Mengbingung

3.7K 848 196
                                    

Suatu hal yang jarang terjadi.

Park Hyungseok duduk di taman sekolah, bersama Park Jonggun.

Mereka terlihat sangat serius.

Hyungseok menyandarkan punggungnya. "Terus gimana? Kak Gun bisa bantu saya untuk itu?"

"Lu cantik banget, gak mau jadi jodoh gua aja, gitu? Kenapa harus sekedar itu? Emangnya lu beneran mau?" Tanya Gun dengan wajah datar.

"Kak, beneran. Saya butuh banget bantuan Kak Gun sekarang," sela Hyungseok.

"Tapi ini masih di sekolah, bocah sialan," jawab Gun sambil menggosok-gosok kedua telapak tangannya. Jantungnya serasa mau meledak. Jonggun gugup.

"Justru karena itu. Di asrama nanti udah gak bisa, kak. Banyak penjaganya," ujar Hyungseok.

"Kenapa sih lu sampe sebegitunya?" Kepo Gun.

"Saya lagi gak ada uang," jujur Hyungseok, "gak mungkin saya minta ke orang lain. Saya lihat Kak Gun lumayan kaya, makanya saya minta tolong ke Kak Gun. Saya sungkan kalau harus pinjam uang Jay lagi."

Jonggun melepas kacamatanya, seakan tidak percaya. "Bocah gila. Gua sih mau-mau aja, malahan seneng gua. Tapi, untuk terakhir kalinya gua tanya, lu yakin?"

"Yakin," mantap Hyungseok.
"Jadi, bisa kita mulai kapan?"

"Weh gak sabaran amat. Ayo, ikut gua," ucap Gun sambil menarik tangan Hyungseok.

Sebenarnya Jonggun tidak menyangka Hyungseok akan datang padanya dan meminta tolong. Gun senang, sangat senang. Tapi Jonggun juga agak kasihan. Kenapa orang seperti Hyungseok harus sampai memohon-mohon begini? Apakah dia benar-benar butuh uang?

Di sisi lain, ada Gimyung dan Seongeun (yang katanya tak sengaja mendengar setengah percakapan mereka) sedang mencerna perkataan Jonggun dan Hyungseok. Mereka sedari tadi duduk di kursi yang berada tepat di belakang Gun dan Hyungseok.

"Gila, mereka mau ngapain?" Tanya Seongeun bingung. "Hyungseok minta apaan?"

"Gua juga gak tau," sahut Gimyung, "percakapan mereka bener-bener di luar akal sehat gua."

"Kita ikutin gak ya?" Seongeun menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kita harus ikutin. Gua takut Hyungseok kenapa-napa. Dia itu adik kelas kita, anak IPA. Kalau mau minta bantuan tentang soal, harusnya dia minta ke kita. Tapi ini dia malah ke anak IPS, mau apa coba?" Gimyung berteori.

"Tolong ikutin mereka."

Seongeun dan Gimyung menoleh ke belakang.

"Lah, Jungoo? Lu nguping juga? Oke, kita bakal ikutin. Tapi, kenapa?" Tanya Seongeun.

"Percakapan mereka gak bisa gua pahamin, sialan. Kemarin si Jonggun ngasih jam mahal ke Hyungseok. Dan diterima gitu aja sama dia. Gak mungkin Jonggun ngasih barang ke orang tanpa tujuan yang jelas. Gua apal banget sama dia, pasti ada maunya," ujar Gun.

Otak kecil Seongeun sedang berusaha untuk berpikir positif.

"Ayo, mending lu gabung juga. Kita ikutin bareng-bareng," usul Gimyung pada Jungoo.

Jungoo menyetujuinya. Mereka segera mengikuti Gun dan Hyungseok.

Gun dan Seok berhenti di depan suatu ruangan di ujung lorong. Mereka masuk lalu menutup pintu.

"Ruang apaan itu? Kok gua gak tau ada ruang kaya begitu di sekolah?" Tanya Seongeun.

Gimyung berpikir. "Setahu gua, kalo ruangan itu ada di ujung lorong, pasti ruangnya jarang dipake. Dan pasti ..."

"Pasti ... apa?" Tanya Goo.

"Pasti ... gak ada CCTV," lanjut Gimyung.

Jungoo mengernyitkan dahi. Kenapa harus ruang kosong? Apa fungsinya? Dia masih belum paham.

"Ayo deketin mereka," usul Gimyung. "Jangan berisik, pelan aja. Kita dengerin dulu percakapan mereka."

Mereka berjalan pelan ke ruang kosong itu.

Sayup-sayup mulai terdengar suara percakapan Gun dan Seok.

"Iya, lu buka dulu itunya."
"Apa ini kak? Kok keras banget?"
"Halah masa' lu gak tau?"
"Beneran, biasanya kan gak sekeras ini?"
"Berisik dah!'
"Ini apa lagi? Lengket banget?"
"Heh, pelan-pelan! Ntar malah kemana-mana, lagi!"

Seongeun sudah berusaha untuk berpikir positif, tapi gagal. Gimyung pun sama.

Jungoo dengan santainya membuka pintu ruangan.

Hyungseok yang mulutnya sedang penuh, langsung berdiri tegak.

"Jungoo?" Tanya Gun, terkejut. "Ngapain di sini?"

Gimyung dan Seongeun tidak berani melihat langsung. Mereka hanya mengintip.

Pemandangan di depan mereka sedikit mengejutkan.

"Udah gua duga," ucap Jungoo mendekati Jonggun dan Hyungseok. "Pasti lu ngajarin Hyungseok masak, kan?"

Ternyata itu ruang tata boga.

"Dih, gua udah ijin kok ke guru tata boganya," jujur Gun, "ntar tinggal gua ganti duit bahan-bahannya."

Hyungseok mengunyah pisang yang ada di dalam mulutnya. Sudah hampir terlalu matang, jadi lebih baik dimakan sebelum nantinya busuk.

"Tapi bahannya udah lama nih kayaknya, perlu diganti," lanjut Hyungseok, "nih coba kak Jungoo lihat, Menteganya keras banget. Melonnya juga, berlendir gimana gitu. Gak mungkin saya bikin kue pake ini."

"Kue?" Sahut Gimyung, "jadi kalian dari tadi bikin kue?"

"Iya, kak. Nanti kalau udah jadi, cobain, ya! Rencananya nanti mau saya jual di kios depan. Sekarang saya ikutin resep dari Kak Jonggun dulu. Katanya sih Kak Jonggun bisa bikin kue buah," terang Hyungseok.

"Ya emang bisa. Kalau gak bisa, gua gak ngajarin elu," ucap Gun.

"Hehehe," gelak Hyungseok.

"Kalau laku dijual, nanti saya dapet uang!" Senang Hyungseok. "Nanti kalau kakak suka, dibeli, ya?"

"Wah, bakal makin rame, nih, kios nasi gua," ucap Jungoo, "bagus deh. Semangat, ya, kalian!"

"Iya kak, makasih ya!" Seru Hyungseok.

Jungoo menyeret dua temannya pergi meninggalkan Jonggun dan Hyungseok yang sedang membuat kue.

"Gapapa, gapapa," ucap Jungoo pada kedua temannya, "tadi pikiran gua juga udah negatif kok."

Sepertinya mereka bertiga harus pergi ke Han Sinwoo untuk reparasi otak.

SMA PTJ (SlowUp)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang