Menghitam

3.5K 760 311
                                    

Keesokan harinya, hari lomba menyanyi. Setengah hari itu akan diisi suara-suara merdu dari panggung aula.

Yang berkompetisi untuk mewakili kelas 11 IPA adalah Lee Jihoon. Mungkin untuk lomba drama mereka tidak bisa diharapkan, tapi untuk lomba menyanyi solo mereka yakin sepenuhnya akan kemenangan.

Dan soal pertengkaran Gimyung dan Seongeun kemarin? Itu sudah terselesaikan semalam. Ya, meski harus memakan korban (berupa bonyok-bonyok di wajah Sinwoo dan Jihoon yang berusaha menahan amukan Seongeun). Akhirnya, tadi malam Seo takluk oleh tawaran Gimyung yang berjanji akan mentraktirnya nasi uduk rasa semangka selama seminggu.

Han Sinwoo dan Lee Jihoon lega akan hal itu. Tidak apa-apa mereka merusuh, lebih baik, daripada saling berdiam. Membuat suasana canggung dan aneh. Ada seseorang yang bilang, jika Seongeun murung maka tatanan dunia akan tidak baik-baik saja.

Sejujurnya, Seongeun hanya tidak bisa berlama-lama marah pada Gimyung. Dia sudah menganggap Gimyung seperti saudaranya sendiri.
Kenapa? Karena berbagi bapak itu indah.

Gimyung dan Seongeun yang sudah berbaikan, ikut menonton lomba menyanyi solo. Duduk di kursi paling depan. Mereka bisa menikmati lagu yang dinyanyikan oleh para peserta.

Hingga sampai di akhir acara.

Zin tiba-tiba berdiri di atas panggung. Ia mengarahkan microphone ke mulutnya.

"SAYA MAU MENYANYI UNTUK KIM MIJIN!"

Juri dan penonton yang tidak paham memperhatikan Zin dengan tatapan bingung.

"KAUU BEGITUU SEMPURNAAA"
"DI MATAKUUUU KAU BEGITUU INDAAAAH"

Terjadi gempa di aula. Suara Zin bisa merusak telinga manusia. Ada satu kaca ruangan yang retak. Sinyal di sekolah langsung terganggu. Hewan-hewan keluar dari sarangnya.

"Zin! Berhenti!" Teriak Mijin yang tidak digubris Zin.

"COBAAN APA LAGI INI?!" Hyungseok mencoba menutupi telinganya sambil berjalan menghindari gempa. Begitu pula dengan Jay, Vasko dan Bumjae. Mereka mencoba keluar ruangan dengan keadaan atap ruangan yang mulai ikut retak.

Jungoo sudah hampir sampai di pintu, tepat saat Zin juga sampai pada reff lagu.

"KAU ADALAAAAAH DARAHKUUUUUU!!!!!!!"

Getaran gempa semakin kuat.

"KAU ADALAH JANTUNGKUUUUUU!!!!"

Sinwoo mulai pening.

"KAU ADAAALAAAH HIDUUPKUUU, LENGKAPI DIRIKUUUUU!!!!!"

Para juri dipastikan tepar.

"OH SAYANGKUU KAU BEEGITUUUU~~~~"

Seongeun mengambil uang receh yang berjatuhan dari saku penonton.

"SEMPUUURNAAAAA!!!!"

Tanpa diduga, Jay pingsan di tempat.

"Terima kasih!" Zin berhenti menyanyi sekaligus menghentikan gempa. Dia turun dari panggung tanpa rasa bersalah.

"Lho kenapa? Kok pada tidur?" Bingung Zin.

Vasko tiba-tiba menimpuk Zin dari belakang. Zin ikut pingsan di tempat.

"JAYYYYYY!!" Teriak Hyungseok panik. Ia menghampiri Jay. Seok memanggil-manggil Jay sambil menggoyang-goyangkan badan Jay.

"Jay! Jay!!!" Hyungseok menggendong badan Jay di punggungnya, berlari membawanya ke UKS sekolah.

Sayangnya, UKS sekolah juga sedang penuh dengan siswa lain yang sesak napas dan membutuhkan oksigen tabung. Tentu saja disebabkan nyanyian maut Zin.

Mungkin kita hanya perlu lima buah sound system dan suara Zin untuk menghancurkan peradaban semesta.

"Obatin Jay."

Hyungseok meletakkan badan Jay di salah satu ranjang.

Ochun memandangi Hyungseok sekilas. "Maaf, tapi kami semua masih sibuk. Nanti kami-"

"Obatin."

Mata Hyungseok sudah berubah menjadi hitam.

"Oke, oke, sabar ya, jangan ngeratain anggota PMR," ujar Ochun sambil memeriksa detak jantung Jay. "A-anu, ini, dia cuma syok. Butuh istirahat. Lu temanin aja sampe bangun. Gua urusin yang lain dulu, ya? Banyak yang antri nih! Boleh ya?"

Mata Hyungseok kembali normal. "Wah, makasih, ya, kak! Oke, saya tungguin Jay bangun!"

Wang Ochun segera pergi sambil bergidik ngeri.

Dari pintu UKS, datang Gun yang sedang menggendong Goo di lengannya.

"TOLONGIN! TOLONGIN TEMEN GUA!" Teriak Jonggun dengan pasrah. Ternyata Goo tertimpa salah satu lampu aula yang jatuh akibat gempa tadi. Kepala Jungoo juga berdarah, sepertinya terkena pecahan kaca.

Wonseok segera bertindak memanggil dokter sekolah yang sedang membagikan tabung oksigen. Keadaan Jungoo harus segera dipastikan oleh ahli.

Tanpa basa-basi, dokter langsung memeriksa Jungoo. Sang dokter tersenyum lega sembari membersihkan luka di kepala Jungoo.
"Ini ... di kepalanya cuma luka kecil. Untuk pingsan yang diderita, ini sebab kaget karena kejatuhan barang. Dia gak perlu obat, kasih aja makanan dan teh hangat pas dia bangun."

Jonggun memperhatikan dengan serius.

"Disini ramai banget. Dia bisa stres," lanjut dokter, "mau dibantu teman-teman buat bawa dia ke kamar asrama?"

"Saya angkat sendiri aja dokter," ucap Jonggun meyakinkan.

"Ya sudah. Jangan lupa saran saya, ya!"
Sang dokter kemudian mempersilakan Jonggun memindahkan Jungoo ke kamar asrama. Gun membopong Goo dengan hati-hati, memastikan dia nyaman.

"Oh iya!" Dokter berteriak pada Gun saat ia sudah hampir keluar ruang UKS, "Nanti tolong lepas dasi temanmu itu, ya! Dasinya terlalu ketat!"

Jonggun terus berjalan sambil menyadari sesuatu. Jungoo itu tidak bisa memakai dasi. Dasi yang terikat di leher Goo itu adalah simpul dasi yang dibuat oleh Jonggun tadi pagi. Mengapa Jungoo tidak komplain bahwa dasinya terlalu ketat? Apa karena Jungoo tidak ingin menyinggung Jonggun?

Gun berusaha membuka pintu kamar yang tidak dikunci dengan sikunya. Berhasil. Ia menidurkan Goo di kasur dan menyelimutinya. Gun melepas sepatu Goo sebelum itu.

Gun teringat pesan dokter. Dasi Jungoo harus dilepas.

Jonggun melepas dasi Jungoo perlahan, tanpa menyadari bahwa pintu kamarnya masih terbuka lebar.

Dan di depan pintu yang terbuka lebar itu, ada Seo Seongeun.

SMA PTJ (SlowUp)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang