"Lo menangis? Masa kalah dari gue?" ejeknya dengan nada tegas.

"Mata gue perih, tadi habis potong bawang," ungkapnya sambil berdiri.

Tangan kiri sudah membawa kresek yang berisi pecahan kaca. Kresek itu dibuang pada tong sampah terdekat. Juna kembali menghampiri bawang yang sudah diiris lalu menaruhnya pada wadah kecil. Dia sempat melirik Clara sambil tersenyum lebar. Tidak semua orang dapat melihat tangisan Juna. Bahkan, orang terdekat saja sulit melihat tangisannya.

"Gue jarang menangis," ungkap Juna.

"Tapi, gue pernah lihat lo menangis," sela Clara dengan nada tegas.

JUNA AG ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang